Bab 2. Keputusan yang berat

Bab 2. Keputusan yang berat

Semalaman Arumi meringkuk di lantai kamar, pikirannya di penuhi berbagai pertanyaan yang terus menyudutkan hatinya, pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya olehnya.

'Apa? yang harus aku lakukan, menerima atau menolak keinginan Ibu? Kenapa Ibu tega memaksakan kehendaknya? Bahkan Ayah juga seakan menutup telinga dengan masalah ini. Apa? Benar aku anak Ayah dan Ibu dan kenapa semua baru terpikirkan olehku?' beberapa pertanyaan yang tiba-tiba muncul dalam hatinya.

Arumi mengubah posisi tubuhnya menjadi terlentang, netranya menatap langit-langit kamar, hanya sesekali terdengar desahan napas berat dari bibirnya. 'Apa? Aku harus menerima perjodohan ini. Apa? Laki-laki itu akan baik padaku atau bahkan sebaliknya.'

Arumi mengusap dadanya yang tiba-tiba berdesir cemas. "Bagaimana aku memutuskan?" tanyanya bimbang pada dirinya sendiri.

Malam makin larut, Arumi memilih bangkit mengusap netranya yang sembab. "Ya, jika ini jalan satu-satunya," putus Arumi merebahkan tubuhnya di ranjang begitu saja sebelum netranya terpejam, berharap dengan merehatkan otaknya beberapa jam ke depan hingga pagi menjelang dirinya bisa mengambil keputusan yang tidak akan dia sesali seumur hidupnya nanti.

Mentari pagi menyapu wajahnya dengan rakus, netranya berkedip sebelum wajahnya berpaling menghindari silau yang membuat netranya memicing pedih. "Huuff ...." Arumi menggeliat malas, perlahan tubuhnya bangkit, duduk tanpa semangat di atas ranjang.

Arumi masih dengan semua kebisuannya, mengusap netranya yang sembab. "Apa? yang harus aku lakukan?" tanyanya bingung untuk beberapa saat, "apa, aku ...." Arumi beringsut duduk di sisi ranjang kakinya terjuntai di lantai begitu saja.

"Argh ...." Arumi mengacak-acak rambutnya kesal, "jika ini yang menjadi jalan keluarnya," putus Arumi akhirnya, seakan dirinya menemukan jawab dari semua masalah yang di hadapinya.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

“Pagi ....” Sapa Arumi lirih, netranya menatap sendu ke arah kedua orang tuanya yang tengah duduk di meja makan.

Mendengar teguran Arumi sang ibu yang tengah menyuap nasi dalam mulutnya langsung menoleh ke arah Arumi kesal. Mendapat tatapan yang kurang bersahabat dari sang ibu, Arumi spontan menunduk menghindari tatapan sinis Ibunya.

“Jika kamu ingin mengganggu sarapan kami, sebaiknya pergi Arumi!” sentak Sang Ibu geram, seketika menghentikan makannya, “Ash ... melihat wajah sembabmu itu membuat Ibu tidak selera makan,” ketus Sang Ibu tidak suka.

Arumi membeku, lagi-lagi amarah yang masih sama ditunjukkan padanya, sesaat Arumi menelan ludahnya untuk mengurai ketakutannya. “Bu, a-ada ... yang ingin Arumi bicarakan,” ujarnya lirih makin menunduk menatap meja makan di depannya, “A-Arumi, Arumi ....” Arumi menjeda ucapannya.

Sang Ibu semakin kesal saat mendengar bicara Arumi yang terbata. “Hem ... begitu cara kamu berbicara dengan orang tua, tidak sopan. Angkat kepala kamu!” teriak Sang Ibu tangannya reflek melempar sendok yang di pegangnya hingga jatuh ke lantai yang tertinggal hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan lantai.

“Maaf. A-Arumi ....” Arumi menjeda ucapannya, menatap dua wajah orang tuanya lekat dengan keberanian yang tersisa.

“Apa? Bicara yang benar jangan plin-plan,” tegas Ibu tidak sabar.

Arumi menghela napas panjang, kedua tangannya bertautan gemetar. “Arumi ... Arumi menerima perjodohan yang Ibu sampaikan,” jawab Arumi lesu.

