...RINTIK HUJAN
...
Disinilah Zia dan calon suaminya. Di suatu rumah makan tak jauh dari tempat tinggal Darren, jika bukan ibunya. Mana mau Darren mengajak Zia makan.
Zia terlihat fokus dengan ponselnya, beberapa menit yang lalu dirinya sudah selesai dengan makanannya. Tapi, si sultan ini masih belum selesai dengan makanannya. Sebab Darren melakukan meeting dadakan, al hasil dia menyuruh Zia terlebih dahulu makan.
Zia menatap Darren, jika dilihat laki-laki ini. Memiliki rahang yang tegas, lalu hidung mancung dan bola mata hitam yang tajam.
Zia berdo’a dalam hati, semoga semuanya berjalan dengan baik. Siapa yang tidak memimpikan membangun rumah tangga yang harmonis, terlebih jika saling mencintai dan saling mendukung.
Cinta datang seiring berjalannya waktu, namun apakah cinta itu bisa hadir dalam rumah tangganya nanti. Dilihat Darren saja sikapnya sudah jelas menolak perjodohan ini.
Jika dilihat Darren mendekati kata sempurna, namun sayang. Dia sangat dingin, jika tak suka maka dia tidak melirik.
“Kenapa?” Celetuk Darren. Menatap Zia yang melamun.
Zia tersentak kaget. “A-ak-aku ngak apa-apa.” Jawab Zia dengan gugup. Bisa-bisanya dia tertangkap basa.
Darren mengangguk. “Pulang.” Kata Darren. Berdiri, lalu merapikan kemeja putihnya yang sedikit kusut.
Zia ikut berdiri, menyusul pria dingin itu.
Banyak pasang mata yang menatap keduanya, mereka mengira jika Zia dan Darren adalah adik kakak. Yang baru saja pulang menjemput adiknya sekolah.
Didalam mobil hanya ada keheningan, seperti saat Darren menjemputnya disekolah.
Darren menatap Zia, lalu kembali fokus pada jalan.
“Jangan terlalu berharap.” Ujar Darren.
Zia yang semula menatap keluar kaca jendela mobil, menatap Darren tak paham.
“Maksud anda?” Tanyanya.
“Pernikahan ini, jangan banyak berharap.”
“Kenapa begitu?”
“Menurut lah, sedari awal saya tidak pernah setuju dengan perjodohan konyol ini.”
“Kenapa anda tidak menolak lebih awal?”
“Tidak semudah itu Zia.”
Zia diam. Belum juga menikah dan membina rumah tanggah. Darren sudah menolaknya, bagaimana hari-harinya nanti.
Asik melamun, mobil mewah itu terparkir rapih didepan rumah Zia.
“Tidak turun?” Darren tetap dingin. Tidak menatap kearah Zia.
Zia menatap sekitarnya, ternyata sudah sampai.
“Terimakasih sudah mengantar aku, anda hati-hati di jalan.” Ujar Zia.
Darren diam. Zia lalu turun dari mobil itu, menutup pintunya. Setelah Zia turun, tanpa pikir panjang. Darren menjalangkan mobilnya.
“Astaghfirullah.” Ujar Zia.
***
Hari yang ditunggu telah tiba. Disinali lah Darren duduk dengan perasaan yang campur aduk, didepannya duduk ayah dari calon istrinya. Digedung yang telah didekor sedemikian rupa, tempat ini menjadi saksi dimana perjalanan awal rumah tangganya kelak.
Berulangkali Darren membasahi bibirnya, rasa gugup menyelimutinya. Ada perasaan yang dia tak dapat utarakan. Beberapa detik lagi dia statusnya berubah.
“Santai saja nak, anggap saja kau sedang berhadapan dengan lawan bisnismu.” Bisik Aron. Memberi semangat untuk putranya yang begitu gugup.
Darren menatap ayahnya, dalam situasi seperti ini. Ayahnya masih sempat-sempatnya berkata seperti itu.
“Apakah bisa kita mulaikan?” Tanya penghulu itu.
Darren mengangguk mantap. Dirinya sudah sangat siap, walau beberapa menit lalu dia merasakan gugup yang luar biasa.
“Bisa.” Jawab Darren.
“Baik, silahkan anda menjabat calon mempelai laki-lakinya.” Ujar penghulu itu.
Abraham mengangguk. “Ayok nak.”
Darren menyambut uluran tangan Abraham. Menatap Abraham yang tersenyum kepadanya.
“Silahkan pak.”
Abraham mengangguk.
“BISMILLAHIIRAHMANIIRAHIIM. Saya nikahkan dan kawinkan engkau ananda Darren Andreas bin Aronald Andreas, dengan anak saya yang bernama Zia Putri Nelson dengan mahar seperangkat alat sholat, emas 24 karat dan uang tunai sebesar 1.728.836.12 rupiah. Tunai.”
Kalimat yang lantang. Memenuhi gedung ini.
“Saya terima nikah dan kawinya. Zia Putri Nelson binti Abraham Nelson, dengan mas kawin tersebut tersebut tunai.”
Hanya satu tarikan nafas saja. Darren mengucapkan Kabul, itu artinya mulai detik ini dan seterusnya Zia adalah tanggung jawabnya.
“Bagaimana para saksi, sah?”
“SAH.”
Kemudian penghulu itu. Membacakan do’a.
