Mendatangkan Bantuan

Tiga tahun kemudian........

Ailen yang tengah berada di kamar Alvin mendengar teriakan dari arah kamar Bobby, ayah mertuanya.

“Ma, apakah itu suara Papa?”

“Alvin, tunggu di sini yah? Biar mama cek.”

Ailen berlari ke arah kamar Bobby dan ternyata para pelayan juga sudah berkumpul di sana, termasuk Baskara, sekretaris pribadi kepercayaan Bobby.

“Pa! Bangun, Pa!” teriak Dave sambil mengguncang-guncang tubuh sang ayah. “Cepat panggil dokter!”

“Maaf, Tuan. Dokter sudah dalam perjalanan.”

“Bawa papa ke rumah sakit!” titah Ailen ynag baru tiba tanpa bertanya.

“Nggak. Dokter Willy akan datang lebih dulu daripada kita ke rumah sakit.”

“Tapi kita ngga bisa hanya menunggu!”

“Cukup! Di rumah ini, hanya aku yang boleh memberi perintah.” Bentak Dave.

“Kak!”

Din.. Din...

Terdengar suara klakson mobil dari arah halaman rumah.

“Dokter Willy sudah datang, Tuan.” Bisik Baskara sopan.

“Cepat! Suruh dokter Willy masuk!”

Dokter Willy langsung masuk ke dalam kamar dan memeriksa keadaan Bobby dengan seksama. Tak lama kemudian, ia menghela nafas.

“Tuan Besar sudah meninggal dunia. Akibat serangan jantung.”

“Apa?”

Ailen merasa ada yang janggal tapi dalam situasi seperti itu, ia tidak bisa terlalu banyak berfikir.

Mereka kemudian mengurus jenazah Bobby dan semua pemberitaan yang akan mereka berikan kepada publik.

*****************

Beberapa bulan setelah kepergian Bobby, kondisi perusahaan kian memburuk. Banyak masalah yang muncul dan membuat keadaan menjadi tidak stabil. Dave yang sejak kecil sakit-sakitan akibat kelainan jantung bawaan yang dimilikinya, tidak bisa terlalu sering pergi ke kantor. Jadi ia lebih banyak mengurusi pekerjaan dari rumah.

Setiap hari banyak karyawan yang datang dan pergi dari rumah Dave untuk menyampaikan laporan dan berdiskusi secara langsung dengan sang pucuk pimpinan Harrison Grup. Berkat itu, Ailen sesekali mendengar tentang kondisi terbaru perusahaan dan memahami apa yang sedang dihadapi suaminya.

Siang itu, Sherin yang kebetulan juga menjadi salah satu staf di Harrison Elektronik, salah satu anak perusahaan Harrison Grup, juga datang untuk menyerahkan laporan secara langsung kepada Dave. Setelah melihat Sherin keluar dari ruang kerja Dave, Ailen langsung membawanya masuk ke dalam kamarnya.

“Len, gimana kabar kamu?”

“Baik. Rin, sebenarnya apa yang sedang terjadi?”

“Setelah Tuan Bobby meninggal, perusahaan jadi kacau balau. Para dewan direksi dan pemegang saham seolah kehilangan kepercayaan terhadap perusahaan. Mereka tidak percaya kalau Dave bisa sepenuhnya memipin perusahaan dengan kondisi kesehatan seperti itu.”

“Apa yang mereka lakukan?”

“Para pemegang saham di Harrison Elektronik berbondong-bondong melepaskan saham mereka. Akibatnya nilai saham merosot tajam dan mempengaruhi seluruh bagian Harrison Grup. Kalau terus dibiarkan seperti ini, kemungkinan besar Harrison Elektronik akan runtuh.”

“Ngga. Itu ngga boleh terjadi. Harrison Elektronik adalah penopang terbesar Harrison Grup.”

“Kamu takut keluarga Harrison akan jatuh miskin?” goda Sherin. “Jangan khawatir, keluarga kalian tidak selemah itu.”

“Bukan. Bukan keluarga Harrison, tapi nasib para karyawan. Ada ratusan ribu nyawa yang bergantung pada perusahaan itu. kalau sampai ditutup......”

Sherin tersenyum, “Aku tahu kamu pasti bakalan mikirin itu. Tapi masalah ini cukup rumit.”

Ailen bergeming, larut dalam pemikirannya sendiri.

“Len, sori. Tapi aku ngga bisa lama-lama di sini. Masih ada kerjaan yang harus aku selesaiin di kantor.”

“Oke. Makasih yah...”