Sang Ibu yang sedari tadi menatap sinis, seketika netranya membola tidak percaya. “Arumi, coba ulangi lagi ucapan kamu,” ujar sang ibu senang, “ benar yang kamu katakan?” tanya Sang Ibu dengan wajah berbunga seakan tidak percaya dengan kabar yang di dengarnya.

“Benar Bu. Arumi menerima perjodohan yang Ibu sampaikan,” jawab Arumi sedikit keras dengan suara gemetar.

“Apa? Ibu tidak salah dengar Arumi?” tanya Sang Ibu ulang.

Arumi hanya mengangguk sebagai jawaban, netranya tertuju pada sang ayah yang selama ini selalu mengalah dengan semua keputusan sang istri.

“Wah ... akhirnya, benar ‘kan, Pak. Apa? Yang Ibu bilang, Arumi pasti setuju,” timpal Sang Ibu dengan wajah senang, “maharnya Pak, belum lagi perhiasannya juga, akhirnya ... kita bisa memiliki uang sebanyak itu.” Sang Ibu bergegas berdiri menghampiri Arumi memeluk, bahkan mencium seluruh wajahnya.

“Ini baru anak Ibu.” Sang Ibu sesaat mengerutkan dahi menatap anak gadisnya secara intens. “Ash ... lihat mata sembab kamu, cek-cek ... mata sembabmu itu bisa mengurangi kecantikan kamu,” tutur sang Ibu tidak suka menangkup wajah Arumi, memindainya secara teliti untuk kedua kalinya, “cepat rawat wajah kamu Arumi, benar ‘kan, Pak,” ujar sang ibu kembali duduk di samping suaminya.

Sang suami yang sejak tadi memilih diam langsung menoleh ke arah Arumi. “Kenapa, kamu memaksa Arumi, Lastri. Biarkan dia memilih jodohnya sendiri,” timpal suaminya tidak suka.

Bu Lastri hanya tersenyum menanggapi teguran suaminya. “Akh ... Bapak, semua juga demi kebahagiaan Arumi, hanya itu,” jawab Bu Lastri kekeh dengan pendiriannya, “benar ‘kan, Arumi?” tanya Sang Ibu penuh penekanan.

“I-iya, Bu,” jawab Arumi terjeda.

Mendengar jawaban Arumi, sang ayah langsung menilik wajah sang istri, sesaat dahinya mengerut seakan paham dengan sikap istrinya. “Pasti mahar itu yang menjadi pertimbangan kamu, aku sudah mengingatkan kamu dari awal, sekarang ... Arumi, bahkan menyetujui begitu saja pinangan ini.” Sang suami menghela napas panjang, dirinya seakan tidak berkutik dengan keputusan sang istri.

“Mas tahu itu. Serahkan semua pada Lastri, Lastri akan mengurusnya,” timpalnya yakin.

“Terserah kamu Lastri, tetapi ingat perkataan saya,” ancam Sang Suami, meninggalkan meja makan dengan kesal.

Namun, belum juga langkahnya menjauh dari meja makan sang suami kembali menoleh ke arah sang istri untuk beberapa saat. “Lastri ... jika sampai terjadi apa-apa dengan Arumi, ingat perkataan saya,” kecam sang suami penuh penekanan.

"Sudahlah Pak, Ibu yakin dengan perjodohan ini. Ibu lihat sendiri jika laki-laki itu baik, dia juga tampan, Ibu sangat yakin dengan laki-laki itu," jelas Bu Lastri panjang lebar.

Sang suami hanya mendengus kesal mendengar penuturan sang istri, memilih meninggalkan meja makan. Bu Lastri hanya tersenyum melihat sikap suaminya.

"Arumi, maaf 'kan, Ibu. Ya, Nak," pintanya pelan, "andaikan kamu bersikap baik sejak semalam, mungkin Ibu tidak akan memukulmu, aduh ... lihat lengan bahkan tangan kamu," tutur Bu Lastri dengan senyum yang sulit di tebak.

Arumi hanya mengangguk, wajahnya makin menunduk takut. "Bu, boleh Arumi masuk kamar?" tanya Arumi pelan.

"Boleh-boleh, masuk saja sekalian beri salep tangan juga lengan kamu," ujarnya perhatian.

Arumi bergegas berdiri, masuk dalam kamar. "Kenapa Ibu cepat berubah, bahkan tabiatnya berubah seratus persen, saat menyebut laki-laki ini," lirih tidak urung dirinya menyempatkan diri untuk menengok ke arah meja makan di mana ibunya duduk tidak lama Arumi menutup pintu kamarnya.

Sepeninggal Arumi, sang ibu yang duduk sendiri kini terlihat tersenyum-senyum sendiri, seakan ada hal yang membuatnya senang, angan yang hanya dirinya paham dan mengerti. "Akh ... kalau sudah rezeki, enggak akan ke mana dengan begini ...." Bu Lastri menjeda ucapannya.

Terpopuler

Comments

Diii

Diii

mau kaya ...yg dikorbankan anaknya

2025-02-09

0

Utayiresna🌷

Utayiresna🌷

kasihan Arumi😌

2024-02-21

3

Selviana

Selviana

Semangat...

2024-02-05

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Kenapa Ibu memaksa.
2 Bab 2. Keputusan yang berat
3 Bab 3. Pelaminan kosong
4 Bab 4. Siapa wanita ini
5 Bab 5. Malam panjang
6 Bab 6. Belajarlah
7 Bab 7. 21+ Janji yang tidak bisa Abraham tolak
8 Bab 8. Biarkan aku memelukmu
9 Bab 9. Apa? Maksud Bu Dewi
10 Bab 10. Jangan pernah mengusik Wanda
11 Bab 11. Kamu jahat Mas
12 Bab 12. Nyonya harus kuat
13 Bab 13. Jaga Arumi
14 Bab 14. Jangan hubungi suami saya
15 Bab 15. Ibu yang salah
16 Bab 16. Bu jujur pada Nindi
17 Bab 17.
18 Bab 18.
19 Bab 19.
20 Bab. 20
21 Bab 21.
22 Bab 22.
23 Bab 23
24 Bab 24.
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27.
28 Bab 28.
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31.
32 Bab 32.
33 Bab 33.
34 Bab 34.
35 Bab 35.
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38.
39 Bab 39.
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45.
46 Bab 46
47 Bab 47.
48 Bab 48. 21+
49 Bab 49.
50 Bab 50.
51 Bab 51.
52 Bab 52.
53 Bab 53.
54 Bab 54.
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59.
60 Bab 60.
61 Bab 61.
62 Bab 62
63 Bab 63.
64 Bab 64.
65 Bab 65.
66 Bab 66.
67 Bab 67.
68 Bab 68.
69 Bab 69.
70 Bab 70.
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74.
75 Bab 75.
76 Bab 76.
77 Bab 77
78 Bab 78.
79 Bab 79.
80 Bab 80.
81 Bab 81
82 Bab 82.
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Bab 1. Kenapa Ibu memaksa.
2
Bab 2. Keputusan yang berat
3
Bab 3. Pelaminan kosong
4
Bab 4. Siapa wanita ini
5
Bab 5. Malam panjang
6
Bab 6. Belajarlah
7
Bab 7. 21+ Janji yang tidak bisa Abraham tolak
8
Bab 8. Biarkan aku memelukmu
9
Bab 9. Apa? Maksud Bu Dewi
10
Bab 10. Jangan pernah mengusik Wanda
11
Bab 11. Kamu jahat Mas
12
Bab 12. Nyonya harus kuat
13
Bab 13. Jaga Arumi
14
Bab 14. Jangan hubungi suami saya
15
Bab 15. Ibu yang salah
16
Bab 16. Bu jujur pada Nindi
17
Bab 17.
18
Bab 18.
19
Bab 19.
20
Bab. 20
21
Bab 21.
22
Bab 22.
23
Bab 23
24
Bab 24.
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27.
28
Bab 28.
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31.
32
Bab 32.
33
Bab 33.
34
Bab 34.
35
Bab 35.
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38.
39
Bab 39.
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45.
46
Bab 46
47
Bab 47.
48
Bab 48. 21+
49
Bab 49.
50
Bab 50.
51
Bab 51.
52
Bab 52.
53
Bab 53.
54
Bab 54.
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59.
60
Bab 60.
61
Bab 61.
62
Bab 62
63
Bab 63.
64
Bab 64.
65
Bab 65.
66
Bab 66.
67
Bab 67.
68
Bab 68.
69
Bab 69.
70
Bab 70.
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74.
75
Bab 75.
76
Bab 76.
77
Bab 77
78
Bab 78.
79
Bab 79.
80
Bab 80.
81
Bab 81
82
Bab 82.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!