Di Mana Arumi

Di Mana Arumi

Bab 1. Kenapa Ibu memaksa.

Bab 1. Kenapa Ibu memaksa.

Malam makin larut, Arumi masih dengan tangisnya. Bantal tempatnya untuk mengadu dan tempat berkeluh kesah kini sudah basah oleh air mata. Sejak pagi tadi Arumi sudah mengurung diri di kamar, menghindari kejaran sang ibu tentang keputusan yang selalu di nanti. Arumi tidak menyangka jika kedua orang tuanya akan menerima pinangan dari laki-laki yang tidak pernah dia kenal sama sekali. Laki-laki yang hanya dia tahu namanya dari sang ibu, bahkan Arumi sendiri belum punya keinginan untuk menuju pelaminan.

"Apa? Kamu akan terus menangis seperti itu Arumi?" Sang Ibu dengan nada ketus, mendobrak pintu kamar kasar, kedua tangannya berkacak pinggang dengan arogan.

"Bu ...." Arumi terkejut, bangun dari tidurnya, “Bu, A-Arumi ....” Arumi dengan suara tercekat mengikis netranya yang mengembun.

“Argh ... diam! Hentikan tangismu!” teriak Sang Ibu penuh emosi berjalan mendekat ke sisi ranjang.

Tubuh Arumi bergetar menahan takut. "Arumi mohon Bu, tolong Ibu pikirkan lagi. Arumi masih ingin bekerja, Arumi juga masih muda Bu. Arumi masih dua puluh tahun," keluh Arumi berusaha memberi pengertian sang Ibu mengikis netranya.

Mendengar bantahan Arumi, Sang Ibu hanya mendengus kesal, netranya membola seakan ingin melahap wanita muda yang tengah bersih kukuh dengannya. "Argh ... kamu selalu memberontak Arumi! Andaikan adikmu itu sudah dewasa mungkin aku akan memilih Nindi!” ketus Sang Ibu kesal.

"Ya, Allah Bu," timpal Arumi sedih.

Sang Ibu tersenyum licik, menatap Arumi sinis. "Sekarang Ibu tidak mau tahu! Ibu sudah setuju dan menerima pinangan laki-laki itu. Bisa kamu bayangkan berapa jumlah mas kawin yang akan laki-laki itu berikan Arumi!" seru Sang Ibu kesal, tetapi sekilas Arumi bisa melihat jika ada perasaan senang saat menyebut tentang mas kawin yang akan di berikan.

“Bu ... jadi ....” Arumi kembali menggeleng, mengusap hidungnya yang berair, “jadi ... hanya karena mas kawin yang Ibu pertimbangkan? Ibu tidak bertanya tentang perasaan Arumi? Arumi takut Bu,” rengeknya untuk melunakkan hati sang ibu.

“Takut? Kamu sudah dewasa! Arumi-Arumi ... sudah waktunya kamu menikah,” decak Sang Ibu bibirnya tersenyum misterius, “ jika kamu menikah, berkurang satu beban Ibu!” seru Sang Ibu tanpa peduli dengan rengek Arumi tangannya menyibak tirai jendela di depannya.

"Ibu dulu, menikah masih muda, bahkan masih berumur tujuh belas tahun," tuturnya menatap luar jendela, "waktu itu Ibu menerima begitu saja pinangan yang di ajukan oleh Kakekmu," putus Sang Ibu, tangannya kembali melepas tirai jendela yang di pegangnya, berbalik menatap Arumi kesal.

Mendengar ucapan sang ibu Arumi langsung tercengang, kepalanya menggeleng heran, manik matanya kembali mengeluarkan bulir air mata. "Arumi belum siap menikah Bu, Arumi mohon ...." Arumi kini tergugu dengan tangisnya berusaha membujuk sang ibu.

"Hagh ... jangan merengek, siap atau tidak siap! Kamu harus menerima pinangan ini,” putus sang Ibu mendekat tanpa ingin penolakan.

"Tapi, Bu ... zaman sudah berubah," bantah Arumi di sela-sela tangisnya. Arumi masih tergugu, perlahan kakinya turun dari ranjang, memohon bahkan mencium kaki Sang Ibu, agar menolak pinangan untuknya.

"Dasar anak tidak tahu di untung," cecar Sang Ibu, "sia-sia Ibu membesarkan kamu, jika hal sepele seperti ini saja kamu tidak bisa melakukannya ....” Sang Ibu kesal, “mana baktimu Arumi! Begini caramu membalas budi pada orang tua kamu!" sentak sang ibu penuh amarah.

Tangan sang Ibu menjambak rambut Arumi, menariknya kasar hingga kepala Arumi mendongak menatap wajah sang ibu. “Apa Ibu harus memberi pelajaran padamu lebih dulu, hah! Apa Ibu harus melakukan ini!” teriak Sang Ibu, tangannya bergerak cepat mencubit bahkan memukul tubuh Arumi penuh emosi.

“Ampun Bu ... Arumi minta maaf, sakit Bu ... Arumi mohon lepas Bu, sakit ....” Arumi mencegah tangan sang ibu yang masih menarik rambutnya, “sakit Bu ... Arumi mohon,” iba Arumi di tengah tangisnya berusaha melerai jambakan sang ibu.

“Sakit? Kamu bilang sakit?” tanya Sang Ibu semakin gelap mata, tangannya terus mencubit bahkan memukul tubuh Arumi tanpa ampun.

"Ampun Bu ...." Arumi terus mengiba, berulang kali meminta ampun daan belas kasihan sang ibu.

Arumi akhirnya memilih diam, tubuhnya membeku pasrah menerima bentakan, pukulan, bahkan cubitan yang di terimanya bertubi-tubi membuat hatinya semakin sedih. Arumi sengaja membiarkan sang ibu berbuat sepuasnya hingga gerakan tangan sang ibu mereda dengan napas terengah dan mata merah.

“Argh ... Ibu harap pelajaran ini bisa membuatmu sadar Arumi!” teriaknya penuh emosi mengusap wajahnya yang berkeringat, “sudah waktunya kamu membalas air susu yang pernah Ibu berikan, sekarang kamu paham!” sentak Sang Ibu, mendorong tubuh Arumi.

Arumi, menatap tidak percaya, tubuhnya gemetar menahan sesak dan sakit dalam hatinya. "I-Ibu, sudah puas memukul Arumi? Ibu bersungguh-sungguh mengatakan itu? Meminta air susu yang pernah Ibu berikan pada Arumi?” Arumi tersedu, suaranya kini semakin lirih menyesali ucapan yang keluar dari bibir sang ibu, bahkan Arumi tidak percaya dengan semua yang di dengarnya dan perlakuan Sang Ibu.

"Benar dan Ibu yakin dengan ucapan Ibu. Balas air susu Ibu yang sudah kamu minum selama dua tahun!” sumpah serapah ke luar dari mulut Sang Ibu.

Setelah puas melampiaskan semua amarahnya, Sang ibu tanpa berbicara lagi ke luar kamar. "Ibu minta pikirkan permintaan Ibu ini!" teriaknya dari luar kamar, beberapa saat yang terdengar hanya hening tidak ada teriakan dari sang ibu.

Tubuh Arumi terlonjak suara dentuman pintu kamar yang di dorong kasar. Arumi hanya duduk terpekur, selepas kepergian sang ibu. Arumi hanya bisa menatap lantai kamar, suara tangisnya tidak lagi terdengar hanya air matanya yang terus luruh jatuh menitik di lantai, Arumi benar-benar menangis dalam diam.

"Ibu ... apa? Salah Arumi! Apa? karena harta Ibu memperlakukan Arumi seperti ini. Apa? Yang harus Arumi lakukan?” tanya Arumi lirih pada dirinya sendiri, tubuh Arumi limbung luruh meringkuk dilantai dengan tatapan kosong.

“Apa? Yang harus Arumi lakukan?” Arumi meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Terpopuler

Comments

Diii

Diii

mampir ...semangat berkarya ya thor

2025-02-09

0

Utayiresna🌷

Utayiresna🌷

aku juga mampir Thor🥰

2024-02-21

1

Selviana

Selviana

Aku sudah mampir nih.Jangan lupa mampir juga di karya aku yang berjudul (Terpaksa Menikah Dengan Kakak Ipar)

2024-02-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!