Daya Tarik Riana

Pagi ini rasanya Riana enggan bangun. Dia berharap semua yang terjadi kemarin hanya mimpi. Tapi, melihat semua barang-barang di kamar kostnya sudah dikemas rapih, sepertinya apa yang terjadi kemarin benar-benar nyata.

Riana masih enggan bangun. Matanya masih lelah karena semalam tidurnya tidak terlalu nyenyak. Ponsel Riana berdering. Sebuah nomor asing menelepon Riana.

'Siapa pagi-pagi telepon?' pikir Riana.

Riana mengerutkan alis, ragu-ragu menjawab teleponnya.

"Ya?"

"Saya jemput tiga puluh menit lagi,"

Sambungan terputus.

'Apa? Siapa? Tuan Barra? Jemput aku? Dia pasti becanda kan? Wait, tiga puluh menit!'

Riana bergegas bangun dan menyaut handuknya lalu mandi. Bagaimana bisa sepagi ini dia sudah dihantui oleh Tuan Barra? Bagaimana nanti kalau dia sudah menikah? Riana tak bisa membayangkan. Waktu mandi Riana yang biasanya begitu dia nikmati, kini hanya dilakukannya begitu saja. Tak ada waktu untuk berlama-lama mandi.

Setelah memakai baju yang sudah dipersiapkan semalam –karena semua sudah dikemas– Riana memantas diri sebelum akhirnya keluar kamar dan mengunci pintu. Ibeth tidak terlihat di depan kamarnya. Mungkin dia harus berangkat pagi hari ini.

Tak berselang lama, mobil Barra nampak berhenti di pelataran kost Riana. Riana bergegas menghampiri mobil dan masuk ke dalam. Rei yang sudah siap untuk turun dan membukakan pintu langsung mengencangkan kembali sabuk pengamannya.

'Benar-benar wanita yang tidak mau merepotkan orang,'

Riana masuk ke mobil Barra lalu duduk begitu saja.

"Oke. Lolos ujian ketepatan waktu," komentar Barra tanpa melihat Riana. Rei melajukan mobilnya perlahan meninggalkan kawasan kost Riana.

'Hah? Ujian ketepatan waktu? Memangnya aku mau masuk militer?' pikir Riana. Sambil mendengus, dia melemparkan pandangan keluar jendela mobil.

"Mulai hari ini kamu ke kantor bareng saya," kata Barra. Mata Riana terbelalak. Dia menoleh ke arah Barra.

"Kenapa?" tanya Barra yang risih melihat ekspresi Riana.

"Nggak usah repot-repot, Tuan. Saya bisa kok berangkat sendiri," kata Riana hati-hati. Dia tidak ingin setiap pagi diganggu dengan melihat wajah keras Barra.

"Sebagai latihan kamu, bahwa kalau nanti kita sudah menikah, kita juga akan berangkat ke kantor bersama," kata Barra. Riana tersenyum kecut. Bisakah dia menganggap pernikahan ini hanya lelucon? Kenapa Barra begitu ingin menikah dengannya? Bukankah banyak cewek lain yang lebih baik kualitasnya dibanding Riana? Riana tak bisa menjawab semua pertanyaan yang ada di kepalanya. Rasanya sepagi ini kepalanya sudah sangat pusing.

"Nanti sore, sepulang kerja, Rei akan mengantar kamu ke kost lama untuk pindah ke kost baru," kata Barra.

"Tuan nggak ikut?" tanya Riana memastikan bahwa dia akan sendirian.

"Saya ada janji dengan klien," jawab Barra singkat. Riana tersenyum simpul. Nampaknya dia akan bisa menikmati waktu istirahatnya setelah pindah kost.

Barra melirik Riana, melihat ekspresi bahagia yang dia sembunyikan ketika mengetahui Barra tidak ikut mengantar kepindahan Riana. Senyum licik terkembang di wajah Barra.

'Kamu mudah sekali dibaca,'

***

"Tugas lo, Ri, bikin sketsa karakter yang lo bikin kemarin jadi sempurna," kata Raga membagi tugas.

"Dinda dan Leo mulai bikin program gamenya," lanjut Raga.

Setelah kemarin seharian harinya kacau, hari ini Riana bisa merasa bekerja seperti karyawan normal lainnya. Riana dengan serius mengerjakan bagiannya. Dia mulai menggambar lewat aplikasi di komputernya. Dari jauh, seseorang tengah memperhatikan ketekunannya. Arka merasa harus memastikan bahwa wanita yang akan dinikahi Barra benar-benar wanita yang baik. Meskipun Arka menilai Riana bukan tipe wanita yang akan mengincar harta dan status sosial, Arka tetap ingin memastikan bahwa Riana adalah seperti yang dia bayangkan.

