Awal minggu kembali tiba, kali ini Sitha sudah bersiap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Jarak perusahaan dengan rumah kediaman Negara terbilang dekat. Sebelumnya memang Rama Bima membangun rumah yang dekat dengan office dan juga pabrik, dengan demikian semuanya akses akan lebih mudah dan tidak mengalami kemacetan.
Gadis berkaca di cermin, untuk sesaat dia menatap cincin emas yang sudah melingkar di jari manisnya. "Sudah bertunangan, tapi kenapa hatiku biasa saja. Bahkan tak merasa begitu bahagia," katanya lirih.
Bukankah rasanya aneh? Seharusnya Sitha menjadi gadis yang bahagia karena sudah bertunangan dengan Danu yang bukan hanya tampan, tapi juga mapan, tentunya dari strata sosial yang sama. Idaman. Dibandingkan Satria yang dulunya meminang gadis yang berbeda secara kasta dan strata.
"Bukankah seharusnya aku bahagia? Aku dan Mas Danar sudah saling mengenal. Aku mengiyakan ketika dia menyatakan cinta. Namun, kenapa semua seperti biasa saja."
Cukup lama Sitha berdiri di depan cermin. Pada akhirnya, gadis itu memilih untuk memulas bibirnya dengan perona berwarna pink dan menyemprotkan parfum ke badannya. Setelahnya, barulah Sitha turun dan sarapan bersama Rama dan Ibunya.
"Sugeng enjing Rama dan Ibu," sapanya.
"Pagi. Wah, tambah semangat ini soalnya mulai hari ini, Danu akan bekerja di perusahaan kita," kata Bu Galuh.
"Benar, Tha. Rama yang meminta. Memang Danu sudah memiliki pabrik buku, tapi kalau dia tahu pabrik jamu juga tidak ada salahnya. Nantinya Satria, kamu, dan Danu bisa berkecimpung dan melanjutkan bisnis keluarga kita," kata Rama.
"Rama akan menempatkan Mas Danu di bagian apa?" tanyanya.
"Bagian Riset dan Development, bagaimana lebih mengembangkan bisnis kita ini," balas Rama Bima.
"Padahal Mas Danu itu lulusan pemasaran Rama. Kenapa tidak di bagian pemasaran saja?"
Rama Bima tampak mendengarkan penuturan Sitha. Lalu, Rama Bima pun berbicara. "Biar, kita coba dulu saja pelan-pelan. Hari ini Danu akan menjemput kamu tidak?"
"Tidak, Rama. Sitha memilih berangkat sendiri. Tidak perlu menunjukkan pertunangan ini kepada seluruh staf dan karyawan di pabrik," katanya.
"Loh, la kenapa?"
"Baru pertunangan saja, Rama. Nanti saja kalau sudah benar-benar menikah, baru mempublikasikannya," kata Sitha.
Bukan tanpa sebab, tapi Sitha memiliki pertimbangan tersendiri. Bukannya dia tidak yakin, tapi apa yang akan terjadi selama tiga bulan ke depan juga tidak akan ada yang tahu. Lebih baik untuk menjalani, jika janur kuning benar-benar sudah melengkung barulah mempublikasikan kepada staf dan karyawan di pabrik jamu.
"Anak-anaknya Rama memang unik. Dulu Satria bersikukuh menikah walaupun belum ada restu dari Rama. Staf dan karyawan di pabrik juga tidak ada yang tahu. Sekarang kamu yang juga tidak ingin dipublikasikan. Walau begitu, setidaknya ada temanmu Ambar yang tahu kalau kamu dan Danu sudah bertunangan."
Sitha tersenyum tipis. Benar yang Rama Bima sampaikan bahwa Ambar sudah tahu bahwa dia sudah bertunangan. "Biar Ambar saja, Rama. Yang lain nanti saja kalau undangan sudah disebar."
"Ya sudah, apa yang baik menurut Sitha aja, Rama. Yang pasti orang tua itu akan selalu mendoakan yang terbaik," kata Bu Galuh.
"Baiklah."
Setelah selesai sarapan, Sitha berangkat ke perusahaan yang satu area dengan pabrik jamu hanya berbeda bangunan saja. Jika putri seorang pengusaha akan pergi ke perusahaan dengan mobil mewah, Sitha justru memilih naik sepeda motor saja. Sebenarnya Rama Bima sudah membelikan mobil untuk Sitha, tapi putrinya itu memilih naik sepeda motor. Bagi Sitha, jika tidak ada yang mengenali dirinya sebagai putri pemilik pabrik juga tidak menjadi masalah besar.
"Mau bareng, Rama?"
"Sitha naik sepeda motor aja, Rama."
"Kamu ini memang unik. Ya sudah, Rama duluan yah."
Sitha membiarkan Ramanya untuk menuju ke tempat bekerja terlebih dahulu. Barulah beberapa saat kemudian, Sitha yang berangkat ke tempat kerja. Di sana, dia sudah disapa oleh Danu.
"Pagi, Sitha," sapanya.
"Pagi, Mas. Sudah datang lama?"
"Baru saja datang kok. Tadi sudah bertemu Rama, kamu tidak datang barengan Rama yah?"
Sitha menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku berangkat sendiri kok."
"Lalu, gimana kalau aku mau mengantar kamu pulang nanti sore?"
"Aku bawa sepeda motor. Aman, Mas. Tidak diantar juga tidak apa-apa."
"Ck, gak boleh begitu dong. Kita kan sudah bertunangan. Aku ingin melakukan sesuatu untuk kamu, masak gak boleh terus sih?" Danu berdecak sembari menatap Sitha.
Baru Sitha ingin menjawab, sudah datang Ambar yang bergabung dengan keduanya. "Hei, Sista. Untung aku enggak telat. Macet banget," keluhnya.
"Eh, ada Mas Danu juga. Wah, hari pertama bekerja di perusahaan baru nih. Semangat," kata Ambar dengan suaranya yang terdengar ringan.
"Iya, makasih, Mbar," balas Danu.
"Nanti siang kita berita makan bersama yuk? Mumpung satu tempat kerja. Kapan lagi? Hm, Sitha ..., boleh kan aku ikutan? Aku kan sahabat kamu, pengen ikut makan siang sama kamu dan Mas Danu," katanya.
"Boleh aja," jawab Danu sembari mengangguk.
Sedangkan Sitha diam, dia harus mengecek lagi apakah nanti akan ada rapat atau hal yang lainnya. Sebab, agenda hariannya terbilang fleksibel.
"Aku belum tahu, kadang-kadang kan ada tamu yang datang atau meeting dadakan, kamu juga tahu kan Ambar?"
"Hm, iya sih ... padahal hari pertama Mas Danu bekerja harus dirayakan loh."
Ambar mengatakan demikian. Ketika Sitha yang tunangannya Danu saja bisa bersikap santai dan kalem, tapi Ambar justru yang terlihat sangat excited karena ada Danu di sana. Bahkan Ambar tak segan memotong pembicaraan Sitha dan Danu.
"Enggak ada jam makan siang tow?" tanya Danu.
"Ad ...." Ucapan Sitha terputus seketika karena Ambar menyahut.
"Ada dong, Mas. Isoma pasti ada dong. Apalagi Sido Mulyo kan pabrik gede dengan karyawan yang banyak, gak mungkin enggak memberikan waktu istirahat siang kepada karyawannya. Iya kan, Tha?" sahut Ambar.
Sitha tersenyum, apakah situasi seperti ini yang membuatnya justru tidak merasakan kebahagiaan usai bertunangan dengan Danu. "Ya sudah, aku menuju ke ruanganku dulu yah. Mas Danu, semangat yah. Semoga bisa beradaptasi dengan baik. Nanti pasti staf di bagian RnD akan memberikan orientasi terlebih dahulu kepada Mas Danu. Ambar, aku duluan yah?"
Tanpa banyak berbicara lagi, Sitha memilih meninggalkan Danu dengan Ambar. Dia memilih untuk segera ke ruangannya dan bekerja. Benar, perusahaan dan pabrik ini adalah milik orang tuanya sendiri, tapi Sitha akan bekerja dengan penuh tanggung jawab dan hati-hati tentunya. Dia tidak akan menyalahkan wewenang Ramanya dan bekerja seenaknya. Bagi Sitha, dia akan bekerja dengan penuh dedikasi untuk perusahaan jamu yang sudah eksis lebih dari satu abad itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Enisensi Klara
Ish 🙄🙄 sotoy si Ambar cari perhatian terus 😏😏😏😏
2024-04-03
2
Enisensi Klara
dasar gatel si Ambar 🙄🙄😏😏
2024-04-03
2
Enisensi Klara
Dih 🙄🙄🙄 dasar ulet bulu 😤😤😤 alasan aja pdhal mau dekatin Danu
2024-04-03
3