Malam itu saat tiba di kafe yang telah dijanjikan ia telah ditunggu seseorang. Pemuda itu mengenakan sweter hitam yang membuatnya semakin tampan.
"Sudah menunggu lama?" Tanya Marcella dan berjalan kearahnya.
Pemuda itu mengangguk. "Kamu dari mana saja sayang?" Tanyanya curiga. Lantas Marcella pun kembali mengarang agar tak dicurigai tunangannya itu.
"Dari rumah teman, ada acara tadi sebentar biasa perempuan," ucap Marcella santai.
Alex pun tersenyum dan lantas memanggil pelayan.
"Malam ini aku ke rumah ya?" Ucap Alex kemudian. Marcella cukup terkejut sebab ia memiliki agenda saat malam.
"Untuk? Aku mau tidur cepat, tak apa kan?" Jawabnya kemudian.
"Kamu tidur atau meneliti sesuatu?" Rupanya Alex tak mudah dibohongi.
"Itu juga tetapi hari ini aku kurang enak badan," sahut Marcella. "Tak apa kan lain kali saja sayang," serunya pelan dan menampilkan wajahnya yang manis itu.
"Kamu sakit? Singgahlah ke klinik nanti atau aku antar?" Seru Alex.
"Tak usah kamu kan sibuk."
Jika aku diantar sama saja nanti dia akan singgah. Pikir Marcella. Sementara ia sengaja menghindari pemuda itu.
"Urusan kafe paling itu bisa kapan saja, kamu paling penting buatku. Kamu lupa itu," jawab Alex. Ia menatap Marcella lekat, saat pesanan datang ia pun mengalihkan pandangannya.
"Aku sangat lapar ayo makan," ucap gadis itu dan mulai menyantap makanan di depannya. Ia sengaja mengalihkan percakapan mereka tadi.
"Habiskanlah, kalau kurang pesan lagi, pelan-pelan tetapi makannya," ucap Alex dengan senyumnya.
"Tidak usah, ini saja sudah cukup sayang," ucap Marcella. Sesungguhnya ia hanya membuat Alex tak kerumahnya malam ini karenanya ia mengajaknya makan di luar.
"Aku ini tunanganmu kan? Mengapa sungkan? Seperti dengan orang lain saja."
"Tak apa Alex aku cukup dengan ini, sungguh. Bukan karena apa - apa tetapi lambungku kan kecil," ucap Marcella dengan senyuman manisnya.
"Baiklah sayang," jawab Alex dengan senyuman.
Setelahnya Marcella pun pamit lebih dulu, namun ia tak lantas segera pulang dan sebaliknya menuju sesuatu tempat.
"Mbak Marcella sudah lama gak main kemari?" Sapa seorang petugas disana.
"Iya, aku cukup sibuk, jadi baru bisa kemari," ucap Marcella sembari memakai penutup telinga dan kacamata. Tempat itu adalah tempat ia mengalihkan emosi dan menenangkan pikirannya. Ia mengambil sebuah senapan dan door. Sebuah tembakan mengenai papan berjarak 5 meter di hadapannya.
"Wahh, seperti biasa Mbak luar biasa, Mbak mau minum apa?" Tanya seorang pramuniaga disana.
"Jus saja biasa, tak usah terlalu manis," jawabnya.
"Baik, kalau begitu, tunggu sebentar ya."
Marcella mengangguk dan melanjutkan menembak hingga ia kelelahan.
Setelah puas menembak Marcella memilih menikmati jus yang ia pesan tadi. Saat itulah ia melihat sosok yang membuatnya terperanjat.
"Kamu mengikutiku lagi?" Ryan menanyainya karena tak biasanya ia melihat Marcella disana.
"Justru aku yang semestinya bertanya, kamu membuntutiku?" Ucap Marcella keras.
"Aku? Membuntutimu? Untuk apa? Aku sering ke tempat ini," ucap Ryan.
Petugas yang menemani Marcella tadi pun datang sebab ia mendengar ada keributan.
"Ada apa Mas Ryan?" Tanyanya.
"Ini wanita ini aku tak pernah melihatnya sebelumnya," ucap Ryan.
"Mbak Marcella dulu pelanggan tetap kami sebelum menjadi polisi Mas. Dia pelanggan tetap kami juga."
"Begitu rupanya, ya sudahlah kalau begitu," ucap Ryan dan segera pergi.
"Hei ... Apa kamu kira dunia ini hanya milikmu?" Pekik Marcella hingga Ryan pun berbalik.
"Nona aku sedang tak ingin cari ribut disini," tekan Ryan dengan matanya yang menajam. Ia mencari sosok Marcella yang manis yang kenal dulu. Namun yang ada dihadapannya seorang gadis kasar, keras kepala dan tak tahu tata krama.
"Apa katamu? Aku cari ribut? Dasar kau ini gadis kecil." Ryan segera membungkam mulut Marcella.
"Jaga bicaramu disini banyak mata-mata." Bisiknya ke Marcella.
Marcella pun melihat ada beberapa orang yang mencurigakan disana. Ryan segera menarik Marcella ke ruangan VVIP.
"Kamu mengapa selalu saja sembrono?" Ryan marah akhirnya.
"Aku? Kamu mengancamku lagi?" Tekan Marcella.
"Astaga Marcella, untuk apa aku mengancamu hah?" Ryan tersenyum jengah.
"Sebab kamu pembunuh bukan?"
Ryan hanya tertawa. "Kamu bisa dijatuhi pasal fitnah tanpa bukti nona manis."
"Aku akan mencari buktinya dan membuatmu mendekam di penjara." Marcella berdiri dan menatap Ryan dengan penuh amarah. Ia hendak melangkah pergi.
"Jangan gegabah kamu bahkan tak mengenalku dengan baik," ucap Ryan dingin. Marcella berbalik dan berseru.
"Aku tak takut denganmu!"
Ia membanting pintu dan Ryan hanya bisa menggeleng menanggapi sikap Marcella.
"Kapan kamu akan sadar sih?" Ia mendesah namun gadis itu sudah pergi jauh. Rasanya amat sulit membuatnya mengerti.
Sementara Marcella segera pergi dan menggendari mobilnya. Ia sempat mengumpat kesal di lampu merah.
"Sial, kenapa sih harua jumpa psikopat gila itu! Dasar lihat saja Ryan kamu akan menyesal nanti!" Ia amat kesal dan ingin menghajar Ryan namun ia tak bisa karena jika sembarangan ia bisa terkena sanksi dan habislah ia.
Ia menekan setir mobilnya dan membuat orang-orang menatapnya heran. Setelahnya ia segera melaju kencang menuju suatu tempat.
...****...
Saat melihat Ryan yang seakan berwajah masam. Paman Gu pun bersuara.
"Anda bertemu dengan gadis itu lagi Tuan?" Paman Gu menuang kopi ke gelas Ryan.
"Begitulah ia selalu saja keras kepala Paman. Aku tak habis pikir ada wanita begitu," jawab Ryan.
"Mengingatkan saya dengan pribadi Tuan Muda Sammy yang supel dan ramah."
"Berbanding terbalik bukan? Gadis ini entahlah harus aku apakan dia." Ucap Ryan.
"Anda harus mendekati perempuan pelan-pelan Tuan, ia menduga anda adalah orang itu."
"Entah sampai kapan ia akan menerorku paman."
"Anda harus tetap berhati-hati Tuan Muda. Jangan sampai lengah. Sebab ia bukan orang gila sembarangan dan tak bisa ditebak."
"Paman benar, ia hidup normal meski tangannya berlumuran darah, dan sebagian orang menganggap aku pembunuh sementara ialah sebenarnya."
"Apa tidak ada cara menjebaknya Tuan Muda?" Tanya Paman Gu.
"Aku tak mau orang lain menjadi dalam bahaya."
Paman Gu mengangguk paham. Ia pernah sekali berpapasan dengan orang itu saat menyamar menjadi pelayan. Paman Gu segera berteriak dan orang itu melompat dari tembok belakang rumah itu.
"Orang itu harus ditangkap."
"Itulah yang pasti terjadi paman, doakan saja paman."
Paman Gu mengangguk. "Tentu Tuan Muda saya selalu berdoa untuk kehancuran orang itu. Agar saya bisa melihatnya merasakan sakit yang kita rasa."
"Terim kasih Paman, Paman boleh pergi," ucap Ryan.
"Kalau begitu saya permisi Tuan," sahut Paman Gu. Ryan pun mengangguk.
...****...
Marcella berjalan dibawah pepohonan akasia yang mulai menguning. Tak lama ia sudah ada di depan sebuah pusara. Kemudian gadis itu berjongkok.
"Kak Sammy aku adikmu yang paling menyebalkan datang," sapanya pada pusara itu.
Ia menatap sekeliling memastikan tak ada siapapun disana. Sebab terkadang ia merasa sedang diikuti.
"Kak, aku curiga pada kejanggalan kematian Cyara, apa dulu kakak sudah menemukan sebabnya. Aku juga tak bisa bercerita pada Alex sebab aku merasa ia menyembunyikan sesuatu," ucapnya meski tentu yang sudah tiada itu takkan bisa menjawab pertanyaannya. Namun setiap kali rindu dan buntu ia selalu mengunjungi makam kakaknya itu.
Gadis itu membersihkan beberapa rumput dan menabur kembang diatas pusara itu.
"Kedua orang tua kita sehat, kakak tak perlu khawatir aku menjaga mereka dengan baik. Kak orang seperti apa Ryan itu? Bagaimana aku bisa menangkapnya?"
Marcella pun menutup kunjungannya dengan doa.
"Marcella balik dulu kak." Ia masih berdiri memandang makam itu dan menguatkan dirinya lagi sebab kembali rindu dan sakit itu menyergapi hatinya. Tentu sampai kapanpun Sammy akan memiliki ruang khusus di dalam hatinya.
Ia berjalan lemah dan sesekali masih menoleh ke belakang. Ia merasa kakaknya sedang melambai dan tersenyum padanya. Cepat ia menyeka air matanya yang tumpah. Lantas ia berlaru masuk ke dalam mobil. Masih berat buatnya menerima kepergiaan Sammy meski waktu terus begulir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments