Ketiganya memutuskan untuk pulang, sesampainya di rumah Wildan langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa bicara sepatah katapun membuat Nikita merasa sangat bersalah.
"Papa pasti marah banget sama Niki," lirih Nikita.
"Mama yang akan bicara sama Papa, sekarang lebih baik kamu juga masuk ke dalam kamar dan istirahat," seru Mama Kasih.
"Iya, Ma."
Nikita masuk ke dalam kamarnya, lalu Nikita duduk di ujung ranjang. Air matanya kembali menetes.
"Kamu ke mana Mario? jahat sekali kamu ninggalin aku pada saat aku sedang mengandung anakmu," gumam Nikita dengan deraian air matanya.
Nikita sudah bisa membayangkan, hidup dia ke depannya pasti akan hancur dan dia juga tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Nikita sungguh tidak tahu, apa dia akan kuat menghadapi cobaan besar seperti ini.
***
Keesokan harinya...
"Niki, mulai sekarang kamu tidak usah berangkat sekolah," seru Papa Wildan.
"Kenapa, Pa? sebentar lagi ujian akhir Pa, dan Niki ingin mengikuti ujian itu," sahut Nikita dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Semalaman Papa sudah memikirkan semuanya, kamu lebih baik tidak usah melanjutkan sekolah biar nanti kamu ikut program paket c saja karena kalau sampai pihak sekolah tahu akan kehamilanmu, sudah pasti kamu akan dikeluarkan dari sekolah dan kamu tidak akan bisa mendapatkan ijazah kamu. Jadi, hari ini Papa akan datang ke sekolah kamu untuk mengurus semuanya dan bilang kepada guru kamu kalau kamu akan pindah sekolah," seru Papa Wildan.
Nikita menundukkan kepalanya, Kasih mengusap kepala Nikita dengan lembut bahkan saat ini ia sudah meneteskan air matanya.
"Mama dan Papa memang sangat kecewa dengan apa yang sudah kamu lakukan, tapi kita juga tidak mau sampai kamu kenapa-napa. Jadi, daripada nantinya kamu akan mendapat bullyan dari teman-teman kamu lebih baik kamu berhenti sekolah saja," seru Mama Kasih.
"Maafkan Niki, Ma, Pa," lirih Nikita dengan deraian air mata.
"Sudah-sudah, masih ada Mama dan Papa yang akan menjaga kamu jadi kamu tidak usah sedih lagi karena bagaimana pun bayi yang ada di dalam kandunganmu ini adalah cucu kami dan dia tidak bersalah. Sekarang Mama hanya minta sama kamu, jaga baik-baik kandunganmu," seru Mama Kasih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Terima kasih, Ma." Nikita memeluk Mamanya dengan deraian air mata, Nikita memang sangat beruntung mempunyai orang tua yang begitu sangat perhatian.
***
5 bulan kemudian...
Para tetangga Nikita sudah banyak yang curiga akan kehamilan Nikita, bahkan tidak sedikit mereka sering menyindir Kasih jika Kasih belanja ke warung.
"Maaf Bu Bidan, Nikita ke mana ya? perasaan sudah lama tidak melihat Nikita berangkat sekolah?" tanya tukang warung.
"Nikita sudah pindah sekolah, Bu," sahut Mama Kasih.
"Oh begitu ya, tapi ada tetangga yang waktu itu pergi periksa ke rumah ibu, katanya Nikita ada di rumah dan terlihat perutnya besar. Apa Nikita sedang hamil? kapan Nikita menikah? kok kami tidak tahu," sindir si tukang warung.
Kasih tidak mau menjawab sindiran tukang warung itu, dia dengan cepat mengambil barang-barang yang dia butuhkan. "Ini semuanya berapa, Bu?" tanya Mama Kasih.
"Semuanya 35 ribu, Bu."
Kasih pun mengambil uang pas dan segera memberikannya kepada pemilik warung. "Ini uangnya Bu, Terima kasih." Kasih pun dengan cepat pergi dari warung itu.
"Rasanya Nikita memang sedang hamil, buktinya Bu Bidan tidak mau menjawab pertanyaan ibu."
"Iya. Amit-amit ya, anak Bidan kok bisa-bisanya hamil di luar nikah padahal selama ini Nikita terlihat seorang anak yang pendiam tapi ternyata diam-diam menghanyutkan," sahut ibu yang lainnya.
"Semoga anak-anak kita dijauhkan dari hal-hal seperti itu," timpal ibu yang satunya lagi.
Kasih masuk ke dalam rumahnya, air matanya kembali menetes dan hatinya begitu sangat sakit. "Mama kenapa? apa ibu-ibu itu menyindir Mama lagi?" tanya Nikita khawatir.
Kasih menghapus air matanya. "Tidak apa-apa sayang, jangan terlalu dipikirkan," sahut Mama Kasih dengan senyumannya.
Kasih segera memasak sayur-sayuran yang baru saja dia beli dari warung, Nikita memperhatikan Mamanya itu dengan tatapan sedihnya. "Maafkan Niki, Ma. Niki sudah membuat Mama dan Papa malu," batin Nikita.
Malam pun tiba...
"Ma, Niki, ada yang mau Papa bicarakan kepada kalian," seru Papa Wildan.
"Ada apa, Pa?" tanya Mama Kasih.
"Begini, Papa dipindah kerjakan ke luar kota. Papa bingung, harus menerima atau tidak soalnya Papa tidak tega jika harus meninggalkan kalian berdua." Wildan terlihat sangat sedih dan bingung.
"Pa, bagaimana kalau kita semua pindah saja? Mama sudah tidak tahan tinggal di sini, kita jual saja rumah ini dan pindah ke luar kota," sahut Mama Kasih.
"Bagaimana Niki, apa kamu setuju?" tanya Papa Wildan.
"Niki ikut kalian saja," sahut Nikita dengan senyumannya.
"Ya sudah, kalau begitu besok Papa akan menjual rumah ini dan kita semua pindah ke luar kota. Papa tahu, selama ini kalian tidak nyaman tinggal di sini jadi Papa berharap dengan kita pindah rumah, kita akan hidup tenang," seru Papa Wildan.
"Iya, Pa." Ketiganya pun berpelukan.
***
Dua hari kemudian....
Rumah itu sudah laku dan keluarga Nikita pun segera membereskan barang-barang mereka lalu memasukannya ke dalam mobil Wildan. Wildan mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah yang selama ini sudah penuh dengan kenangan. Nikita duduk di jok belakang, tatapannya ke arah jalanan dan sesekali tangannya mengusap perutnya yang sudah terlihat membuncit itu.
"Jadilah anak yang kuat, sayang. Jangan khawatir, Bunda, Kakek, dan Nenek akan selalu membahagiakanmu," batin Nikita.
Nikita sangat membenci Mario, pria itu pergi meninggalkan dan mencampakkannya begitu saja. Setelah Mario berhasil merenggut kesucian Nikita, dia pun pergi menghilang dan Nikita dengan bodohnya sudah percaya dengan kata-kata manis yang Mario ucapkan.
"Semoga aku tidak bertemu lagi denganmu Mario, dan sampai kapan pun aku tidak akan memberitahukan mengenai anak ini. Lebih baik anakku tidak mengenal Papanya daripada harus tahu kalau Papanya adalah pria brengsek yang tidak mau bertanggung jawab," batin Nikita kembali.
Menjelang sore, mobil yang dikendarai Wildan pun sampai di sebuah kota yang lumayan besar. Wildan sudah mendapatkan rumah di sana, dan kebetulan rumah mereka yang baru dekat dengan tempat kerja Wildan. "Ini rumah baru kita," seru Papa Wildan.
"Pa, rumah ini lebih besar dari rumah kita yang ada di Jakarta," seru Mama Kasih.
"Iya, Papa sengaja membeli rumah yang sedikit besar soalnya sebentar lagi kita akan mendapatkan cucu jadi cucu kita harus nyaman tinggal di rumah," sahut Papa Wildan.
Nikita langsung memeluk Wildan. "Terima kasih, Pa. Niki sayang Mama dan Papa," seru Nikita.
"Papa juga sayang sama kamu."
Wildan mengeratkan pelukannya dan mencium pucuk kepala putri satu-satunya itu, bahkan Kasih sampai meneteskan air matanya karena merasa terharu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
☠︎🥀⃟ʙʀˢʸᶦᶠᵃ
kuat ya niki
kamu harus semangat
2024-03-15
1
KCSP~
setidaknya niki punya ortu yg mau nerima keadaan dia,,, 🤗🤗
2024-03-08
1
Bunda Elsha ChaCha
sabar yah Niki,kamu harus kuat demi anak yg ada dalam kandunganmu
2024-03-07
1