Lenguhan angin menelisik masuk, melalui celan jendela kamar Alena yang sedikit terbuka. Tirai birunya melayang tersentuh sang udara pagi. Hangatnya mentari tak lagi mampu meluluhkan kebekuan dalam batin Alena yang merana. Jiwanya merutuk ingin menangis namun tak kuat menumpahkan lelehan air matanya. Ia hanya melamun menekuk lutut. Menelungkupkan wajah di antara kaki jenjangnua yang lemas tak bertenaga.
Di dalam kamar, Alena merutuk diri menyesali keteledorannya. Berulang kali ia bolak-balik menjelajah kamar mandi untuk membasuh diri. Sesekali terisak menangis di bawah guyuran air. Suara ketukan pintu berkali-kali terdengar nyaring. Ia tak mengindahkan sedikit pun suara Nevan, yang memohon untuk dibuka.
Sengaja Alena menutup telinga dengan headset. Memutar lagu dengan cukup kencang. Ditariknya selimut, menutupi seluruh dirinya. Nana meringkuk berpeluk boneka Pinguin, hadiah dari senior yang ia taksir hampir setahun.
"Alena! Buka pintunya! Gue mau ngomong! Please .... " rintih Nevan setengah frustrasi.
"Pergi kamu! Nggak usah muncul di hadapanku lagi!" bentak Alena melemparkan sebagian emosinya. Amarah yang tertahan mati-matian ia penjarakan kuat-kuat dalam dirinya. Jangan sampai ia meradang dan mengamuk Nevan yang tak berdaya di luar sana.
Nevan tertegun. Meski keduanya tak cukup akur selama ini. Namun baru kali ini ia merasa kemarahan Alena bukan lagi sekedar guruan belaka. Terdengar jelas dari nada dan caranya bicara. Teriakannya menggambarkan kekecewaan mendalam. Nevan sangat menyesal. Ia terduduk lesu di depan pintu kamar sang gadis. Lututnya tertekuk kaku. Dua tangan menopang kepala penatnya. Ia tak bisa menyalahkan Alena. Akibat kebodohannya, mau tak mau gadis muda itu harus menelan hal pahit. Ia tahu dampat dari perbuatannya, pasti sangat mengguncang batin Alena. Ia cemas bahwa yang ia ambil adalah malam pertama sang gadis.
Dua tangan Nevan memukul keras lantai. Ia harap luka di tangannya dapat mengalihkan penyesalan dalam hatinya. Percuma saja, apa yang telah terjari tak dapat ditarik kembali.
"Argh! Bodoh! Bodoh!" makinya pada diri sendiri.
Nevan tak tahu, bila dampak dari mabuknya bisa sangat parah. Masalahnya dengan atasan di tempat kerja belum selesai. Juga tentang kekasihnya, yang dua hari lalu ketahuan berciuman dengan pria lain dan meminta putus. Sekarang masih harus ditambah dengan ulah kotor dari perilakunya sendiri. Ia mengacak rambut. Satu tangannya kembali meninju tembok tanpa ragu. Rasa sakit di punggung tangannya tetap tak seberapa, dibandingkan rasa sakit hati yang ia alami.
"Alena! Buka pintunya! Atau gue dobrak pintu kamanya?!" ancamnya putus asa.
Tak ada jawaban selain keheningan yang makin menjadi.
"Lo benar-benar nggak mau ngelihat gue? Kita bicarakan baik-baik! Tolong buka pintunya .... " pinta Nevan memelas.
Gadis di dalam sana tetap pada pendirian. Ia mengabaikan semua pesan masuk di ponselnya. Hanya demi membuang kenangan semalam.
Nevan bangkit berdiri. Ia menuju kamar Rendra. Langsung mengacak seluruh isi laci di meja kerja temannya. Ia teringat Rendra sering meletakkan kunci cadangan apartemen di sana. Begitu berhasil menemukannya, ia bergegas kembali menghampiri pintu kamar Alena. Mencoba satu persatu kunci yang tergantung bersamaan.
Selimut tersingkap, Alena terlonjak kaget. Buru-buru ia menyeka sisa air matanya. Diterawangnya sosok Nevan yang baru saja berhasil melihat sosok rapuhnya.
"Mau apa lagi?!" pekik Alena berpaling muka. Ia lebih rela menengok lampu di sudut ruangan. Ketimbang melihat wajah mengesalkan Nevan.
Ketampanan pria 27 tahun tersebut tak cukup mampu menggetarkan hati Alena. Ia lebih dulu menanamkan benci untuk Nevan.
"Gur bakal bertanggung jawab."
"Buat apa?!"
"Buat kesalahan gue semalam. Gue minta maaf, Len. Gue nggak sadar ... Sorry .... "
"Pergi sana!"
Suara tegas Alena seakan mengisyaratkan ia belum siap Nevan berada di dekatnya.
"Oke. Tapi gue pasti akan tetap tanggung jawab."
"Nggak perlu! Lagipula belum tentu kita benar-benar melakukan sesuatu semalam. Kamu mabuk dan aku pingsan. Siapa yang bisa menjamin kejadian semalam sampai sana?"
Ucapan Alena membuat Nevan menimbang bingung. Ia harap benar-benar tak ada apa-apa semalam.
"Apa lo yakin nggak ngerasain sakit atau nyeri di-?"
Buk.
Sebuah bantal melayang tepat mengenai wajah karismatik Nevan. Pria itu memijat tengkuk ragu-ragu. Ia mulai merinding, mendapati tatapan ngeri dari Alena.
"Masih bisa nanya begitu?! Brengsek!" maki Alena.
"Gue cuma pengen memastikan. Siapa tahu elo kesakitan atau bahkan pendarahan?" Nevan mengira-ngira sendiri.
Lagi-lagi sebuah bantal melayang bebas. Mendarat mencium mukanya yang meringis.
"Keluar! Lihat wajah mesummu, aku nggak tahan!"
"Nggak tahan? Jangan bilang elo ketagihan?" Nevan bertanya dengan tampang polos.
\=\=***\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Ratna Ray
ngakak gw di bagian akhir😂😂
2021-03-16
0
Lebahlakalaka
gaa kuaaattt terusssinnn
2020-10-16
1
naviegirl
Ihhhh nevan mah nyebelin
2020-02-24
1