“Allahummaj’al hadzal ‘aqda ‘aqdan mubarakan ma’shuman wa alqi bainahuma ulfatan wa qararan daiman wa la taj’al bainahuma firqatan wa firaran wa khishaman wakfihima mu’natad dunya wal akhirah.”
Artinya; “Ya Allah, jadikanlah akad ini sebagai ikatan yang diberkahi dan dilindungi. Tanamkan ikatan diantara keduanya kerukunan dan ketetapan yang langgeng, jangan Engkau jadikan di antara keduanya perpecahan, perpisahan dan permusuhan. Dan cukupi keduanya bekal hidup di dunia dan akhirat.”
Abraham menatap istrinya. “Umi, bawa Zia kesini.”
“Baik mas.”
***
Dalam ruangan. Zia mendengar dengan lantang suara milik abinya, serta suara lantang Darren. Setetes air mata jatuh, buru-buru Zia menghapusnya.
“Ihhh, kok lo nangis? Jangan nangis dong, nanti ngak cantik lagi.” Celetuk Noni. Hari ini mereka izin tidak masuk sekolah, hanya untuk melihat sahabatnya melepas masa lajangnya.
“Ngak tau, tiba-tiba ajah nangis.” Kata Zia.
“Akhirnya lo kawin juga Zia, udah ada pawangnya.” Heboh Cantika.
Puk
“Bukan kawin, tapi nikah woi.” Tutur Noni. Membenarkan ucapan Cantika yang kurang tepat.
Cantika bodo amat. Menatap Zia yang sangat cantik hari ini, mereka turut bahagia karena sahabat mereka ini sudah memiliki seorang suami.
“Selamat ya cantik, gue masih ngak percaya Zia.” Ujar Cantika. Matanya tiba-tiba saja perih, segera mungkin mendongak agar air matanya tidak keluar.
“Loh, kamu nangis? Harusnya kan aku yang nangis bukan kamu cantika, nanti kamu jelek kalau nangis.” Kata Zia.
“Gue cantik ya hari ini, gue tuh terharu Zia.” Jawab Cantika.
Tok
Tok
“MasyaAllah, anak umi cantik sekali.” Itu Anggita. Berjalan pelan ke Zia.
Masih seperti mimpi, anak yang baru saja dia lahirkan. Sudah menjadi sosok istri, rasanya benar-benar mimpi.
“Umi.” Suara manja Zia. Memeluk Uminya yang berdiri tepat disampingnya.
Anggita membalas pelukan anaknya. “Jangan nangis ah, udah jadi istri itu ngak boleh cengeng lagi.”
“Umi. Zia beneran udah jadi istri?” Tanyanya polos. Kata istri sangat asing dia dengar, mungkin belum terbiasa.
“Iyalah Zia cantik, lo udah jadi istrinya sultan Andreas." Celetuk Noni. Gemas dengan pertanyaan polos sahabatnya.
“Iyakah?” Tanyanya lagi.
Anggita hanya menggeleng, putrinya ini sangatlah polos atau pura-pura polos.
“Udah, sekarang kita kebawah. Udah pada nungguin.” Kata Anggita. Menuntun Zia untuk berjalan.
Kedua sahabatnya mengikuti dari belakang. Setelah berada ditangga, semua mata tertujuh pada empat wanita yang menuruni tangga. Tapi, dari ke empatnya hanya satu yang paling mencolok. Siapa lagi jika bukan pengantin perempuannya. Zia Putri Nelson yang baru saja dihalalkan oleh pengusaha dan pembisnis kaya.
Darren akui, jika istrinya ini sangatlah cantik. Tapi, dia tidak memiliki tempat didalam hatinya. Masalalu tetaplah pemenangnya.
“Duduk disebelah suamimu nak.” Ujar Anggita.
Kemudian Zia duduk, menunduk dalam. Malu, salting bercampur menjadi satu. Tatapan orang-orang membuatnya begitu gugup.
“Sekarang. Darren pasangkan cincin itu pada istrimu.” Kata Reani. Berdiri tepat disebelah putranya, dekat dengan suaminya.
Darren mengambil cincin yang di berikan ibunya, lalu perlahan tangan besar itu meraih tangan dingin dan sedikit bergetar milik Zia. Apa dia gugup batinya.
“Nah. Zia pasangkan juga cincin itu pada suamimu.” Lanjut Reani.
Zia mengangguk. Menggapai tangan besar Darren, tangannya bahkan gemetar. Dia tidak pernah bersentuhan dengan laki-laki manapun kecuali ayahnya, ini untuk yang pertama kalinya.
Setelah memasangkan cincin, selanjutnya Darren menatap tak percaya pada ibunya.
“Zia, cium tangan suamimu. Dan Darren, cium kening istrimu setelah dia mencium punggung tanganmu.” Ujar Reani.
Darren ingin segera acara ini berakhir, dia sangat gerah dan entahlah perasaan ini.
Semua berjalan dengan lancer, tamu undangan tidak begitu banyak. Kedua kelurga pengantin, lalu beberapa rekan bisnis kedua orang tua mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Syiffitria
semangat thor :) mampir jugaa ya :))
2024-04-23
1
Rita Riau
ga mikir kali tuh si Darren,,, udah jelas" si masa lalu menghina merendahkan,,, memutuskan kan masih lagi bilang dia pemenang di hati, ini kalo ga bego,,,, songong 🤭🤔🙄
2024-04-23
0