Kost Baru

Sore sudah menjelang. Rasanya Riana malas untuk pulang ke kostnya. Langkah Riana berat. Riana terkejut ketika Rei sudah menunggunya di lobi.

"Silakan Nona," kata Rei sambil berjalan menuju mobil dan membukakan pintu mobil untuk Riana. Riana merasa sedikit risih dengan perlakuan ini. Banyak staff lain yang melihatnya. Meskipun satu bulan lagi mereka juga akan tahu, tapi untuk saat ini rasanya perlakuan ini terlalu istimewa.

"Mmm... Pak..."

"Panggil saja saya, Rei, Nona. Saya belum setua itu," kata Rei memotong kata-kata Riana.

"Oh, oke. Rei, lain kali biar saya buka pintu mobil sendiri," kata Riana.

"Saya akan mendapat masalah kalau begitu, Nona," kata Rei. Riana manggut-manggut.

"Eh, jangan panggil Nona juga,"

"Kira-kira kalau Anda ini calon isteri Tuan Barra saya harus memanggil Anda apa? Ibu? Tidak mungkin kan? Atau Nyonya?"

"Eh, Nona aja nggak apa-apa," kata Riana menyerah. Sepertinya Rei hanya akan mendengarkan Barra.

"Tuan Barra beneran nggak ikut kan?" tanya Riana sambil menoleh ke belakang siapa tahu ada mobil yang mengikutinya.

"Tuan sedang ada janji temu dengan klien. Mungkin akan selesai pukul enam sore nanti," jelas Rei. Riana manggut-manggut sambil tersenyum.

"Rei, kamu nggak tahu kenapa Tuan Barra memilih saya menjadi isterinya?" tanya Riana penasaran.

"Maaf, Nona. Saya tidak pernah mencampuri urusan pribadi Tuan," jawab Rei.

'Sudah ku duga,'

"Kamu juga nggak menyarankan kandidat yang lebih baik?" tanya Riana penuh selidik.

"Pilihan Tuan Barra pastilah yang terbaik," jawab Rei. Riana tak percaya dengan jawaban Rei.

'Bukankah tugas sekretaris menyarankan yang terbaik?' pikir Riana.

Riana memutuskan untuk diam di sisa perjalanannya. Nampaknya sia-sia saja mencoba mengobrol dengan Rei yang sudah seperti robot. Riana melepaskan pandangan ke luar jendela. Pikirannya mengembara. Hidupnya jadi berubah setelah kemarin. Status sosialnya juga akan berubah ketika dia menikah dengan Barra nanti. Riana merasa ragu bahwa dia bisa menjadi isteri yang sepadan dengan Barra.

Riana menghela nafas panjang, meratapi dirinya yang tak bisa menolak pernikahan ini. Meskipun Barra adalah calon suami yang sempurna dilihat dari status sosialnya, namun Riana merasa ada yang tidak tepat dengan pernikahannya nanti. Bagaimana mungkin seorang pria tiba-tiba ingin menikah dengan seorang wanita yang baru saja dilihatnya? Riana merasa ada sesuatu yang menjadi alasan pernikahan tiba-tiba itu. Apapun itu, Riana akan siap menghadapinya. Lagi pula dia tidak mencintai Barra. Alasan Riana menerima pernikahan ini hanya karena dia tak ingin kehilangan pekerjaannya.

Tak terasa mobil telah berhenti di kost Riana. Rei membukakan pintu mobil. Riana yang masih tidak biasa dengan itu menunduk sebagai tanda terimakasih. Riana berjalan menuju kamar kostnya diikuti Rei. Riana dibantu Rei mengeluarkan barang-barang yang sudah dikemas dari kamar kostnya. Riana menyisir kamar kostnya sekali lagi sebelum meninggalkannya. Dia akan sangat merindukan kamar ini.

"Mari Nona," ajakan Rei menyadarkan Riana. Riana menutup pintu kamar kostnya lalu mengetuk pintu kamar Ibeth. Pintu kamar dibuka.

"Aku pamit ya, Beth. Tolong kuncinya titip kasih ke ibu kost," pamit Riana.

"Oke. Ati-ati ya, Ri. Main-main kesini kalo ada waktu," kata Ibeth.

