Kehidupan Barra

Barra masih menatap tajam Riana yang duduk di sampingnya, mencoba mencari tahu mantra apa yang dikatakan olehnya, sehingga ayahnya dengan mudah merestuinya sebagai menantu.

'Kenapa ayah nggak marah?' batin Barra.

Di sisi lain, Riana mulai menciut ketika Barra menatapnya tajam. Riana yang berharap ayah Barra akan murka dengan kejujurannya, ternyata malah dengan senang hati menerimanya sebagai menantu tanpa menanyakan hal-hal lain seperti latar belakang keluarga dan lain-lain.

'Aku salah ngomong ya?' pikir Riana.

"Kamu tunggu disini. Makan saja kalau kamu lapar. Saya mau bicara sama ayah," kata Barra lalu pergi menuju tempat ayahnya berada.

Riana menatap hidangan di depannya. Menu-menu yang begitu menggiurkan. Namun, nampaknya tak sopan memakan tanpa ada tuan rumah di dekatnya.

"Silakan dimakan," sebuah suara mengejutkan Riana. Ternyata wanita yang duduk di samping ayah Barra kini sudah kembali memasuki ruang makan.

"Eh iya, Tante," kata Riana sedikit malu karena sebenarnya dia ingin makan.

Riana merasa aneh. Wanita itu terlihat terlalu muda untuk jadi seorang ibu dari pria berusia sekitar dua puluhan keatas.

"Saya ibu tiri Tuan Barra. Perkenalkan, nama saya Lena," kata wanita itu memperkenalkan diri seolah tahu keheranan Riana.

"Ibu kandung Tuan Barra meninggal tiga belas tahun yang lalu akibat penyakit kanker otak. Setahun kemudian, ayah Tuan Barra melamar saya," cerita Lena.

"Hubungan Tuan Barra dan ayahnya bisa dibilang rumit sejak kepergian Nyonya. Tuan Barra lebih banyak diam dan melakukan hal-hal yang disukainya semenjak ibunya meninggal, tanpa menghiraukan ayahnya. Saya sendiri tidak begitu tahu permasalahannya. Setiap kali saya mencoba membuat mereka lebih dekat seperti dulu, ujung-ujungnya malah bertengkar," lanjut Lena.

"Oh ya. Saya sekretaris Tuan Hendra, jadi sedikit banyak saya tahu tentang yang terjadi di rumah ini sebelum saya menikah dengannya," imbuh Lena.

'Pantesan masih terlihat sangat muda,' pikir Riana.

"Eh, nama Nona siapa?" tanya Lena sopan.

"Eh? Riana. Jangan panggil saya Nona," kata Riana merasa aneh dipanggil Nona oleh calon ibu mertuanya.

"Nggak apa-apa. Bahkan saya tetap memanggil Tuan Barra dengan sebutan 'Tuan'. Bagaimanapun, saya tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Nyonya di hati Tuan Barra," kata Lena.

"Mari, dimakan," ajak Lena sekali lagi.

"Eh, iya. Nanti saja nunggu Tuan Barra," jawab Riana.

"Pembicaraan antar pria itu, sepertinya akan menyita cukup banyak waktu," komentar Lena, sambil tersenyum ke arah Riana.

"Saya tinggal dulu, Nona. Biarpun sudah menjadi isteri, saya tetap menjadi sekretaris Tuan Hendra. Saya akan melanjutkan pekerjaan saya. Silakan langsung makan saja. Terkadang diskusi Tuan Barra dan Tuan Hendra cukup alot," kata Lena.

"Eh, iya,"

Lena berlalu meninggalkan ruang makan, meninggalkan Riana yang duduk sendiri meresapi bagaimana kehidupan Barra yang sebenarnya. Bukan hanya Riana saja yang kehilangan orangtua. Barra pun merasakan beratnya kehilangan seorang ibu. Ditambah ayahnya yang kemudian menikah lagi. Mungkin bukan hanya kehidupan Riana yang berat, tapi juga Barra.

'Apakah karena itu Si Gunung Es tercipta?'

***

"Ayah merestui Barra menikah dengan Riana?" tanya Barra pada ayahnya, heran.

"Bukankah itu kemauan mu?" tanya Tuan Hendra.

"Ayah tau, kamu akan asal memilih calon isteri untuk mendapatkan investasi ayah. Tapi, ayah tidak menyangka kamu akan memilih gadis jujur seperti dia. Menarik," kata Tuan Hendra, disusul dengan tawa kecil.

"Jujur? Hanya itu? Ayah tidak menilai yang lain?" tanya Barra, merasa tidak percaya ayahnya akan dengan mudah menerima Riana.

"Apa? Status sosial? Latar belakang keluarga? Semua itu tidak penting di mata ayah. Ayah mengatakan padamu untuk menikahi wanita yang bisa diandalkan, bukan wanita dari kalangan kaya raya. Dan sepertinya kamu mendengarkan ayah untuk masalah yang satu ini," kata Tuan Hendra.

Barra seakan tak percaya. Dia kira, dia akan membuat ayahnya murka malam ini karena membawa Riana, gadis dari keluarga biasa. Ternyata malah sebaliknya. Semua itu karena sikap Riana yang terang-terangan. Meskipun Barra tahu, tujuan dari sikap Riana adalah agar ayah Barra menolak pernikahan mereka. Tetapi, malah justru sebaliknya. Ayah Barra menyukai kejujuran Riana.

"Kalau awalnya kamu hanya asal memilih saja, saran ayah, mulai sekarang pertahankan dia. Sulit mencari orang yang jujur sekarang ini," kata Tuan Hendra lalu pergi meninggalkan Barra.

Barra terduduk di sofa ruang kerja ayahnya, mengacak rambutnya kasar. Dia benar-benar tidak memahami ayahnya dari dulu sampai sekarang. Disaat ibunya tengah berjuang melawan penyakitnya, ayahnya masih sempat bekerja hingga tak kenal waktu. Bahkan di detik-detik terakhir ibunya menghembuskan nafas, ayahnya masih berkutat dengan pekerjaan.

Setahun kemudian, ayahnya menikahi sekretarisnya yang jauh lebih muda dari ayahnya, membuat Barra berpikir bahwa Lena hanya akan menguras harta ayahnya saja. Tiga belas tahun berlalu, dan Lena masih setia di samping ayahnya, melakukan pekerjaan sekretarisnya dengan baik dan dapat diandalkan oleh ayahnya.

'Dapat diandalkan?'

Barra beranjak dari ruang kerja ayahnya, memutuskan untuk mengantar Riana kembali ke apartemennya. Barra merasa tak perlu berlama-lama di rumah orangtuanya, toh ayahnya sudah menyetujui pernikahannya dan investasi akan segera dia dapatkan.

Barra berjalan menuju ruang makan. Tak ada orang disana. Dimana Riana? Barra mencoba mencarinya ke depan. Di teras hanya ada Rei yang berdiri menunggu.

"Ada masalah, Tuan?" tanya Rei ketika melihat tuan mudanya keluar dengan wajah panik.

"Wanita itu menghilang," kata Barra.

"Saya akan mencarinya," kata Rei lalu bergegas menyusuri tiap sudut rumah yang megah bak istana itu.

Barra tidak mungkin hanya diam menunggu. Dia mencoba menyusuri pintu samping di dekat ruang makan. Berjalan menuju taman di samping rumah yang cukup luas. Dari kejauhan, Barra melihat sebuah sinar kecil di tengah taman. Barra berlari ke arah sinar itu.

Riana tengah berdiri di tengah taman memainkan ponselnya, sambil sesekali melihat ke langit yang ternyata dipenuhi bintang. Barra melihat wajah Riana yang disinari cahaya temaram lampu taman. Barra tak pernah memperhatikannya seperti saat ini.

Ada sesuatu di wajahnya yang membuat perasaan Barra yang kacau seketika berubah lebih tenang. Barra melihat Riana duduk di bangku taman sambil menatap langit.

"Kenapa nggak tunggu saya di dalam?" tanya Barra ketika sudah duduk di samping Riana. Riana terkejut.

"Eh, Tuan sudah selesai?" Riana balik bertanya.

"Saya bosen di dalem. Sepi. Jadi saya keluar. Lebih banyak temennya," kata Riana sambil menunjuk langit yang berbintang.

"Ayo pulang," ajak Barra sambil beranjak dari bangku taman.

"Maaf..." ucap Riana tiba-tiba. Barra menoleh ke arah Riana.

"Untuk apa?" tanya Barra bingung.

"Bukankah seharusnya tadi saya diam saja?" tanya Riana. Barra menghela nafas panjang, lalu kembali duduk.

"Justru karena kamu banyak bicara, saya jadi tidak perlu tenaga ekstra untuk menghadapi ayah saya," kata Barra.

"Ayah Tuan sepertinya baik. Meski pada awalnya menyeramkan, tapi ternyata menyenangkan juga," komentar Riana. Barra terdiam.

"Entah kapan terakhir kali saya melihat dia tertawa seperti tadi," kata Barra sambil menatap langit.

"Eh?"

Riana tak tahu harus berkata apa. Riana ingat cerita Lena bahwa hubungan Barra dengan ayahnya rumit sejak ibunya meninggal.

"Saya kira, cuma saya satu-satunya manusia yang memiliki kehidupan yang keras. Ternyata, orang kaya seperti Tuan juga mengalaminya," kata Riana memecah keheningan. Barra melihat ke arah Riana.

"Sekeras apapun itu, saya bersyukur saya tidak menyerah di tengah jalan dan terus melangkah ke depan," lanjut Riana.

Dari kejauhan, Rei mendengarkan kata-kata Riana. Rei merasa Tuan Barra akan meledak mendengar kata-kata Riana. Tapi, dilihatnya Tuan Barra hanya menatap wanita di sampingnya. Tatapan yang tak pernah Rei lihat selama ini.

'Apakah Tuan mulai tertarik dengan Nona?'

***

Episodes
Episodes

Updated 67 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!