Sherin kemudian memeluk Ailen lalu kembali ke kantornya.

********************************

Malam itu, lampu di ruang kerja Dave masih menyala. Jadi Ailen memberanikan diri untuk mengetuk pintu dan mengganggu sang suami. Ia masuk sambil membawa cemilan dan minuman hangat untuk Dave.

“Len?”

“Sudah diminum obatnya, Kak?”

“Sudah. Kamu kok belum tidur?”

“Ini aku bawain kakak cemilan.”

“Ada apa?” tanya Dave to the point. Ia paham betul bahwa Ailen bukan tipe orang yang akan mendatanginya hanya untuk bergunjing atau berbagi curhatan.

“Aku dengar kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja.”

“Apa Alvin sudah tidur?”

“Sudah Kak.”

Dave menghela nafas. “Ada orang yang sengaja memprovokasi para pemegang saham dan jajaran direksi untuk menekan aku. Tapi kamu tenang aja, kita tidak akan jatuh miskin hanya gara-gara ini.”

“Apa yang mau Kak Dave lakuin sama Harrison Elektronik?”

“Mereka hanya satu dari sekian banyak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Jawab Dave singkat. “Sudah malam, sebaiknya kamu segera tidur.”

Tanpa banyak bertanya atau membantah, Ailen kembali ke kamarnya dengan patuh.

‘Ini ngga bisa dibiarkan. Aku ngga boleh diam saja dan menyaksikan banyak karyawan menjadi korban.’

***********************************

Pagi itu Ailen mengirimkan obat ke ruang kerja Dave. Ia melihat Dave sedang memeriksa tumpukan dokumen yang menggunung di mejanya.

“Waktunya minum obat, Kak.”

Dave melepas kacamatanya, lalu menghampiri Ailen yang meletakkan nampan berisi obatnya di atas meja tamu. “Alvin sudah berangkat sekolah?”

“Sudah, Kak.”

Dave meminum obatnya lalu kembali ke meja kerjanya. “Terima kasih, Len. Tapi aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku.”

“Baik Kak. Aku tidak akan mengganggu lagi.”

“Tuan! Tuan!” Kamil, tangan kanan Dave, datang dengan tergopoh-gopoh ke ruang kerja Dave.

“Ada apa, Mil. Kenapa berlarian seperti itu?”

“Lapor Tuan. Tuan Tom ada di bawah. Dia baru saja datang bersama rombongannya.”

“Apa?! Kenapa dia bisa ada di sini?”

“Maaf, Kak. Aku yang memintanya datang. Kita tidak bisa diam saja membiarkan perusahaan hancur satu persatu. Karena itu aku ingin membantu kakak. Lagi pula Kak Keysa ingin aku melindungi dan membantu kakak.”

Dave menghampiri dan menggenggam tangan Ailen yang memegang nampan. “Terima kasih, Len. Aku sama sekali tidak menyangka kalau kamu akan begitu perhatian terhadapku dan Alvin.”

“Kalau begitu aku permisi, Kak.”

Setelah kepergian Ailen, Dave kembali ke meja kerjanya dan menjatuhkan semua tumpukan dokumen dengan penuh amarah. nafasnya terengah-engah hingga membuat batuknya kian parah.

“Tuan, apa anda baik-baik saja?” tanya Kamil cemas.

“Kenapa dia bisa ada di sini? Dia bahkan tidak datang saat mendengar kabar kematian papa. Tapi dia langsung datang secepat kilat begitu Ailen memintanya." gerutu Tom dengan nafas tersengal-sengal. "Dan Ailen.... Berani-beraninya diq memanggil Tom pulang tanpa ijinku. Dia bahkan berani datang membawa segerombolan sampah. Apa kamu tahu apa yang hendak dilakukannya?”

“Maaf, Tuan. Saya bodoh, tidak tahu apa yang sedang Tuan pikirkan.”

“Sudahlah. Aku tahu aku tidak akan pernah bisa mengalahkannya dalam keadaan seperti ini. Jadi, biarkan saja dia melakukan apa yang dia inginkan.”

Tubuh Dave mulai oleng akibat sesak yang mulai menjalari dadanya. tapi Kamil dengan gesit menopangnya agar kembali tegap berdiri.

“Apa Tuan ingin saya mengusirnya pergi?” tanya Kamil ragu.

Dave menggeleng. “Biarkan saja dia menunggu.”

“Anda tidak ingin menemuinya sekarang?”

Dave menggeleng. “Antar aku ke kamar!”

“Baik, Tuan.”

**************************

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!