FIRST NIGHT (Season 1, 2, Dan 3)
Alena terbangun dengan perasaan aneh. Tubuhnya menggeliat pelan di balik selimut tebalnya. Kelopak mata cantiknya mengerjap beberapa kali, berusaha membuka pandang sepenuhnya. Ia menatap sekeliling kamar berukuran sedang. Sebagian dinding terpasang stiker bergaris warna hitam dan abu muda bergantian. Jelas ia tahu, bahwa ini bukan kamar pribadinya.
Setelah menyingkap sedikit selimutnya dan bangun, Alena mencoba mengumpulkan sebagian memorinya. Mengulas kembali apa yang terjadi padanya semalam. Hingga ia bisa ada di dalam kamar ini. Seingatnya, ia tengah duduk santai di ruang tengah sambil menonton kartun kesukaannya.
Sekuat tenaga otaknya memutar kejadian malam tadi. Sampai ia menemukan kepingan adegan yang telah terjadi secara runtut.
*Alena tergesa berlari menuju ruang tamu apartemen, begitu mendengar teriakan tak jelas. Ia mendapati sosok pria yang tubuhnya seperti terhuyung ingin jatuh. Rambutnya acak-acakan. Kemeja kotak-kotak yang dikenakannya, sudah tak rapi lagi. Beberapa kancingnya nampak terlepas. Penampilannya sangat berantakan sekali. Sejenak ia mendesis kesal menatap Nevan yang hampir jatuh. Sebelum akhirnya Alena memegangi lengan pria mabuk tersebut dengan sigap.
Ia memapahnya menuju kamar Rendra, kakak laki-lakinya. Lebih tepatnya kakak tiri yang sudah tiga bulan, resmi menjadi bagian dari keluarga Alena.
"Kamu kenapa, Van? Hish, mabuk?!" omelnya pada Nevan yang masih meracau tak jelas.
Gadis itu berdecak sebal. Ia harus mengurus Nevan yang mulai menggila karena pengaruh alkohol sekarang. Jika bukan karena pria berkumis tipis itu adalah sahabat baik Rendra, ia pasti sudah mengusirnya sejak lima menit lalu.
Pasalnya Alena baru saja tinggal dengan sang kakak sekitar dua bulan. Itu pun karena ibunya tak ingin ia tinggal sendirian di Bali. Lagipula Rendra adalah sosok kakak laki-laki yang baik. Ia juga yang memaksa Alena utuk tinggal bersamanya selagi dipindah tugas kerja di Bali. Akan lebih aman dan irit daripada harus menyewa kos sendirian. Sehingga orang tua mereka di Surabaya, tak perlu mencemaskan keduanya lagi. Alena juga tak ingin membuat sang kakak geram, bila ia mengabaikan Nevan.
Alena segera memapah Nevan menuju kamar kakaknya. Kebetulan sekali hari ini Rendra sedang tak ada di rumah. Rendra selalu berkunjung ke rumah ibu kandungnya tiap akhir pekan, dan menginap di sana.
"Oh Tuhan ... pekerjaan macam apa yang gue jalani?! Ini salah! Itu salah! Mereka pikir gue robot! Hei, kalian! Gue Nevan Satya Utama! Gue suka kebebasan dan benci kekangan! Gue juga nggak masalah putus sama pacar! Dia cuma cewek matre sialan! Pergi aja lo ke jurang sana, Karina!"
Nevan terus saja mengoceh. Seolah ingin menumpahkan semua beban dalam dirinya. Ia bahkan memukul-mukul tubuhnya sendiri. Alena tak tahu harus berbuat apa, selain diam melihat kebodohan pria itu. Ya, baginya memang sangat bodoh, bila seseorang rela mabuk-mabukan hanya karena suatu masalah. Bukan ia ingin menyepelekan. Hanya saja, rasanya jauh lebih menyiksa bila harus berlaku demikian pada diri sendiri. Alena benci alkohol. Baginya, minuman itu adalah racun yang lebih berbisa dari gigitan kobra.
Berusaha mengahapus sebentar pikiran kesalnya, pelan-pelan Alena membaringkan Nevan ke tempat tidur. Belum sempat berbalik pergi. Lengan Nevan justru menarik tubuh Alena kuat. Membuat gadis jelita bermata bulat legam itu terjungkal menindihnya.
"Gila! Apa yang kamu lakuin?! Lepasin aku! Van! Mabuk atau pun sadar, sama saja menyebalkan!" gerutu Alena berusaha melepaskan rengkuhan tangan Nevan.
Sementara Alena meronta ingin di lepaskan, pelukan sang pria justru semakin kuat.
Nevan membalik posisi keduanya. Sekarang giliran ia yang berada tepat di atas tubuh Alena. Menopang dua tangan untuk memberi jarak antara keduanya. Alena membeku, menatap ngeri melihat ekspresi sayu di wajah sendu Nevan. Wajah pias yang penuh dengan problematika tersembunyi. Seakan dua mata lelah itu, ingin menelannya hidup-hidup. Bulu kuduk Alena meremang bergidik.
"Minggir, Van!"
Suara Alena tak dihiraukan. Pria ini benar-benar kehilangan kendali diri. Bibirnya sudah menyentuh bibir Alena, melumatnya kasar. Kedua tangannya mencengkram kuat lengan Alena. Baru kali ini, Alena merasa harga dirinya dibanting sangat kuat hingga sulit bangkit. Ia tak mampu melawan.
"Nevan! Berhenti! Kubilang berhenti! Sakit, bodoh! Lepasin aku!"
Alena terus memberontak, hingga tanpa sadar air mata mengalir di pipinya. Menahan berat badan Nevan, meski tak seberapa tetap saja membuatnya lemas. Asupan oksigen menjadi sulit ia terima dalam rongga paru-parunya. Napasnya tersengal menahan sesak. Ia merasa kepalanya mulai pening. Dua bola mata polosnya menatap lampu yang menggantung pada gipsum. Sedetik kemudian, pandangannya membayang kabur.
Hanya terasa hembusan napas Nevan dan hangat kecupannya di leher Alena. Sampai akhirnya gadis itu lunglai tak sadarkan diri*.
***
Seluruh ingatannya telah berhasil ia satukan. Alena membelalak, hingga hampir sempurna bulatan lensa hitam di matanya. Masih berharap semua hanya mimpi semata. Buru-buru ia bangkit berdiri, tetap memegang kuat selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Diraihnya helaian pakaian di lantai. Memakainya kembali dengan tergesa. Pikirannya diliputi kekacuan tak pasti. Antara percaya dan tidak. Antara yakin dan tidak. Batinnya gamang tak tentu arah. Jiwanya kosong melompong, bersamaan dengan rasa takut dan sesal yang mendesak hadir. Mengusik sisi tenang dalam pikirnya.
Alena berjalan cepat meninggalkan kamar Rendra. Sorot matanya masih sempat melihat seorang pria, yang lelap di tempat tidur. Untuk pertama kali, ia sungguh benci melihat wajah Nevan.
"Cowok brengsek!" desisnya menahan pilu.
\=\=***\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
mampir nich
2020-08-18
0
Nineng Oneng
awal yg menegangkan,,,,
2020-07-15
1
Ayunina Sharlyn
next 😄
2020-06-29
1