PERTANDINGAN BASKET
"Mal, Mal, itu buru pemain sekolah kita fotoin." Ujar Nabila.
Hari itu Jingga, Mala, Nabila, dan Chika disibukkan dengan menjadi seksi dokumentasi pertandingan basket Sekolah Merah Putih dan Sekolah Kebangsaan.
Dua sekolah ini mempunyai tim basket yang unggul. Akan menjadi pertandingan yang sengit jika kedua tim dipertemukan.
"Jingga!" Panggil Langit.
"Lho, kok lo masih disini?" Tanya Jingga.
Langit menghampiri Jingga dan mengacak-acak rambut Jingga. Senang sekali Langit melakukan hal itu kepada Jingga.
"Kenapa deh?" Tanya Jingga bingung.
"Nyari vitamin." Ujar Langit yang membuat Jingga semakin bingung. Udah bikin bingung, ngeloyor aja gitu.
*Hadeuuh... dasar kenyamanan. 😑
*Lo aja yang baper thor 😂
"Si Langit ngapain dah Ngga?" Tanya Nabila.
"Tau tuh. Nyari vitamin katanya." Ujar Jingga yang ngeloyor pergi dari Nabila.
Nabila hanya senyum-senyum saja melihat sahabatnya yang polosnya bukan meong. Hingga kadang ia kesal sekali. Gak paham-paham. Ngasih kode doang.
Pertandingan basket hari itu berlangsung meriah tapi sengit. Gimana gak meriah, cowok-cowok tamvaan disana semua. Hari itu GOR Basket full sama ciwik-ciwik supporter para Babang tamvaannn...
Sampai-sampai ada yang bikin banner dengan tulisan "We ❤ Langit!!"
"Wuidih, itu tulisan, berasa nonton konsernya Langit gue. Hahaha..." Ucap Mala.
"Tulisan yang mana?" Tanya Jingga.
"Itu, yang di tribun 3. Di tengah-tengah. Anak mana itu yak?" Tanya Mala.
"Itu bukannya adek kelas ya? Satu sekolah sama kita." Ujar Chika.
Lambenya tim mading dengan berbagai info terkini. Kalah Breaking News sama dia. 😂
"Itu genk ges nya sekolah kita. Si Cuantikzz genks. Angel noh... wuidiih... gak pake baju." Ujar Nabila.
Sontak membuat Mala, Chika, dan Jingga tertawa geli.
"Ya kali, anak orang gak pake baju." Ucap Jingga yang masih tertawa geli.
Tapi saat itu tawa Jingga terhenti ketika ia membidikan kameranya pada sebuah kejadian dimana Langit disikut perutnya oleh Bara. Ketua basket tim SMA Kebangsaan.
"Lho, kok dia curang!" Ujar Chika yang melihat juga kejadian Langit disikut oleh Bara.
Jingga hanya diam. Ia takut kalau Langit akan emosi dan membuat keributan. Tapi, nyatanya tidak. Langit begitu tenang. Ia justru tersenyum menyambut tepukan di pundaknya.
Semua perempuan yang mendukungnya di GOR Basket berteriak serentak karena melihat Langit tersenyum.
Jingga, Nabila, Mala dan Chika sontak terkejut karena sorak sorai penonton melihat senyum Langit.
"Set deh... rame aja. Emang si Langit ngapain dah?" Tanya Mala heran.
"Langit senyum doang heboh. Apa kabar Langit punya pacar? Diamuk tuh pacarnya. Hahaha..." Ujar Chika yang tertawa terbahak-bahak.
"Semangat Ngga... yang pentingkan hatinya Langit sama Jingga." Ucap Nabila yang memberikan sinyal hati dengan tangannya.
"Kok jadi gue??" Tanya Jingga bingung.
Pertandingan di babak ini sungguh menegangkan. Jingga ingin menghampiri Langit mengecek kondisinya. Namun, ia urungkan niatnya karena sudah terlalu penuh di bangku tersebut.
"Jingga!" Panggil Angel yang berjalan menghampiri Jingga dan menarik Jingga ke pojok lapangan basket.
"Ada apa ya?" Tanya Jingga santai. Meski tubuhnya sakit karena didorong hingga menghantam dinding.
"Gak usah belaga pilon deh lo! Sok polos! Sok cantik! Pake pelet apa lo bisa deket kayak gitu sama Langit? Hah?!" Ucap Angel dengan geram dan menangkupkan satu telapak tangannya di pipi Jingga.
"Udah, Ngel... habisin aja. GPL (Gak Pake Lama)." Ucap Clara.
"Dasar cewek brengsek!!" Angel sudah siap untuk menampar Jingga tapi di tangkis oleh Jingga. Justru Jingga yang memelintir tangan Angel kebelakang punggungnya.