"Iya, Beth. Aku pamit ya," kata Riana sambil berlalu menuju mobil yang sudah menunggunya.

'Beruntung banget lo, Ri, tiba-tiba dipinang sama CEO kaya raya,' batin Ibeth ketika melihat punggung Riana masuk ke dalam mobil.

Rei mengendarai mobil perlahan menuju rumah kost mewah yang akan ditempati Riana. Riana lagi-lagi melayangkan pandangan ke luar jendela. Pikirannya melayang, membayangkan kehidupan barunya di kost mewah. Apakah Riana akan mendapat teman tetangga kost yang baik seperti Ibeth? Apakah Riana bisa mempercayai orang-orang yang tinggal disana?

Tak mudah bagi Riana untuk percaya dengan orang yang baru dia kenal. Sama seperti dengan Barra. Riana tidak percaya bahwa alasan Barra menikahinya hanya karena dia suka dan ingin menikah dengannya.

'Wanita bodoh macam apa yang percaya pada cinta pada pandangan pertama?' gerutu Riana dalam hati.

Riana menghela nafas panjang. Riana sudah terbayang dia akan kesepian di kost barunya tanpa Ibeth, tanpa ada teman bercerita. Tubuh Riana semakin melorot di kursi penumpang. Rei memperhatikan calon nona mudanya yang tampak sedih dan tak bersemangat.

'Sepertinya memang Nona bukan wanita yang bisa dimanjakan dengan uang,' batin Rei.

Rei tersenyum, merasakan pilihan tuan mudanya tidak salah. Meski latar belakang keluarganya tidak setara dengan keluarga tuan muda, namun, untuk hal lain, di mata Rei, Riana memiliki nilai sempurna.

Mobil masuk ke pelataran kost mewah. Riana cukup takjub dengan betapa luasnya tempat kost barunya. Mungkin bisa dibilang tempat ini lebih pantas disebut apartemen kecil daripada tempat kost. Halaman depannya luas, dapat menampung lima sampai enam mobil, dilengkapi tempat parkir underground untuk para penghuninya. Riana semakin merasa tidak pantas tinggal disana.

'Sepertinya aku salah tempat,' batin Riana.

"Mari Nona," kata Rei sambil berjalan menuju kamar Riana. Sepertinya Rei sudah tahu nomor kamar yang akan ditempati Riana. Beberapa orang membantu membawakan barang-barang Riana ke kamarnya. Kamar Riana terletak di lantai dua, nomor kamar 205. Rei membukakan pintu dengan kunci cadangan.

'Hah? Dia punya kunci juga? Jangan bilang kost ini bebas dimasuki cowok?' pikir Riana.

"Silakan Nona," kata Rei mempersilakan Riana memasuki kamar. Rei menunggu di depan pintu. Orang-orang yang membawakan barang meletakkan barang-barang Riana di lorong depan pintu.

Riana tertegun melihat kamar barunya. Seperti yang dia duga, ini lebih tepat disebut mini apartemen daripada kamar kost. Kamarnya luas jika dibandingkan dengan kamar kost lama Riana. Ada dapur mini di dekat lorong pintu masuk. Kamar mandi dan laundry room terletak di belakang dapur. Satu set meja makan minimalis dengan dua kursi berada di seberang dapur. Dilanjutkan dengan bed ukuran 120x200 yang terletak di dekat sliding door yang terbuat dari kaca. Lemari tiga pintu jadi sekat anatara ruang makan dan tempat tidur. Riana berjalan menuju sliding door, membukanya dan menemukan balkon kecil disana. Riana dapat melihat matahari terbenam dari balkonnya. Sungguh, kamar kost yang terlalu mewah untuknya.

Riana menatap cakrawala jingga yang indah. Sejenak mensyukuri apa yang telah didapatnya saat ini. Meski begitu, Riana merasakan sesuatu yang berat di dadanya. Seperti ada sesuatu yang harus dia berikan sebagai ganti semua fasilitas yang mewah ini. Ya, dia harus memberikan hidupnya untuk semua ini. Bisakah Riana lari dari ini? Bisakan Riana mencoba sekali lagi menolak Barra? Sekali lagi Riana menghela nafas panjang.

'Sepertinya akan sia-sia mencoba,'

***

Episodes
Episodes

Updated 67 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!