Usai makan siang, Damar membawa Naya berkeliling melihat-lihat rumah yang baru mereka tempati. Naya merasa heran karena tidak melihat siapa pun di rumah ini. Padahal tadi ada empat orang selain mereka berdua.
Terakhir Damar mengajak Naya ke halaman belakang rumah. Halaman yang di penuhi oleh berbagai macam jenis bunga yang tersusun rapi, yang tadi Naya lihat dari jendela kamarnya.
Tak hanya ada berbagai jenis bunga, di sana juga ada sebuah kolam ikan yang tidak terlalu besar, juga ada sebuah pohon rindang yang tidak terlalu tinggi. Di bawahnya terdapat kursi ayunan.
Damar dan Naya berhenti di bawah pohon itu. Berlindung dari panas cahaya matahari. Damar kemudian duduk di kursi ayunan di samping kursi roda Naya.
"Kau menyukainya ?" tanya Damar meminta pendapat Naya tentang rumah ini.
"Iya, pak. Suka." jawab Naya jujur.
Meskipun sangat menyukai tinggal di sini, namun tidak serta merta mengusir kesedihan Naya. Bagai mana pun kenangan bersama Candra tidak mudah hilang begitu saja walau Naya sekarang membenci pria itu. Apa lagi kehilangan sang ayah yang tempatnya tidak bisa di gantikan oleh siapa pun.
Mata Naya mulai mengembun ketika ingatan itu melintas di pikirannya.
"Bapak tidak pergi ke kantor ?" tanya Naya untuk mengalihkan pikirannya agar tidak jadi menangis.
"Tidak." jawab Damar sambil menatap wajah Naya.
"Tidak ada pekerjaan yang terlalu penting." lanjut Damar lagi dan kembali menatap ikan-ikan yang berenang di kolam di depan mereka.
Damar sengaja berbohong agar Naya tidak merasa membebaninya. Padahal pekerjaannya di kantor seperti tidak akan pernah habis. Meskipun jabatannya hanya sebagai wakil direktur, tapi papanya melimpahkan semua pekerjaan Direktur utama kepadanya dan Naya pun tahu tentang hal itu.
Sudah lebih dari setengah jam mereka ada di sana. Bercerita tentang hal-hal pekerjaan di kantor, meskipun lebih banyak diamnya. Tak ingin membuat Naya lelah karena terlalu lama duduk, Damar pun membawa Naya kembali ke kamar.
"Istirahatlah." kata Damar setelah memindahkan tubuh Naya di tempat tidur.
"Tekan tombol ini jika kau membutuhkan sesuatu dan perawat akan segera datang." Damar menunjukan sebuah benda seperti remote atau lebih mirip seperti kontak mobil yang sudah di pasangkan dengan tali.
Kemudian Damar memasangkan tali itu di pergelangan tangan Naya. Setelahnya pria itu keluar dari kamar untuk membiarkan Naya beristirahat dengan nyaman.
Naya yang memang sudah merasa lelah, ingin membaringkan tubuhnya. Tapi sepertinya ia kesulitan karena dari panggul sampai kakinya tidak bisa di gerakkan. Jika di rumah sakit Naya bisa melakukan sendiri karena ranjang pasien di lengkapi dengan tombol khusus yang menempel di sisi ranjang untuk menaikkan atau menurunkan posisi ranjang bagian kepala sehingga Naya tidak perlu menggerakkan tubuhnya secara langsung.
"Ya Tuhan, bagai mana ini." Naya sudah berusaha menggerakkan tubuhnya sampai berkeringat tapi tetap tidak bisa. Karena kakinya terasa berat seperti batu.
Naya mulai frustasi dengan kondisinya yang lumpuh dan menangis. Namun kata-kata sang ayah sebelum kepergiannya membuat Naya tidak putus asa.
Jangan cengeng jika ayah tidak ada.
Naya kemudian mengusap air matanya, tak ingin menangis. Tak ingin jadi lemah dan cengeng. Lalu Naya menekan kedua tangannya di tempat tidur untuk menumpu tubuhnya agar bisa diangkat dan di geser ke bawah, namun Naya tidak sadar jika tangannya tidak sengaja menindih remote yang tadi di pakaikan Damar di tangannya.
Naya terkejut ketika pintu kamarnya tiba-tiba di buka dari luar dengan kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Siti Rahayu
lanjut cerita yg bagus
2024-08-26
1
Yunerty Blessa
apakah Damar yang membuka pintu tu.....
2024-06-26
0
Kasih Bonda
next Thor semangat
2024-01-09
2