"Klo emang lo beneran suka sama Langit, bilang langsung sama orangnya. Gak usah pake cara menjijikkan kayak gini. Gue bukan cewek lemah yang bisa lo tindas seenaknya!!"
Ucap Jingga sambil mendorong tubuh Angel dan pergi meninggalkan mereka. Jingga membuat Angel, Clara dan Tania diam tak berkutik.
"Lo dari mana, deh?" Tanya Nabila yang bingung sejak tadi mencari Jingga.
"Toilet. Gimana pertandingannya?" Tanya Jingga.
"Langit gak fokus dari tadi. Ngeliat ke tribun mulu." Ucap Nabila sambil makan cemilannya.
Jingga berdiri dari duduknya dan melambaikan tangannya ke bawah. Kepada Langit yang melihat kembali ke tribun.
Mala, Chika dan Nabila saling pandang dan bertanya-tanya ada apa dengan Langit dan Jingga. Kok auranya beda... ada aura bunga-bunga gitu rasanya. 🌼🌼🌼
Pertandingan basket hari itu beda tipis. Kemenangan berada di pihak SMA Merah Putih. Tim suksesnya Langit.
"Lang, ayolah kita kumpul. Makan-makan. Masa lo gak pernah ikutan." Ajak Daffa ketua Basket. Yang pendiam nan bijaksana.
"Eh, tim mading boleh ikutan lho... biar makin rame. Pasti seru. Ya, ya," Ujar Akbar sang Kakak Kelas yang ramah dan baik hati.
"Kribo ikut kali... kan aku juga mau dimanja..." Ujarnya dengan genit kepada Taqi. Si alim. Yang sontak membuat Taqi bergidik ngeri dengan Kribo.
"Bodoamat" Jawab Taqi.
"Gimana, Lang? Ikut ya..." Tanya Daffa kembali.
"Ok, deh. Tapi gue nyusul ya. Ada urusan dulu bentar. Kabarin aja lokasinya dimana." Ucap Langit.
"Okeeh..." Jawab Daffa.
"Tim mading gimana? Ikutan ya..." Tanya Aiko pacarnya Si Ncek. Ada Koko dan Cici. Hehehe...
"Yaudah. Tapi beneran gak ganggu?" Tanya Nabila.
"Enggak. Santai... kita yang makasih karena sudah dikasih kesempatan untuk mengukir moment bersama." Ujar Akbar.
"Yak elah... modus banget." Sahut Kribo yang ditanggapi dengan senyum malu-malu Nabila dan Akbar.
"Ngga, ikut gue bentar." Ajak Langit yang menarik Jingga dari keramaian.
Jingga dengan gelagapan bingung, ia menyerahkan kameranya kepada Mala.
"Tadi waktu disikut, perutnya luka gak?" Tanya Jingga dengan mendongakkan kepalanya.
Langit tinggi banget. Sama kayak namanya. Kadang Jingga suka pegel lehernya kalau ngobrol sama Langit. 😄
"Tunggu bentar disini. Gue ganti baju dulu." Ujar Langit.
"Eh, ntar dulu. Gue liat dulu coba. Sini," Ucap Jingga yang mendekat kepada Langit dan mengangkat baju basketnya.
Langit yang bingung dan memerah pipinya karena malu, sontak menjadi keki.
"Iihh... ntar dulu. Itu nanti makin biru kalo gak diobatin." Ujar Jingga yang menepuk punggung tangan Langit untuk menyingkir yang memegang kaos basketnya lekat-lekat.
Akhirnya pasrah saja Langit membiarkan Jingga mengobati lukanya.
"Tuh, kan... bener. Biru, ungu-ungu gini?? Udah kayak ubi ungu. Ini malem pasti berasa sakitnya. Dioles bentar pake salep ini pasti ilang nyerinya." Terang Jingga yang dengan lihai mengobati memar di perut Langit.
"Udah. Beres." Ucapnya sambil tersenyum puas. Sedangkan Langit membuang muka karena malu. Lucunya ekspresi mereka.
Tak lama Langit berganti baju, ia mengajak Jingga ke sebuah tempat. Pemakaman.
"Lo benci banget sama gue ya, Lang?" Tanya Jingga dengan muka memelasnya.
"Hah?!! Maksudnya?! Gak ngerti." Ucap Langit yang gak paham dengan Jingga.
"Ini, lo bawa gue ke pemakaman. Lo mau ngubur gue hidup-hidup? Biar gak berisik?" Tanya Jingga yang semakin ketakutan.
Langit tertawa geli mendengar Jingga bicara seperti itu. Tapi ia hanya menggandeng Jingga untuk naik ke bukit.
Ya. Mereka berada di makam Intan. Langit hanya ingin memberitahu Jingga tentang Intan.
