Di ruang bernuansa putih dan biru, terlihat dua wanita saling berpandangan lama, Reina gadis cantik yang masih berdiri tegap didepan liona memasang ekspresi wajah tak suka, merasa tak nyaman ia pun membuang muka kesamping.
" Jawab saja pertanyaan ku!" ucapan dengan datar Tampa menatap kearah ibunya.
" Sebenci itu kah dirimu pada ibu?"
Reina mengepal tangannya kuat, ia sudah bertahan selama ini untuk tidak marah pada ibunya, tapi entah mengapa rasanya ia ingin sekali memukul dirinya Sendiri yang tak mampu mengontrol amarah.
" Aku sangat membenci ibu! saking benci nya aku tidak ingin menatap wajah ibu sedikit pun, rasa nya benar-benar muak berada diruangan ini, jika bukan karena misi aku tidak mungkin datang kesini!" teriak Reina tepat dihadapan ibunya.
" Jika saja.. Jika saja ibu tidak melarang ku untuk menolong ayah, AYAH TIDAK MUNGKIN TIADA! Itu semua salah ibu. Salah ibu!"
Reina meluapkan amarah yang telah terbendung selama 7 tahun, selama ini ia hanya memendam amarah nya sendiri, bukan hanya sang ibu yang ia salahkah dalam kematian sang ayah, namun juga dirinya yang gagal untuk melindungi orang yang ia cintai.
" Nak maaf kan ibu, ibu melakukan ini demi melindungi mu juga nak, ibu tidak mungkin meminta mu pergi ketempat yang berbahaya itu." air mata menetes dengan rasa penyesalan bercampur aduk menjadi satu.
" Ibu tidak mengerti! Ibu tidak akan pernah mengerti dengan perasaan ku!"
Benci! Tentu saja, aku sangat membenci ibu ku, jika saja waktu itu ibu tidak melarang diriku untuk datang menolong ayah yang saat itu sedang menjalankan misi. ayah nya tidak mungkin tiada.
liona menarik tangan Reina dan merangkul tubuhnya kuat, liona sangat mengerti kemarahan Reina kepada dirinya, tapi dia tidak akan pernah melarang atau pun membenci Reina atas kata-kata yang dilontarkannya tadi.
Liona sangat menyayangi Reina, tidak ada sebab yang membuat ia harus membenci putri kandungnya, jika apa yang dikatakan Liona mengenai kematian sang suami adalah ulahnya, liona terima apapun kebencian nya walau hal itu bukan perbuatannya.
" Lepaskan aku!" Reina mencengkram pundak liona mencoba melepas pelukan liona dari tubuhnya. Tapi sayang, pelukan liona sangat erat hingga sangat sulit untuk melepaskan rangkulannya.
" Reina, tenang lah.. Maaf kan ibu, ibu tidak ingin kehilanganmu, bukan berarti ibu bisa menerima kepergian ayah mu, ibu sangat menyayangi Kelian berdua nak, ibu tidak mungkin mengorbankan Kelian berdua demi kepentingan negara, jika itu terjadi ibu juga akan mati bersama Kelian berdua."
" Omong kosong! Ibu orang pertama kan yang akan bahagia jika aku mati!"
" Reina!" bentak liona melepaskan pelukannya dan menatap tajam kearah putrinya, mencengkram kedua bahu Reina dengan erat.
" Apa yang kamu katakan tadi Reina! Ibu sangat menyayangi mu! Jika keberadaan ibu hanya membuat kebencian mu tumbuh semakin besar-"
Liona mengambil belatih yang berada di saku Reina, belatih kecil dan tajam, itu yang ia gunakan saat membunuh presidir saat malam tadi.
Waktu pembunuhan itu terjadi pukul 11:32 malam, Sedangkan sekarang jam susah menunjukkan 07:55 pagi, misi yang di jalankan Reina hanya berlangsung dalam semalam dan tidak tidur hingga menjelang pagi untuk bertemu dengan pimpinan.
Jika diperhatikan lebih detail, pisau itu masih memiliki bekas darah yang belum dibersihkan Reina saat membunuh presidir.
Menatap belatih yang di ambil liona, dengan gerakan singkat dan cepat, liona mengambil tangan Reina dan meletakkan belatih itu tepat di telapak tangannya.
Liona arahkan pada leher jenjangnya sembari menatap kearah putrinya yang menatapnya dengan terkejut.
" Bunuh ibu jika itu yang membuat putri ibu bisa memaafkan ibu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments