Part 18

"Nau ... Naura ...." Jonathan mengetuk pintu kamar Naura, "Nau kakak mo ngomong sama kamu."

"Nau capek kak, ngomongnya besok aja." Naura menatap pintu kamar dengan wajah sendu, lalu menarik nafas dalam dan menutup matanya sekilas. Cinta tak berbalasnya terlalu menyakitkan.

"Tuhan, kalau memang dia bukan untukku, tolong bantu aku untuk melupakannya." Naura sadar kalau dia tak bisa memaksakan perasaannya pada Jonathan dan yang bisa dia lakukan adalah berharap agar perasaan itu cepat hilang.

"Kakak ngapain lagi di depan kamar Nau?"

Bukannya menjawab, Jonathan malah melangkah pergi.

"Kakak suka Naura?" Langkah Jonathan terhenti. Pria itu diam sesaat sebelum membalik badannya dan tertawa.

"Pertanyaan aneh macam apa itu? Bagi kakak kamu ataupun Naura, kalian sama saja, adik kesayangan kakak. Menyukai Naura?" Jonathan tertawa sambil menggeleng kepalanya kecil, "Ya, tentu saja kakak menyukainya, tapi sebagai adik nggak lebih dari itu."

"Kakak yakin?" Hani mengangkat alisnya, seolah tidak percaya dengan omongan Jonathan. Entahlah, tapi Hani yakin kalo kakaknya itu punya perasaan khusus terhadap sahabatnya.

"Tentu saja, aneh aneh saja pertanyaan kamu Han." Jonathan masih tertawa.

"Terus kenapa kakak seposesif itu sama Naura? Aku perhatiin, kakak selalu gelisah tiap kali tau atau melihat Naura dengan seorang pria. Padahal nih, kakak nggak pernah seposesif itu padaku. Ini cuman perasaanku atau kakak yang nggak sadar sama perasaan kakak sendiri? Ingat ka, yang namanya terlambat itu nggak baik, termasuk juga terlambat menyadari perasaan kakak. Bisa saja saat itu Naura sudah punya pria yang dia sukai, bisa saja saat itu Naura sudah melupakan kakak."

Wajah Jonathan berubah datar, entah apa yang pria itu pikirkan.

"Kalian masih kecil, fokus pada kuliah dan nggak ada pacar pacaran sebelum kalian wisuda!" Lalu Jonathan membalik badannya lagi dan meneruskan langkahnya menuju kamarnya.

"Ck dasar keras kepala," gerutu Hani memperhatikan pintu kamar sang kakak yang barusan tertutup rapat.

Dibalik pintu kamarnya, ternyata Naura mendengar percakapan kakak beradik itu. Hatinya kembali sakit, mendengar Jonathan yang terus mengucapkan kata adik, adik dan adik. Jelas jelas mereka bukan adik kakak, jelas jelas Naura mencintai Jonathan, tapi pria itu hanya menganggapnya sebagai seorang adik. Sungguh, Naura tidak menginginkan status itu, dia ingin lebih dari itu, dia ingin menjadi kekasih Jonathan dan mendampingi pria itu selamanya.

"Dasar aneh, kalau ingin seorang adik, ya adopsi saja. Kenapa malah mengangapku sebagai adik?"

Naura terus terisak, gadis cantik itu bersandar dibelakang pintu, dengan kepalanya yang ditenggelamkan diantara dua lututnya.

*****

Jam 7 pagi, semua orang sudah berkumpul di meja makan, kecuali Naura yang sedang berjalan menuju meja makan tersebut.

"Anak bunda, cantik banget pagi ini," sambut bunda Citra dengan penuh semangat.

"Iya Nau, cantik banget weh." Hani ikut memuji.

"Emang kemaren kemaren Nau nggak cantik Bun?" Dengan santainya Naura mengambil duduk disamping Jonathan, melirik pria itu sekilas.

"Anak bunda mah selalu cantik, cuman tumben aja, hari ini dandan secantik ini. atau ...." Bunda Citra melempar tatapan penuh godaan, "Lagi naksir seseorang ya," tebak paruh baya itu yang langsung dibenarkan oleh Naura.

"Iya Bun, Nau lagi naksir berat sama seseorang. Tapi bun, nyesek nggak sih ternyata cowok yang Nau suka malah menganggap Nau sebagai seorang adik."

Semua mata tertuju pada Jonathan yang baru saja tersedak.

"Makannya hati hati dong Jo." Bunda menyodorkan segelas air.

Naura melirik Jonathan lalu tersenyum. Semalaman Naura sudah merenung dan akhirnya dia memutuskan untuk mengejar kak Jo-nya secara terang terangan. Dan kalaupun hal itu tidak membuahkan hasil, setidaknya Naura sudah pernah memperjuangkannya. Naura tidak ingin menyesal karena tidak melakukan apa apa untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Egois? Tentu Naura merasa egois, apalagi mengingat Jonathan yang sudah punya kekasih. Tapi, apa boleh buat, dia juga ingin memperjuangkan cintanya, dia ingin memiliki pria itu.

Jahat? tentu Naura merasa sangat jahat, karena secara tidak langsung dia berniat untuk merusak hubungan orang lain yang artinya dia akan merusak kebahagiaan wanita lain. Naura memang tidak menyukai Lyodra, tapi tetap saja dia merasa buruk.

"Ap - apa yang kamu bilang tadi? Pria yang kamu sukai hanya menganggapmu adik? Ya Tuhan, bodoh sekali pria itu. Masa sih, menolak anak bunda yang secantik ini," ucap bunda tanpa tau kalau pria yang dimaksud adalah anaknya sendiri.

"Ya, dia memang pria yang bodoh Bun," timpal Naura dan kembali melirik Jonathan yang sudah menatapnya datar.

Sedangkan Hani, gadis itu hanya menahan tawanya.

"Aku sudah kenyang." Jonathan berdiri dan berniat meninggalkan meja makan.

"Loh, makanannya kan belum habis Jo," protes bundanya.

Jonathan tidak menjawab, pria itu berdiri diam ditempatnya, menatap wanita cantik yang sedang tersenyum, sambil membawa satu paper bag ditangannya.

"Beib," ucap Jonathan yang mengalihkan perhatian semua orang. Mereka menatap ke arah yang sama dengan Jonathan.

"Lagi pada sarapan ya? Sorry kalau aku datang nggak bilang bilang." Lyodra mendekat lalu berhenti tepat di depan Jonathan.

"Morning beib," ucapnya tersenyum manis.

"Lah, kita kedatangan tamu nggak diundang." Hani berdiri dari meja makan, tapi Naura menahannya.

"Habisin makanannya Han, Ingat mata kuliah pertama kita dosen paling killer loh, kita butuh banyak energi biar nggak mati berdiri nanti." Naura malah terkekeh, sedangkan Lyodra, wanita itu sudah berpindah tempat dan berdiri di belakang kursi yang Naura duduki.

"Bisa aku duduk disini? Aku ingin duduk disamping kekasihku."

Naura menoleh sambil menatapnya sinis. "Kau tidak liat kalau aku sedang makan? Kalau ingin duduk disini, mungkin kau bisa menunggu sampai makananku habis." Lalu kembali melanjutkan makannya.

"Nau."

"Apa kak, kau ingin menyuruhku pindah juga?" Tanpa menoleh sama sekali dan terus menyuap makanannya.

"Lagian pacar kakak aneh banget, kayak nggak ada pikiran aja. Udah tau aku lagi makan, maen disuruh pindah aja."

"Naura!" Jonathan terlihat emosi.

"Beib." Lyodra menggenggam tangan Jonathan, "Nggak pa pa, aku duduk ditempat lain aja." Setelah itu, Lyodra menoleh pada bunda Citra dan ayah Rafa.

"Oh ya Bun-Yah, ini untuk kalian." Lyodra menyeramkan paper bag yang dia bawa.

"Semoga Bunda sama Ayah suka ya, itu aku buat sendiri."

Bunda membuka isi paper bag yang ternyata berisi cake.

Hani berdecak. "Apanya yang bikin sendiri, jelas jelas itu kue dari toko mouse & rabbit. Ck, kau pikir kamu sebodoh itu?" Hani berdiri karena sudah menyelesaikan makannya.

Sebelum benar benar pergi, dia menoleh pada Lyodra lagi. "Baru begini saja sudah berbohong, apalagi nanti." Lalu beralih pada Jonathan, "Ck, kak seleramu dalam memilih wanita sungguh buruk." Setelah itu, Hani berlalu pergi. Sementara Naura, masih asyik dengan makanannya.

"Beib." Lyodra memelas.

"Nggak pa pa, aku tau kamu nggak punya maksud buruk." Jonathan tersenyum sambil membelai lembut puncak kepala sang kekasih. Naura melirik sekilas, lalu berkomat kamit, seperti sedang mengejek keduanya.

5 Menit kemudian

"Nau, udah belum makannya?" teriak Hani yang sedang menuruni anak tangga. Tadi dia ke kamar untuk mengambil tas slim bagnya.

Tanpa menjawab, Naura berdiri dari duduknya. "Bunda-Ayah, Nau ke kampus dulu ya."

"Iya, kalian hati hati ya," ucap ayah yang akhirnya membuka suaranya.

Lalu Naura menghampiri Jonathan yang sejak tadi masih setia berdiri ditempatnya. "Nau ke kampus ya kak."Lalu berjinjit untuk mencium pipi Jonathan. Setelah itu, dia melirik Lyodra dan melemparkan senyum sinisnya.

Wajah Lyodra sudah memerah padam. Wanita itu sudah diliputi rasa marah, tapi sebisa mungkin ditahan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!