Jingga membaca papan nisannya bertuliskan "Intan Rahayu Siswoyo". Jingga melihat kepada Langit memastikan bahwa jawabannya benar. Intan yang ada disini adalah sahabat Langit dan Bimo.
Langit berjongkok di makam Intan. Disusul dengan Jingga yang memanjatkan doa untuk Intan. Langit mengusap papan nisan Intan dan berdiri. Tapi, tidak dengan Jingga.
"Hai, aku Jingga. Salam kenal ya, Intan." Ucap Jingga. Langit bingung dengan sikap Jingga. Jingga tidak marah. Tidak bertanya juga.
Langit suka Jingga.
"Kamu sendiri disana ya? Tak apa. Langit dan Bimo setia kok sama kamu. Makasih ya, Intan. Sudah mencintai Langit selama ini." Ujar Jingga.
"Terima kasih karena masih mencintai Langit sampai ajal menjemputmu. Kali ini, tidak perlu khawatir. Aku yang akan jaga Langit. Kamu bisa tenang disana."
"Hari ini, Langit tanding basket. Kamu pasti tau kan, kalau Langit itu dari dulu suka basket dan jago banget main basketnya."
"Oh, iya. Tim basketnya Langit menang lho... malam ini kita mau makan-makan merayakan kemenangan tim basketnya Langit."
"Intan, tau gak? Waktu di GOR Basket tadi, berasa kayak bukan nonton basket. Tapi kayak nonton konsernya Langit. Kenapa? Banner tulisan " We ❤ Langit" bertebaran di mana-mana. Hahaha... lucu sih. Tapi aneh aja."
"Bantu Jingga juga ya, buat bikin Langit gak batu lagi. Gak keras kepala lagi. Nyebelin soalnya kalo udah keras kepala."
"Yang lebih nyebelinnya lagi, nyebelinnya Langit itu bikin kangen. Makin sebel gak tuh."
Ucap Jingga yang masih menghadap ke batu nisan Intan. Sedangkan Langit sedang berusaha menutupi rona merah pipinya.
"Intan... maafin Bimo dan Langit ya... mereka sayang sama kamu. Kamu beruntung punya sahabat seperti Bimo yang mencintaimu penuh perasaan dan Langit yang seperti pengawalmu. Menjagamu dimanapun kamu berada."
"Bahagia disana ya... dan..." Ucapan Jingga terhenti. Ia mengucapkannya dalam hati.
"Dan aku minta izin untuk menjaga dan mencintai Langit." Batin Jingga.
"Dan apa?" Tanya Langit kemudian.
"Dan bila esok, akan kembali." Jawab Jingga dengan candanya dan malah bernyanyi.
"Orang ditanya. Malah nyanyi." Jawab Langit.
Jingga tak menjawab. Ia kemudian berdiri dari jongkoknya. Namun, Jingga merasa sempoyongan, kakinya kesemutan. Dengan sigap Langit menopang tubuh Jingga.
"Hahaha... idih, gue kayak nenek-nenek. Baru jongkok sebentar udah kesemutan." Ucap Jingga.
Langit tak berbicara, ia menggendong Jingga hingga parkiran motor karena melihat Jingga kesulitan berjalan.
Sontak membuat Jingga terkejut dan merona pipinya. Ia memukul-mukul pundak Langit yang kekar. Percuma juga, kalah badan. Sampai di parkiran motor. Jingga langsung menepuk pundak Langit.
"Iihh.. nyebelin. Jangan main gendong-gendong gitu dong. Kan gue kaget." Ucap Jingga yang memonyongkan bibirnya.
"Udah gak usah manyun. Pakai helmnya." Sahut Langit kepada Jingga.
Kali itu motor Langit bukan Ninja lagi. Ia membawa motor koplingnya. Yaa... mendingan deh. Daripada Ninja.
"Ini jadi ketemu anak-anak kan?" Tanya Jingga kepada Langit.
"Iya." Jawabnya sambil menyalakan motor.
"Pegangan." Ucap Langit.
"Udah kok." Jawab Jingga yang memegang jaket kulit warna hitamnya Langit.
"Yang erat pegangannya."
"Iya. Ini udah Langiiit..."
"Serius mau gitu aja? Kalo jatoh gue gak tanggung ya."
"Iyaaa... ini udah pegangan."
"Oh, yaudah." Langit gas motornya dan membuat Jingga terjengkang kebelakang.
"Langiiittt !!!" Teriak Jingga sambil menepuk punggungnya dan memeluk Langit dari belakang.
"Kan tadi udah dibilangin pegangan." Ujar Langit dengan senyum sumringahnya.
"Iiihh... nyebelin." Ujar Jingga yang kesal sekali dengan Langit.
"Makanya, kalau dibilang pegangan ya pegangan. Jangan ngeyel." Ucap Langit.
"Nih, ini pegangang yang erat namanya." Ujar Langit yang memberhentikan motornya di pinggir jalan dan melingkarkan tangan Jingga di pinggangnya. Jingga hanya menurut saja. mengikuti Langit.
"Langitnya indah banget deh." Ucap Jingga yang sedang melihat langit.
"Gue indah? Gue Langit. Kok Indah?" Ujar Langit dengan candanya.
"Kalo Langit ini nih jelek namanya. Hahaha..." Ujar Jingga sambil menunjuk pipi Langit dengan telunjuknya.
Entah mengapa mereka merasakan aura yang berbeda. Begitu dekat, hangat, dan nyaman. Kebawa suasana sore mungkin.
Mereka bersinggah di pom bensin. Langit isi bensin dahulu. Jingga ke toilet mau buang air kecil. Pipis. Selang beberapa menit, Jingga kembali. Langit sedang menunggunya setelah isi bensin.
"Lang... masih jauh ya?" Tanya Jingga dengan suara manjanya.
"Kenapa? Ngantuk ya?" Tanya Langit yang mengusap puncak kepala Jingga.
"Agak ngantuk. Kena semilir angin mungkin. Hehehe..." Ujar Jingga yang sedang dipakaikan helmnya sama Langit.
"Yaudah, tidur aja." Jawab Langit dengan santai.
"Yee... ntar gue kejengkang kayak tadi klo tidur."
"Hahaha... lagian udah dibilang pegangan ngeyel." Ledek Langit kepada Jingga.
"Iya dah... ketawa deh ketawa. Sepuas anda." Ucap Jingga dengan wajah jutek.
"Maaf, maaf... udah dong, jangan manyun aja. Monas kalah tingginya sama bibir lo. Wkwkwk..." Ujar Langit yang senang sekali membully Jingga.
"Ya kali, bibir gue tinggi banget. Bodoamat Lang..." Ucapnya sambil tersenyum.
"Nah... klo senyum kan cantik."
"Klo ganteng itu, kamu."
Sontak keduanya tertawa terbahak-bahak. Gembira sekali mereka hari ini.
"Lang" Panggil Jingga.
"Apa? Ngantuk banget ya?" Tanya Langit yang mengkhawatirkan Jingga.
"Enggak kok. Izin peluk bentar ya..." Ujarnya yang mendekap Langit dan memeluk punggungnya.
"Kan gue belum izinin. Kok udah peluk?" Tanya Langit dengan candanya.
"Oh, iya. Maaf." Jawab Jingga.
"Hahaha... ngambek lagi. Turunin nih kalo ngambek mulu." Ujar Langit.
"Mana tangannya?" Tanya Langit. Yang lalu Jingga menjulurkan tangannya.
"Ini peluk namanya." Ucap Langit yang melingkarkan tangan Jingga di pinggangnya.
"Lo demam ya?" Tanya Langit.
"Dari kemaren juga demam."
"Kok gak bilang sih?"
"Ngapain. Orang cuma demam doang."
Langit memberhentikan motornya dipinggir jalan dan meminta tas punggungnya yang dibawa Jingga. Ia mengeluarkan sweater berwarna hitam miliknya.
"Pake."
"Ini gede banget gak sih?"
"Daripada demam lo makin nambah? Udah buru pake. Apa perlu gue yang pakein?" Ucapnya kepada Jingga.
"Eehh... gak usah. Gue pake sendiri."
"Kita pulang aja ya."
"Yaah... kok pulang."
"Kan lo lagi demam. Nanti makin parah demamnya."
"Gak apa. Kasian yang lain udah nunggu."
"Orang lo sakit gini."
"Gak mau. Tadi Chika udah sms, nungguin katanya."
"Terserah."
Langit yang kesal langsung melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Jingga tau bahwa Langit mengkhawatirkannya. Tapi Jingga juga tau kalo teman-temannya pasti menunggunya.
"Masih inget ada gue gak?" Tanya Jingga dengan mendekatkan wajahnya ke telinga Langit. Langit langsung memelankan laju motornya.
"Jangan marah, ya. I'm fine." Ucap Jingga sembari melingkarkan tangannya di pinggang Langit dan menyandarkan wajahnya di punggung Langit yang bidang tersebut.
Langit tak berbicara apapun. Tapi Jingga tau bahwa marahnya sudah mulai mereda.
*****
tak saling berkata
hanya saling tatap
tapi rasa yang berbicara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Fifi Dwi Purtranti
luar biasa dialog nya.. bikin hatiku berbunga2 juga
2020-06-19
0
Rosidah Ivan
npvel ini bagus kok g ada yg komen 🤔
2020-05-06
1