Sitha memilih melanjutkan ke ruangannya. Ada beberapa hal yang harus dia cek untuk segera. Terkadang Sitha rindu bisa bekerja dengan kakak kandungnya yaitu Satria. Rama Bima sudah meminta Satria bergabung, tapi Satria masih menolak. Satria hanya mengatakan bahwa nanti ketika dia sudah siap, pastilah Satria akan bergabung kembali dengan Sido Mulyo.
"Kadang pengen kerja sama Mas Satria. Walau saat itu aku masih kecil dan sekolah, Rama selalu bilang bahwa Mas Satria memiliki etos kerja yang baik dan leadership yang baik juga. Sayangnya, Mas Satria belum tertarik."
Gumaman Sitha dibarengi dengan retina matanya yang melihat Danu dan Ambar masih berbicara berdua. Memang belum mulai jam aktif bekerja, tapi memang jika diamati bukankah memang terasa janggal?
"Apakah benar ucapan Mas Satria tempo hari? Bukankah untuk yang belum orang lain, keduanya terlihat akrab?"
Sitha akhirnya menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Setelahnya, dia memilih kembali bekerja. Mengecek beberapa laporan yang berada di satu divisi dengannya.
Sampai akhirnya, ada Staf Personalia bagian Payroll datang menemui Sitha.
"Permisi Bu Sitha," sapanya dengan mengetuk pintu.
"Ya, ada apa Mas?"
Begitulah uniknya Sitha, kepada para staf dan karyawan yang usianya jauh lebih tua darinya akan dia panggil Mas dan Mbak. Sementara jika seusia atau lebih muda, barulah Sitha akan memanggilnya dengan namanya. Walau Sitha adalah putri pemilik pabrik, tapi tetap dia menerapkan Unggah-Ungguh dan tidak haus dengan kekuasaan dan kehormatan. Bahkan dia tidak keberatan jika hanya dipanggil Mbak Sitha saja oleh karyawan yang lain.
"Dari bagian personalia meminta Bu Sitha untuk mengecek laporan ini dulu, sudah waktunya untuk segera menansfer gaji karyawan, Bu. Supaya saya bisa segera mengurus payroll untuk karyawan," katanya.
"Baik, Mas. Sebentar yah, aku akan cek dulu."
"Ya, makasih Bu Sitha."
"Oh, iya Mas ... satu setengah bulan lagi akan ada gathering untuk karyawan bagian perusahaan, bisa enggak Mas anterin saya survei ke lokasi?"
"Kapan kira-kira, Bu?"
"Akhir pekan bagaimana?"
"Baik, boleh Bu Sitha."
Pria itu kemudian undur diri dari ruangan Sitha, tapi langkahnya seolah tertahan. Kemudian pria itu berucap.
"Oh, iya ... ada sesuatu yang ingin saya sampaikan. Selamat untuk pertunangannya dengan Pak Wijaya Danu ya, Bu Sitha. Semoga lancar tidak ada halangan satu apa pun menuju akad nanti," ucapnya.
"Makasih, kok Mas bisa tahu?"
"Saya mendengar waktu Bapak Bima menyampaikan bahwa Bu Sitha mau bertunangan. Sekali lagi selamat," katanya.
"Oh ... makasih, Mas."
Setelahnya pria itu benar-benar keluar dari ruangan Sitha. Sedangkan Sitha mengecek laporan yang akan diserahkan kembali ke bagian Payroll itu. Sitha berusaha menyelesaikannya, sampai dia tidak menyadari bahwa jam makan siang sudah tiba. Tepat pukul 12.00, ada ketukan di pintu ruangannya.
Tok ... Tok ...
"Diajeng Sitha serius banget to," katanya dengan memperlihatkan senyuman lebar. Ya, dia adalah Danu.
"Mas, kok ke sini?"
"Kan sudah waktunya makan siang. Aku mau ngajak tunanganku ini makan siang bersama. Sekaligus merayakan bahwa kita satu tempat bekerja. Yuk, kita makan siang bersama."
"Kayaknya aku enggak bisa deh, Mas. Aku harus mengecek laporan dari staf personalia untuk Payroll karyawan. Supaya para staf bisa segera gajian," kata Sitha.
"Kamu kok sibuk banget sih. Katanya mereka yang pacaran di tempat kerja bisa curi-curi waktu untuk pacaran. Sedangkan kamu kok sibuk banget," kata Danu.
"Baru banyak kerjaan kok, Mas. Memang ini perusahaan Rama, tapi sejak kecil, Rama mengajar kami ketika bekerja harus sungguh-sungguh karena ini menyangkut kehidupan orang banyak. Berapa banyak orang yang menggantungkan hidupnya kepada pabrik jamu ini," balas Sitha.
"Kamu profesional banget. Lalu, aku gimana dong. Makan siang sama siapa?" tanya Danu.
Sitha memperhatikan jam yang ada di meja kerjanya. Kemudian dia menyampaikan sesuatu. "Aku temenin sebentar bisa, Mas. Lima belas menit, setelahnya aku menyelesaikan pekerjaan lagi."
Danu mengangguk seraya tersenyum. "Baiklah. Makasih. Setidaknya hari pertama ada manis-manisnya."
Baru saja keluar dari ruangannya, ada Ambar yang turut bergabung. Wanita itu segera menggandeng tangan Sitha. "Makan siang yah? Ikutan yah."
"Kamu enggak duluan?" tanya Sitha.
"Masak aku sendirian. Aku enggak menjadi orang ketiga di sini kan?" tanyanya.
Sitha hanya tersenyum dan terus berjalan. Tempat yang mereka tuju adalah Warung Soto yang berada tidak jauh dari depan pabrik.
"Makan Soto yah?" tanya Ambar.
"Iya, yang deket aja," jawab Sitha.
"Hm, padahal bisa makan yang enak. Kapan lagi mumpung Mas Danu hari pertama kerja, biar ditraktir. Kan ada Selat Solo, Sup Manten, Nasi Manten, Nasi Langgi. Yah, lagi-lagi Soto Ayam," keluh Ambar.
"Nanti lain kali aku traktir. Soalnya kerjaan Sitha baru banyak," ucap Danu.
"Serius? Janji loh, Mas. Sesekali perbaikan gizi gitu loh."
Danu memesan tiga mangkok Soto Ayam. Selain itu dia juga memesan minuman. Dua Es Teh dan satu teh hangat. Baru saja minuman disajikan, Ambar sudah menyambar Teh hangat padahal Sitha yang meminum Teh hangat itu.
"Itu milikku," kata Sitha.
"Tenggorokanku kurang enak, jadi aku enggak minum es," balas Ambar. Bahkan dia terkekeh dan tidak menunjukkan perasaan bersalah sama sekali.
"Aku pesankan lagi yah?" tawar Danu.
Sitha kemudian menggelengkan kepala. "Enggak, aku minum air mineral saja. Tunggu sebentar ya, Mas. Aku beli air mineral di warung sebelah."
Sitha segera berdiri dan berjalan hanya beberapa meter ke warung sebelah. Seorang staf kembali menyapanya. "Beli apa Bu Sitha?"
"Oh, ini ... mau beli air mineral saja."
"Keliatannya semua air mineral yang tersisa yang dingin deh, Bu. Hm, ini punya saya untuk Bu Sitha. Masih baru kok, belum saya buka."
"Aku ganti yah?"
"Gak usah. Hanya sekadar air kok. Mari, Bu. Nanti laporan tadi saya tunggu yah?"
"Iya, Mas. Nanti yah. Makasih banget."
Kemudian Sitha kembali ke warung Soto, tapi di sana lagi-lagi dia melihat Danu dan Ambar yang bercakap-cakap dengan hangat. Sitha mengamati botol air mineral yang kini berada di tangannya. Gadis itu pun bergumam.
"Benar yang Mas Satria katakan sebelumnya, seolah tidak ada inisiatif dari Mas Danu. Berbahagialah mereka yang memiliki pasangan yang peka. Mungkin aku belum diizinkan."
Namun, beberapa saat demikian Danu mengambilkan Sambal, Kecap dan Irisan jeruk nipis untuk Ambar. Terkesan simpel dan sepele, tapi tidak pernah pria itu mengambilkan sesuatu untuknya.
"Sudah?" tanya Danu.
"Iya."
"Ayo, buruan dimakan sudah mulai dingin."
Sitha mengangguk pelan. Sedangkan Ambar bergerak-gerak dan menyentuh tangan Sitha. "Buruan, Sis. Panas, aku gak tahan."
"Hm, iya."
Sitha semakin merasa aneh, kedekatan sahabatnya dan tunangannya terasa aneh dan tidak lazim. Mulai Sitha merasakan sesuatu yang janggal di antara sahabatnya dan tunangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Hasnah Siti
itu maha gaya penyondol berkedok kan topeng sahabat....
2024-04-13
1
Enisensi Klara
Mereka sinyal2 selingkuh tuh
2024-04-03
2
Enisensi Klara
Ya harusnya si Danu yg inisiatif beli air mineral utk mu Sitha 😏 ini malahan Danu enakan ngobrol dgn si ulet gatelan 😤😤😤😤
2024-04-03
2