Tom membawa surat wasiat Keysa dan memberikannya kepada Bobby. “Pa, Papa ngga akan menyetujui pernikahan ini kan?”
Bobby membaca surat itu sekilas lalu menyerahkannya kepada Dave untuk dibaca.
“Pa!”
“Tom, papa tahu ini juga berat buat kamu. Tapi itu adalah keinginan terakhir Keysa demi Alvin. Lagipula itu hanya tiga tahun. Setelah itu semua akan kembali normal seperti sediakala. Apa yang perlu diributkan?” sahut Bobby panjang lebar.
Tom tertawa sinis. “Apa? Kembali seperti sediakala? Hah-ha...”
“Tom, aku tahu ini sulit untuk kita bertiga. Kalian sudah tujuh tahun bersama. Tapi kita tidak bisa mengabaikan wasiat Keysa begitu saja. Alvin baru empat tahun dan Ailen adalah orang yang paling dekat dengannya selain Keysa.” Imbuh Dave.
“Omong kosong!!”
“Tom! Bersikaplah dewasa. Bukan hanya Alvin, perusahaan juga membutuhkan Ailen untuk menjaga stabilitas dalam keadaan seperti ini.” lanjut Bobby.
Tom terkekeh dalam tangisnya, “Hah..Ha..Ha.. Perusahaan? apa tidak ada hal lain yang bisa papa pikirkan selain perusahaan? Kami manusia, Pa, bukan mesin. Kami punya perasaan yang juga harus papa pertimbangkan.”
“Cukup! Papa tahu kamu juga sedih dan terpukul karena kejadian ini. Tapi sebagai pria dewasa keluarga Harrison, kamu harus memikirkan keseluruhan situasinya. Jangan hanya memikirkan diri sendiri!”
“Baik. Tom tahu kalau perasaan Tom tidak pernah menjadi hal penting untuk dipertimbangkan di hadapan papa.” Tom menyeka air matanya dengan kasar. “Baiklah, lakukan saja semua yang kalian inginkan! Tapi tidak ada jaminan kalau aku tidak akan mengacaukan semuanya.”
Tom pergi meninggalkan rumah Ailen dengan penuh amarah.
“Pak Bobby, bagaimana ini?” tanya Pak Tito cemas.
“Segera selesaikan proses pemakamannya. Kita akan menikahkan mereka bulan depan.”
Dave tersenyum mendengar keputusan sang ayah. Tapi demi tetap terlihat sedang berduka, ia berusaha menyembunyikan senyumnya di balik air mata palsu yang terus berderai di samping pembaringan terakhir sang istri.
‘Seharusnya kau tahu persis, Tom, bahwa aku akan selalu mengalahkanmu bagaimanapun caranya.’
***********************
Sebulan kemudian.....
Karena tidak ingin merusak suasana berkabung, Ailen menolak pelaksanaan pesta pernikahan di rumahnya. Jadi Dave memilih sebuah gedung sebagai tempat pelaksanaan upacara pernikahan.
Dave menyambut kedatangan para tamunya, sementara menunggu Ailen tengah bersiap di ruang make up. Meskipun tidak semewah dan semeriah pernikahan pertamanya, tapi Dave tidak ingin bersikap tidak adil kepada Ailen dengan hanya melaksanakan janji pernikahan tanpa resepsi. Jadi ia memutuskan untuk mengundang beberapa kerabat dan tamu undangan penting saja untuk menjadi saksi dan menghadiri resepsinya.
Di tengah para tamu yang hadir, tidak sedikit dari mereka yang sibuk bergunjing tentang pernikahan itu.
(Aku sangat penasaran dengan pengantin wanita yang tidak tahu malu itu. Bagaimana bisa ia langsung menikahi kakak iparnya padahal makam kakaknya masih belum kering?)
(Dia pasti sangat mencintai Tuan Dave sampai tidak bisa menungu sedikitpun untuk menjadi istri keduanya.)
(Wanita seperti itu sangat tangguh. Bagaimana tidak, ia bahkan bisa mengalahkan rasa dukanya dengan hasrat dan cita-cita yang sangat besar, menjadi seorang nyonya kaya seperti kakaknya.)
Byur!
(Aduh!)
Tiba-tiba saja sup panas yang dibawa pelayan tumpah di pakaian para penggunjing itu. mereka berteriak kepanasan sembari memaki-maki pelayan yang sudah memohon maaf itu.
(Maaf, Tuan-Tuan. Tapi bukan saya yang sengaja menumpahkan sup ini. tadi ada orang yang menabrak saya dengan sangat keras.)
(Mana orangnya?)
(Tadi dia ada di sini.)
(Ah.... alasan!)
Tom berlalu sambil bergumam lirih, ‘Kalian seharusnya mendapatkan hujan lahar dengan mulut keji kalian itu.’
*******************
Sementara itu, di ruang make up, Ailen masih enggan untuk keluar dan menemui para tamu meskipun petugas wedding organizer berkali-kali memanggilnya untuk keluar.
“Len, apa kamu yakin akan melakukan semua ini?” tanya Sherin, sahabatnya yang tahu persis seberapa dalam hubungan Ailen dan Thomas.
“Apa dia akan datang?” gumam Ailen sambil menyeka air matanya.
“Kamu berharap dia datang?”
Ailen menggeleng, “Aku justru berharap dia benar-benar tidak akan datang karena aku takut akan goyah.”
Sherin memeluk Ailen. “Kalau kamu mau, aku bisa membawamu pergi dari tempat ini.”
Ailen kembali menggeleng. “Aku tidak bisa meninggalkan Alvin. Kak Keysa sangat menyayangi Alvin dan aku tidak ingin membuatnya kecewa.”
“Baiklah, segera persiapkan dirimu! Aku akan keluar untuk mengecek keadaan di luar.”
Ailen berdiri membelakangi pintu yang dilalui Sherin sambil memandangi penampilannya mengenakan gaun pengantin di depan cermin. Lalu tak lama kemudian, pintu di belakangnya terbuka. Tapi bukan Sherin yang masuk, melainkan Tom yang bayangannya terpantul di cermin yang berada di hadapan Ailen.
Ailen tercekat. Tubuhnya kaku seketika. Jantungnya berdebar kencang hingga nyaris copot kalau saja itu buatan cina. Ailen tidak mengenali arti dari debaran kuatnya itu. Entah lega atau justru cemas melihat sosok pria yang sedang berdiri di belakangnya itu.
Tom langsung menarik tubuh Ailen hingga menghadap ke arahnya. Dengan tatapan tajam yang sama, Tom kembali menanyai Ailen. “Apa kau yakin masih menginginkan ini?”
Ailen bergeming.
“Kalau kau mau, aku akan membawamu pergi sekarang juga. Tidak akan ada orang yang bisa menghentikanku.”
Ailen lagi-lagi menepis tangan Tom, “Kau tahu betul kalau aku bukan orang yang akan mundur setelah memutuskan.”
Tom kembali meraih lengan Ailen dan menariknya mendekat. Sekarang wajah mereka berhadapan dengan jarak yang hanya beberapa centi meter saja. Mata mereka bertatapan saling menyelami dan menerka perasaan masing-masing.
“Aku akan membuatmu menyesal dengan keputusanmu!” ujar Tom sambil menelanjangi wajah Ailen dengan tatapan tajamnya, mulai dari mata, hidung hingga bibir yang sering dijamahnya dulu.
Ailen tak mampu berkata-kata. Ia hanya bisa pasrah sambil menahan rasa sakit yang menyayat-nyayat hatinya.
Tom kemudian menghempaskan tubuh Ailen lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Tubuh Ailen lemas seketika. setelah kepergian Tom, tiba-tiba saja kakinya menjadi lemah hingga seperti lumpuh. Ia jatuh terduduk di sofa dengan perasaan berkecamuk.
Tak lama kemudian Sherin masuk dan melihat Ailen terengah-engah sambil memegangi dadanya. dengan penuh kecemasan, Sherin menghampiri Ailen dan memeriksa keadaannya.
“Len, kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?”
Ailen hanya bisa mengangguk.
“Len, biar aku panggilin Kak Dave kesini yah?”
Tapi Ailen lebih dulu menahan tangan Sherin sambil menggeleng. Sherin kembali duduk di samping Ailen dengan wajah cemas.
“Apa kau bertemu Tom?”
Sherin menggeleng. “Aku sudah memeriksa semua tempat dan menanyai semua pelayan, juga Dave. Tapi tidak ada seorang pun yang melihat kedatangan Tom. Dave bilang, Tom tidak akan datang seperti perkataannya saat meninggalkan rumah.”
‘Jadi tidak ada seorang pun yang tahu kedatanganmu?’
“Apa kau mau aku memeriksa sekali lagi?”
Ailen menggeleng. “Sudah waktunya. Ayo kita keluar!”
“Apa kamu yakin?”
Kali ini Ailen mengangguk. Tidak ada lagi yang bisa menahan langkahnya. Akhir hubungannya dengan Tom juga baru saja diputuskan. Ia tidak punya waktu lagi untuk berharap sesuatu yang mustahil bersama Tom. Satu-satunya yang masih bisa ia lakukan adalah menyelesaikan apa yang sudah dimulainya. Tidak peduli apa yang akan terjadi kelak, ia tidak bisa mundur setelah memutuskan.
‘Maafkan aku, Tom. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk berjodoh satu sama lain.’
Sementara itu, dari salah satu sudut ruangan, diam-diam Tom menyaksikan pernikahan paling dikutuknya itu. Ia yang seharusnya berdiri di samping Ailen yang tengah mengenakan gaun putih itu, bukannya Dave, kakak yang sangat disayanginya. Tapi takdir telah merenggut segalanya tanpa sisa sedikitpun. Baik Harrison Grup, keluarga bahkan Ailen, satu-satunya wanita yang dicintainya, juga telah direnggut tanpa ampun.
‘Tunggu sampai hari itu tiba! Maka aku sendiri yang akan menuliskan takdir untuk kalian semua.’
********************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments