Bab 7

Suatu pagi, ketika akan berangkat kantor, Ruby meminta papa dan mamanya untuk datang ke acara sekolahnya, karena ia akan tampil. Keenan yang tengah sibuk, menolaknya dan meminta Nayla saja yang datang. Nayla yang merupakan lulusan kedokteran dan kini menjabat sebagai kepala rumah sakit milik ayahnya, tentu juga tak kalah sibuknya. Hingga mereka saling beradu mulut, hanya karena tak ingin dituntut untuk selalu bisa menghadiri acara sekolah anaknya.

“Dari dulu aku yang selalu mengalah, tapi kamu apa? Kamu bahkan tidak pernah mau datang ke sekolah Ruby, selalu aku. Sebenarnya, kamu anggap Ruby itu anakmu atau bukan?” protes Nayla.

“Ya karena kamu ibunya. Kenapa begitu saja kamu perhitungan!” ujar Keenan tak terima disalahkan.

“Andai saja dia anak kamu dengan Jihan, pasti kamu tak akan begini ‘kan?” Nayla kembali membahas Jihan.

Seketika Keenan murka karena Nayla membuka luka lama, yang disebabkan oleh dirinya sendiri. “Tentu, karena aku hanya tulus ingin memiliki anak darinya, bukan darimu!”

Sejujurnya, meski belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran Ruby sebagai anaknya, Keenan tak pernah memperlakukan Ruby dengan kasar, karena bagaimana pun, Ruby adalah anaknya, darah dagingnya sendiri. Ia justru selalu berusaha berbuat baik pada balita berusia 5 tahun itu. Meski saja, ia memang tak begitu dekat dengan anaknya.

Samar-samar mendengar suara debat orang tuanya dari dalam kamar, Ruby lalu mengetuk pintu kamar dan meminta izin untuk masuk.

“Ya sudah, Ma, Pa, tidak usah datang tidak apa-apa. Ruby berangkat dulu sama Sus,” pamit Ruby, membuat Nayla dan Keenan terdiam.

Menundukkan kepalanya untuk berpamitan, Suster Riana, pengasuh Ruby bergegas keluar unit apartemen menemani Ruby sekolah.

Hingga dalam perjalanan menuju sekolahnya, Ruby sering curhat pada susternya, bahwa ia sangat sedih karena kerap kali melihat kedua orang tuanya bertengkar. Ia iri kala melihat teman-temannya, yang selalu diantar oleh kedua orang tua mereka, meski pun orang tua mereka sangat sibuk. Ruby memang bersekolah di sekolah swasta internasional, di mana semua orang tua dari murid, bukan lah orang sembarangan.

Merasa iba melihat anak majikannya seolah kekurangan kasih sayang dari orang tuanya, Suster Riana selalu menghiburnya, bahwa papa mamanya mungkin sedang sibuk dan kelelahan karena bekerja, sehingga mudah sekali emosi hingga bertengkar. Meski pun ia sendiri terkadang juga berpikir, apa Ruby ini bukan lah anak kandung mereka. “Ruby sayang, ‘kan ada Sus, nanti Sus akan rekam penampilan Ruby, terus dikirim ke papa mama deh.”

Meskipun setiap kali suster mengirim video Ruby saat di sekolah, Keenan dan Nayla tak begitu tertarik untuk menontonnya.

***

Saat di kantor, Keenan mendapat berita bahagia hari ini.

“Pak, penjualan kita bulan ini naik signifikan. Berdasarkan laporan dari bagian pembelian, masyarakat berbondong-bondong membeli FluGo, karena tertarik dengan iklan yang tayang. Selain konten yang menarik, juga karena Ale yang menggemaskan,” lapor Andre pada Keenan ketika baru sampai di kantor.

Tersenyum sumringah, Keenan merasa anak itu memang sangat berbeda dengan artis cilik lainnya, yang pernah bekerja sama dengannya. Entah karena nama Ale dianggap memberi keberuntungan sendiri karena pilihan Jihan kala itu. Atau hanya karena kebetulan saja mereka mendapat talent yang sempurna.

“Untuk produk penurun demam yang baru kita rilis, saya mau pakai dia lagi, tak perlu adakan casting. Batalkan semua jadwal casting minggu depan. Kita pakai untuk langsung syuting saja, kabarkan pada bagian pemasaran untuk menyiapkan materi kontennya, juga beritahukan pada orang tua pendamping Ale. Dia pasti bisa memerankan cerita ketika harus lemas saat demam, dan kembali ceria ketika sembuh. Tawarkan pada mereka, kenaikan bayaran yang akan kita berikan,” perintah Keenan yang antusias untuk kembali bertemu dengan Ale.

“Baik, Pak, saya laksanakan,” jawab Andre tegas.

Sementara itu, di tempat kerjanya, Inka sibuk memamerkan akting Ale ketika membintang produk obat batuk pilek, pada Jihan juga karyawannya yang lain.

“Lihat deh, pinter ‘kan dia. Ganteng sekali dia di kamera,” ujar Inka dengan bangga.

Para teman kerja Jihan pun memuji Ale. Sebagian dari mereka ada yang memuji kecantikan Jihan hingga melahirkan benih tampan. Ada juga yang memuji bahwa suami Jihan pasti tampan seperti Ale, yang mereka ketahui telah meninggal.

Jihan memang mengaku pada orang-orang, bahwa papa Ale telah meninggal. Gio lah yang dulu membantu mengurus administrasi kependudukan Ale, hingga bisa bersekolah di Bandung, meski tanpa surat kematian dari ayahnya karena status siri mereka. Kebetulan, Gio memang mempunyai kenalan teman yang bekerja di kantor pemerintahan, yang bertugas mengurus akta dan lain-lain.

“Oh, Ale jadi bintang iklan obat anak-anak ya,” ucap Jihan ketika baru paham bahwa Ale tak membintangi produk cokelat.

Inka mengangguk, lalu mengatakan bahwa itu produk baru.

Seketika Jihan tak berpikir macam-macam, karena terperangkap pada kata “baru” yang Inka ucapkan, bahwa sepertinya obat itu dibuat oleh produsen yang baru terjun di dunia farmasi.

Tak lama, Inka mendapat notifikasi email dari perusahaan Keenan, yang mengundang Ale untuk menjadi bintang iklan produk mereka yang lain, dengan tawaran yang lebih besar dari sebelumnya.

Ia lalu memberitahukan dengan heboh kabar ini pada Jihan dan karyawannya yang lain, bahwa Ale memberikan dampak yang bagus bagi penjualan mereka.

“Wah, Ale pasti jadi orang sukses, Han,” celetuk salah seorang temannya.

Seakan berbeda dari yang lain, Jihan justru merasa tak nyaman ketika Ale harus kembali syuting. Bukan apa-apa, ia semakin takut jika Ale dikenal, apalagi, Keenan pasti akan ingat dengan nama Ale yang pernah ia ucapkan kala itu. Juga, ia tak mau jika Ale mencari uang sendiri untuk masa depannya nanti. Bayaran Ale dalam sekali syuting, sama dengan gajinya dalam beberapa bulan.

“Setidaknya, Ale tak perlu lelah ikut casting seperti dulu. Dia bahkan sudah mendapat tawaran, tanpa perlu mengajukan atau seleksi apa pun. Ale pasti senang, Han. Syutingnya juga Sabtu pagi kok dan paling lama hanya 1 jam kalau Ale lancar aktingnya,” bujuk Inka yang sangat mendukung bakat Ale.

***

Hingga tiba di hari Sabtu, saat Ale dan Inka yang diantar Gio tiba di studio tempat syuting, para kru langsung menyambut bocah tampan itu. Ale langsung diajak menuju ruang make up untuk berganti baju dan mendandaninya sesuai dengan tema iklan. Ale juga diberi pengarahan terkait perannya kali ini.

Syuting pun dimulai.

Ale dengan cepat memahami arahan yang diberikan padanya, terbukti dengan hanya 1 kali take, adegan yang dilakukannya begitu terlihat apik dan alami. Hingga Ale seolah menjadi artis cilik favorit para kru, karena tak butuh waktu lama untuk melakukan proses syuting. Berbeda dengan anak-anak lainnya, yang kadang tantrum dan harus syuting hingga 5 kali take. Mood Ale sangat baik, seakan ia tahu kapan harus bertanggung jawab dan kapan harus merengek memanja layaknya bocah pada umumnya.

Saat syuting selesai, seketika riuh tepuk tangan terdengar dari para penghuni studio yang memberikan jempolnya pada akting Ale.

Ruby yang saat itu ikut bersama Keenan, merasa ingin sekali mengajaknya bermain. “Pah, Ruby mau main sama anak itu.”

“Sebentar, kita coba tanya sama ibunya ya,” ujar Keenan lalu menggandeng tangan Ruby menghampiri Ale dan Inka.

Tak menunggu persetujuan Inka, Ale dengan semangat menerima penawaran bermain dari Ruby. Justru, Ale seakan begitu antusias ketika mereka bermain basket mini, di luar studio syuting. Keenan lalu mengobrol sedikit bersama Inka, tentang bakat Ale.

“Memangnya Ale sudah dari dulu suka syuting ya?” tanya Keenan yang bangga akan kemampuan akting Ale.

Inka mengangguk dan menjelaskan bahwa Ale memang sedari kecil selalu suka melihat iklan di televisi. Dengan celetukan gemasnya, ia mengatakan ingin masuk televisi dan ditonton banyak orang. “Saya hanya mendukung bakat dan kemauan Ale, Pak.”

Hingga sudah 30 menit berlalu, Inka tak berhasil mengajak Ale pulang.

“Sebentar, Bunda Inka, lagi asyik nih,” sahut Ale menggemaskan.

“Anak saya mungkin senang ketika ada teman mainnya di sini, karena di apartemen, dia tidak punya teman sebaya, jadi merasa kesepian,” jelas Keenan.

Hingga sudah 1 jam berlalu, Inka memaksa Ale pulang, mumpung ia mau. Tapi kini giliran Ruby yang merengek ingin tetap bermain bersama Ale. Hingga anak Keenan dan Nayla itu ingin ikut ke Bandung agar bisa bermain bersama Ale.

...****************...

Terpopuler

Comments

Siti Nur Janah

Siti Nur Janah

ikut aj biar tau siapa Ale sebenarnya

2025-02-05

1

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

karil Ale bagus, jadi aktris cilik

2024-04-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!