Kembali pulang menemui istrinya, Keenan memeluknya erat.
“Ada apa?” tanya Jihan yang baru saja selesai menata barang-barangnya.
Tertunduk lesu, Keenan menguatkan Jihan, bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Kami akan menikah, tapi kami sudah sepakat untuk tak berhubungan. Hanya saja, aku akan tinggal bersamanya selama beberapa hari dalam seminggu. Itu syarat yang harus aku penuhi, untuk perjanjian kita. Agar ayahku dan papa Nayla tidak curiga, karena mereka bisa saja sewaktu-waktu mengunjungi kami. Jadi dalam 1 minggu nanti, aku akan bagi waktu untukmu, dan untuknya. Dan dalam beberapa bulan kemudian, kami akan bercerai. Aku janji semua ini tak akan lama.”
Berusaha menegarkan hatinya sendiri, Jihan mengangguk, dan memaksa tersenyum, meski hatinya hancur.
“Kamu mandi dulu gih, aku akan siapkan makan malam kita,” ujar Jihan mengalihkan pembahasan, karena ia tak bisa menahan kehancuran hatinya.
Keenan dengan cepat menarik tangan Jihan, lalu kembali memeluknya. “Maafkan aku. Aku janji, pernikahan kita akan segera kembali normal. Bersabarlah menungguku.”
Ingin selalu menghibur istrinya agar tak larut dalam kesedihan menerima semua ini, Keenan berlaku seolah tak terjadi apa-apa selama 2 minggu menjelang pernikahannya. Berlaku selayaknya seorang suami yang sangat meratukan istrinya. Meski air mata sewaktu-waktu jatuh, tapi mereka berusaha menjalani hari-hari sebelum pernikahan Keenan dan Nayla dengan sebaik mungkin. Tak semenit pun Keenan rela membuang waktu untuk tak bermesraan bersama Jihan.
***
Hingga 2 minggu berlalu, tiba lah hari pernikahan Keenan dan Nayla yang digelar begitu meriah di salah satu hotel bintang lima. Di rumah, Jihan hanya bisa terus memanjatkan doanya pada Sang Pencipta, akan kehancuran hatinya saat ini. Air mata yang tak mau berhenti mengalir, membuatnya tak kuasa mengeluarkan sepatah kata pun. Doa-doa yang dilangitkan, hanya bisa ia sampaikan melalui tutur batinnya.
Sementara itu, dalam meriahnya pesta, Keenan tak sekalipun bisa tersenyum tulus. Terguratnya senyuman manis di wajahnya, hanya lah bentuk simbol penghargaan pada tamu undangan yang datang. Sedangkan pikirannya hanya tetap pada Jihan. Hatinya tak tenang dan sama sesaknya seperti yang Jihan rasakan.
Hingga selesai acara pada malam harinya, Keenan mulai tinggal di apartemen mewah milik Nayla. Sedari tadi ia terus sibuk berkirim pesan pada Jihan, yang tak kunjung mendapat balasan. Hingga diteleponnya berkali-kali, tetap tak ada jawaban.
“Jihan, aku mohon angkat,” mohonnya dalam hati.
Lalu tak lama, Jihan mengangkatnya.
“Keenan, maaf, aku ketiduran sehabis sholat Isya tadi,” ucap Jihan lirih tanpa tenaga.
Ia memang ketiduran selesai beribadah, ditemani derasnya air mata yang masih menggenang di wajahnya, mungkin ini lah bentuk kasih sayang dari Sang Pencipta agar Jihan sedikit merasakan ketenangan dalam menghadapi ujian ini, dengan memberikan rasa kantuk.
Merasa lega, Keenan meminta Jihan untuk tak berpikiran macam-macam, karena ia akan menjaga jarak dengan Nayla, lalu meminta istri sirinya itu untuk kembali beristirahat.
“Kamu juga ya, pasti lelah sekali seharian ini. Sampai bertemu lagi, Keenan,” pamit Jihan lalu menutup teleponnya.
Sementara itu di apartemen miliknya, Nayla juga meminta Keenan beristirahat.
Menolaknya, Keenan tak bisa tidur dengan tenang malam ini. Ia hanya ingin bertemu Jihan. Keenan lalu meminta Nayla untuk beristirahat lebih dulu.
Hingga tak lama, Nayla keluar kamarnya dengan mengenakan baju tidur seksinya. Ia lalu mengajak Keenan mengobrol, meski malam sudah semakin dingin. Keenan yang berusaha menundukkan pandangannya, mengutarakan rasa tak nyamannya dengan penampilan Nayla malam ini.
“Kita ‘kan sudah menikah, jadi tak dosa jika kamu melihatku berpakaian terbuka seperti ini. Apalagi kamu tak ada rasa padaku, jadi seharusnya tak masalah. Lagi pula, sehari-hari aku memang selalu memakai baju seperti ini setiap mau tidur,” jelas Nayla sembari membuatkan teh hangat untuk teman mengobrol mereka.
Ditemani teh hangat buatan Nayla, mereka membunuh malam dengan saling bercerita. Keenan begitu bangga menceritakan Jihan, termasuk mengutarakan betapa besarnya rasa cintanya sedari dulu yang tak pernah berubah pada mantan kekasihnya itu. Nayla juga tampak bersemangat mendengarkan cerita Keenan, seolah ia bisa menjadi pendengar yang baik.
Merasa rasa teh yang diseruputnya berbeda dari rasa teh kebanyakan, Keenan menanyakan hal ini pada Nayla.
“Itu aku dapat dari temanku yang berada di London. Aku juga baru merasakannya sekarang, tapi aku suka karena katanya lebih sehat,” jawab Nayla mengarang.
Memang terasa berbeda tapi enak, hingga Keenan tetap meminumnya hingga hampir habis. Sesekali saat mereka tengah mengobrol, Nayla memberikan sentuhan lembut pada leher dan telinga Keenan. Hingga tiba-tiba, Keenan merasakan sesuatu yang berbeda dari dalam dirinya. Seakan tak sadar tapi ia masih terjaga, Keenan merasakan gairah yang begitu luar biasa ketika melihat Nayla.
Berusaha mengontrol dirinya sendiri, tapi Keenan seperti sudah tak kuasa menahan rasa ingin bercinta dengan wanita di hadapannya itu. Apalagi, Nayla seolah berusaha menggagalkan usaha pertahanan Keenan. Ia justru bertingkah menggoda Keenan, hingga suami siri Jihan itu benar-benar tak sanggup menahan hasratnya.
Hingga terjadi lah malam panas yang seharusnya tak mereka lakukan, sesuai perjanjian di awal.
***
Pagi harinya, saat terbangun dari tidurnya, Keenan merasa sedikit pusing. Setelah kesadarannya hampir mencapai 100 persen, ia bangun dan betapa terkejutnya ketika mendapati dirinya dan Nayla tidur dalam 1 ranjang, dengan kondisi tanpa busana. Seketika ia menjauhkan tubuhnya dan mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya.
Aksi Keenan yang terkejut, membangunkan Nayla. Wanita itu tampak bertanya pada Keenan, mengapa suaminya itu tampak panik. “Ada apa?”
“Kenapa kita bisa tidur 1 ranjang? Apa semalam kita....” Tak sempat Keenan melanjutkan kata-katanya, Nayla membenarkan dugaan Keenan.
Nayla menjelaskan bahwa semalam Keenan begitu agresif mengajaknya bercinta, padahal ia sudah mengingatkan akan janji mereka untuk tak berhubungan, karena pernikahan ini hanya formalitas semata.
Mencoba mengingatnya, Keenan seakan tak bisa percaya dengan semua ini, tapi apa yang dilihatnya pagi ini, sangat bertentangan dengan nuraninya.
“Keenan, wajar saja jika seorang laki-laki merasakan nafsu pada wanita yang berada dalam 1 tempat. Mungkin itu yang kamu rasakan semalam. Aku minta maaf karena telah memakai baju yang membuatmu bergairah,” sesal Nayla.
Tetap tak ingin mempercayai semua ini, Keenan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Selesai mandi, ia mendapati ponselnya begitu banyak pesan dan panggilan telepon dari Jihan. Dilihatnya hari sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Ia lalu bergegas pergi meninggalkan apartemen Nayla.
“Keenan, mau ke mana? Bukan kah kamu masih cuti? Bukan kah 3 hari ini kamu masih harus tinggal di sini?” teriak Nayla agar Keenan yang terburu-buru pergi, bisa mendengarnya.
Tak peduli dengan teriakan Nayla, Keenan berlari menuju mobilnya, lalu melajukannya begitu kencang.
Hingga setibanya di rumahnya, Keenan memanggil-manggil istrinya. “Jihan, Jihan.”
Tak ada jawaban, Keenan berjalan menuju kamarnya dan kembali memanggil istrinya dengan setengah berteriak. “Jihan, kamu di mana, Sayang?"
Sayangnya, tetap tak ada suara sahutan dari dalam.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Siti Nur Janah
kenapa kau jadi laku kok gampang percaya PD orang yg lawan jenis kalau di lihat dr cara berpakaian aja udah kaya gitu kok masih aj percaya
2025-02-04
0
Eva Nietha✌🏻
Msh lanjut
2024-05-15
1
Muawanah
next bc...
2024-05-10
3