'Gue harus pastiin Barra nggak salah pilih,'

Ternyata tak hanya Arka yang tengah memperhatikan Riana. Raga yang kemarin merasa tertarik dengan hasil sketsa Riana kini memperhatikan cara kerja Riana yang cepat, namun teliti pada tiap detail. Raga tak mengira di timnya akan ada seorang wanita yang mungkin bisa diandalkan.

"Ga, bisa kamu cek dulu hasilnya?" tanya Riana membuyarkan lamunan Raga. Raga lalu berdiri dan mendekat ke meja Riana. Dilihatnya gambar yang ada di layar komputer Riana. Sempurna. Karakter itu akan dengan mudah menarik anak-anak.

"Good job, Ri. Sekarang kita tinggal masukkan saja karakter ini di rancangan gamenya. Bisa send ke gue filenya?" kata Raga.

"Oke," Riana dengan cepat mengirim file yang diminta ke alamat email Raga.

"Keknya ada yang punya gebetan baru nih," bisik Leo pada Raga. Raga hanya menatap Leo tajam. Dinda yang mendengar bisik-bisik Leo jadi tak dapat fokus pada pekerjaannya.

'Riana kenapa jadi pusat perhatian cowok-cowok?' batin Dinda.

"Din, gimana udah kelar?" tanya Raga tiba-tiba, membuat Dinda sedikit gugup tidak bisa menyamai kecepatan Riana bekerja.

"Eh? Bentar lagi, Ga," jawab Dinda.

"Oke. Ri, kalo lo longgar tolong bantu Dinda," kata Raga pada Riana. Riana mengangguk lalu mendekat ke meja Dinda.

"Ada yang bisa aku bantu, Din?" tanya Riana pada Dinda.

"Mmm... Ini kenapa nggak mau masuk ya?" tanya Dinda sambil menunjuk bagian yang sulit dia input.

"Oh, itu. Coba kamu tambahin tanda tagar sama nol lalu enter," kata Riana memberi saran. Dinda mengikuti saran Riana dan berhasil. Dinda terlihat senang.

'Otak dia encer juga. Nggak cuma modal tampang aja ternyata,' pikir Dinda.

"Eh, yang ini gimana, Ri?" tanya Dinda pada Riana.

"Mmm... Agak susah ya. Kudu di-convert dulu keknya," kata Riana.

"Coba gue convert dulu kalo gitu," kata Dinda. Riana dan Dinda melihat layar komputer dengan tegang.

"Abis di-convert?" tanya Dinda pada Riana lagi.

"Langsung masukin aja datanya. Di copy paste bisa nggak? Biar nggak usah ketik manual," kata Riana.

"Coba dulu. Eh, bisa di copy. Yes, bisa lebih cepet selesai," kata Dinda. Riana tersenyum lalu kembali ke mejanya.

"Anak baru boleh juga ya, Din?" bisik Leo pada Dinda setelah mengamati kerjasama mereka.

"Okelah. Selama nggak sombong masuk dalam daftar pertemanan," kata Dinda.

"Gue pikir bakal jadi saingan lo. Secara si Raga keknya tertarik sama Riana," kata Leo mengungkapkan asumsinya.

"Saingan sih, nggak masalah. Tapi, apa Raga siap bersaing sama Tuan Barra? Kalo gue sih, gue bawa santai aja. Lagian kalo diliat-liat, Riana bukan tipe cewek yang suka main belakang," kata Dinda.

"Iya juga sih. Ngeliat tampangnya kemarin aja udah keliatan dia cewek seperti apa. Gue kira otaknya bakal kosong, ternyata encer juga soal program," kata Leo.

"Mana mungkin perusahaan kita nerima orang dengan otak kosong?" kata Dinda.

"Lah elo," ledek Leo.

"Sialan lo!"

"Ampuuuuun!!!"

Riana menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua rekan kerjanya yang seperti anak-anak. Riana tak tahu apa yang mereka ributkan. Tapi, Riana bersyukur sepertinya lingkungan kerjanya sehat-sehat saja.

'Setidaknya aku bisa bekerja dengan normal,'

***

Episodes
Episodes

Updated 67 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!