Saat sampai di rumah, Dylan langsung pergi ke kamar. Melempar tasnya ke atas tempat tidur, lalu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
Setelah mandi, rasanya memang sangat menyegarkan. Ia mengganti pakaian. Setelah itu, ia mengambil kembali komik yang baru saja dibeli tadi. Lebih tepatnya, anak berambut putih itu yang membelikan komik ini untuknya.
Dylan pun mulai membaca komik itu sambil memeluk guling kesayanganya. Kalau soal membaca komik, ia paling cepat. Tiba-tiba saja ia sudah sampai di halaman ke-40 dan hampir tamat. Lalu pada saat Dylan membuka halaman berikutnya, ia terkejut.
Terkejut saat melihat ada karakter baru yang muncul di dalam komiknya. Ternyata di panel tersebut, muncul sosok anak kecil berambut putih.
“Eh! Benar-benar mirip! Sangat mirip.”
Dari model rambut dan warnanya. Hingga mata besarnya berwarna biru dan postur tubuhnya, juga sangat mirip. Wajahnya juga terlihat persis digambarkan seperti anak tadi.
“Apakah anak tadi itu sedang Cosplay menjadi karakter ini? Tapi kan komik ini baru saja liris. Bagaimana gadis tadi bisa tau wujud dari karakter baru ini? Apa komikusnya berteman dengan gadis itu, apa komikusnya yang membuat karakter ini terinspirasi dari gadis tadi?” batin Dylan panjang lebar memikirkannya.
Dylan tidak begitu yakin dengan pemikirannya. Tapi ia masih terheran dan mulai menutup bukunya setelah selesai membaca komik tersebut. Ia penasaran dengan kelanjutannya dan juga penasaran dengan peran si karakter yang baru muncul tersebut.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Chapter 2: [Takana Utsuki ]
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Keesokan harinya–
Pagi-pagi seperti ini, Dylan sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Tapi sebelum itu, ia memberi makan Coki terlebih dahulu, agar dia tidak bawel.
Setelah itu, berjalan ke pintu depan. Memakai sepatu, menggendong tas, mematikan lampu rumah, memutar kenop pintu dan membukanya. “Saatnya memulai hari baru yang membosankan!”
...****************...
Di sekolah–
Kelas 3-A, adalah kelasnya Dylan.
Kelas ini adalah kelas ternakal, tergaduh, dan paling berisik satu sekolah. Sudah sampai memecahkan rekor kelas buruk terbaik. Kelas itu dipenuhi oleh anak-anak berandalan. Entah itu laki-lakinya atau perempuan juga sama saja.
Saat ini, Dylan sedang duduk di tempatnya, memandang keluar jendela yang ada di samping sambil menopang dagu. Sekalian juga, sambil menikmati kebisingan di kelas dan juga menunggu bel masuk berbunyi.
PUK!
“Ugh ....”
Seseorang baru saja melemparkan segulung kertas ke arah Dylan. Semua anak di kelas langsung memandangnya dengan tatapan mereka yang membuatnya muak.
“Eh! Sorry~ Gw kira, lu tempat sampah, haha....”
“Hei, dia memang tempat sampah, loh. Karena sudah pernah tertulis di mejanya. ‘Buanglah sampah pada temannya’ haha....”
“Lawak lu. Tapi ya juga sih, hahaha!”
“Lagi-lagi mereka!” geram Dylan dalam hati sambil meremas kertas tersebut. “Dua cewek yang sangat nakal. Kenapa mereka tidak pergi dan mati saja?”
Sampah yang mereka berikan pada Dylan tadi, langsung ia pungut dan buang ke tempatnya. Sekali lagi, Dylan menahan diri. Ia harus sabar. Almarhum ayahnya selalu bilang kalau ia tidak boleh membalas dendam pada siapa saja yang sudah menghinanya. Biarkan perbuatan mereka dibalas oleh Tuhan saja.
“Untung saja mereka anak cewek!”
Dylan pun kembali ke tempat duduknya. Kelas itu semakin berisik saja. Ada yang main lempar-lemparan kertas, merokok di dalam ruangan, dan bercanda secara berlebihan, juga berbicara kasar seenaknya. Dylan berharap ia bisa pindah dari kelas itu. Tapi entah kapan dan bagaimana caranya.
KRIIIING... KRIIIING....
Pada akhirnya, waktu ketenangan datang juga. Jika bel masuk berbunyi, semua murid di kelas langsung diam dan kembali ke tempat duduknya masing-masing. Walau mereka nakal, mereka masih takut dan menghormati guru.
GREEEKKK....
Pintu kelas pun bergeser dan terbuka. Terlihat di sana, seorang guru yang cantik datang. Itu wali kelasnya Dylan. Namanya Bu Aprilia.
Dylan selalu memanggilnya Bu April. Beliau sangat baik hati dan selalu sabar dalam menghadapi murid-murid nakal di kelasnya. Intinya, dia guru terbaik yang Dylan miliki.
Bu April berjalan mendekati mejanya. Diikuti oleh seorang anak baru di belakangnya.
“Eh! Tunggu dulu.” Dylan terkejut. Murid yang dibawa Bu April itu ternyata adalah anak yang bertemu dengannya saat di Toko Buku kemarin.
“Kenapa dia ada di sini? Apa dia murid baru? Tapi kalau memang murid baru, kenapa ia datang saat pertengahan semester. Lalu ... bagaimana anak seumuran dia bisa sekelas denganku?!” Lagi-lagi pikiran Dylan dipenuhi oleh tanda tanya.
Bukan waktunya yang tepat untuk anak itu datang. Karena mendadak sekali. Tak lama lagi ujian akhir semester 1. Tidak punya banyak waktu untuk belajar bersama di kelas. Semua materi pelajaran telah dibahas.
“Selamat pagi, anak-anak!” sapa Bu April.
“Pagi, Bu!” sahut semua murid. Mereka semua melirik ke anak baru itu.
“Anak-anak, hari ini kita punya teman baru.” Bu April menengok ke samping kirinya. “Ayo, perkenalkan dirimu!”
“Ha–halo! Nama saya Takana Utsuki. Saya murid pindahan dari Tokyo. Yoroshiku onegaishimasu! “ ucap Takana sambil membungkukkan badannya.
“Eeehhh?” Semua anak menelengkan kepalanya karena bingung. “Apa yang dia bicarakan itu?”
“Oh, Takana ini berasal dari Jepang. Jadi mohon bantuan kalian, ya. Dia mungkin agak kesulitan dalam bahasa kita, tapi kalian bisa coba untuk akrab dengannya.” Jelas Bu April.
Semua murid mengangguk paham.
“Nah, sekarang, Takana duduk di ....”
“Di sana saja, bu! Dekat dengan si anak nolep itu!” Salah satu anak menunjuk ke arah Dylan. Dylan terkejut begitu ditunjuk. Tapi memang benar kalau di sampingnya itu ada kursi kosong. Karena tak ada yang ingin duduk di dekatnya.
“Ah! Kenapa kebetulan sekali, sih?” Sekali lagi ia menggerutu dalam hati.
“Ah, iya. Itu ada kursi kosong di belakang sana. Takana duduk di sana, ya?” kata Bu April sambil menunjuk ke arah kursi kosong yang ada di samping Dylan.
Takana mengangguk paham. Lalu ia berjalan ke arah tempat yang ditunjukkan Bu April tersebut.
Saat sampai di tempat duduknya itu, Takana memeriksa keadaan meja dan kursi yang ia miliki. Lalu setelah itu, ia meletakkan tasnya di samping meja dan dirinya menduduki kursi tersebut.
Dylan berusaha untuk membuang muka dari orang Jepang itu. Bukan bermaksud sombong padanya, tapi entah kenapa ia tidak mau memandang anak itu. Karena anak itu benar-benar mirip dengan karakter imut di komik yang ia baca kemarin.
“Eh, hei! Anda!”
Dylan mendengar suaranya. Secepatnya ia menengok ke arahnya dan terkejut. Tiba-tiba saja anak yang bernama Takana itu berada dekat sekali di depan wajahnya. Wajah putih yang mulus dan imutnya itu membuat Dylan memanas.
"Woy, woy ... jangan dekat-dekat!"
Dylan mendorong Takana secara perlahan untuk menjauhkan pandangannya darinya. Akhirnya lega. Tapi tetap saja, dia masih menatap Dylan dengan mata biru yang besar.
“A–apa yang kau inginkan?” tanya Dylan dingin.
“Anu ... apa anda orang yang kemarin di toko buku itu?” tanyanya balik.
Dylan hanya mengangguk cepat dengan ekspresi wajah yang masih sedikit memerah.
“Oh, gitu ...” gumamnya. “Apa anda sekolah di sini?”
“Iya, lah, dasar bodoh! Kau bisa lihat sendiri aku berada di tempat ini, kan?!” Entah kenapa tiba-tiba Dylan membentaknya. Mata gadis itu terlihat berkaca-kaca.
“Eh? Apa dia akan menangis karena aku sudah membentaknya?”
Namun sepertinya tidak. Saat Dylan perhatikan, mata Takana itu tidak melirik ke arahnya. Melainkan ia sedang melirik ke arah lain yang ada di dekatnya. Matanya melirik ke belakang pundak Dylan. “Apa yang dia lihat?”
“Oni!” teriak Takana tiba-tiba.
Lalu ia melompat ke arah Dylan dari tempat duduknya. Ia memukuli kepala Dylan dengan buku yang ia pegang. Semuanya terkejut dan langsung menengok ke arahnya. Semua mata terpaku pada Dylan dan sikap Takana yang aneh.
“ONI! ONI! ONI! “
Kata-kata itu yang selalu ia katakan sambil memukul Dylan. Lelaki itu sendiri juga tidak tahu apa artinya “Oni” itu.
“Aduh! Aduh! Hei, berhenti!” bentak Dylan lagi. Tapi semakin ia membentak dan memberontak padanya, maka semakin kuat pukulannya. “Masa aku harus diam saja? Sakit tau!”
Bu April menghampiri untuk melerai mereka berdua. Dia berusaha untuk memisahkan Dylan dengan Takana. Lalu tak lama kemudian, akhirnya Takana bisa tenang juga.
“Aw ...” Kepala Dylan terasa pusing. Takana kembali duduk di tempatnya dengan tenang. Tapi ekspresi wajahnya benar-benar tegang dan ketakutan.
Seketika, satu kelas menjadi berisik karena kejadian ini. Murid baru itu benar-benar aneh. Karena gadis itu tidak melakukan hal tersebut sekali saja, tapi berkali-kali.
Kadang, sejam sekali, Takana mengamuk pada Dylan. Jam olahraga, Dylan dikejar-kejar olehnya. Saat di kantin, Takana selalu ribut dengannya. Sampai akhirnya, ia dibawa ke ruang kesehatan sekolah.
“Ini sangat menyebalkan!”
Dylan benar-benar tidak mengerti dengan anak baru asal Jepang itu. Tapi kalau ia perhatikan, tampang anak itu saat sedang memukulinya, benar-benar berekspresi seperti orang ketakutan.
“Tunggu! Apa aku terlalu menakutkan untuknya? Eh, tidak mungkin. Dia pasti melihat sesuatu yang tidak bisa kulihat dengan mataku. Tapi apa itu?”
Pukul 2 siang–
Saat ini, Dylan sedang berada di dalam ruang kesehatan untuk beristirahat. Kepalanya diperban sedikit karena mendapat benturan dari benda tumpul.
Tentu saja semua itu gara-gara anak yang bernama Takana. Dialah yang menyebabkan Dylan jadi seperti itu. Lelaki itu sendiri jadi merasa tidak nyaman berada di dekat anak baru itu. Hari ini, kehidupannya tidak jadi menyenangkan seperti yang ia harapkan.
GREEKK....
“Eh?”
Dari atas ranjang, Dylan menengok ke arah pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Lalu dari balik pintu itu, muncul seseorang yang masuk.
Itu Takana.
“A–anu ... Dylan? Boleh aku masuk?” tanyanya sambil mengintip dari balik pintu itu.
Dylan mendesah berat dan mengangguk tanpa menatap anak itu. Takana merasa senang. Lalu ia berjalan cepat menghampirinya.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Dylan dengan tatapan dingin padanya.
“Umm ... apa anda ingin menjadi temanku, Dylan?” Takana menekuk kedua telunjuknya ke depan.
“Gak.” Dylan menolaknya mentah-mentah. Ia membuang muka. “Setelah apa yang kau lakukan padaku, dan sekarang kau tiba-tiba ingin menjadi temanku? Huh!”
“Ung! Saya tidak sengaja melakukan itu.” Ucapannya merasa tidak enak dan menyesal. Tapi Dylan merasa tidak nyaman saja dengan gaya bicaranya.
“Ikh! Bahasamu terlalu baku. Jangan gitu, dong. Bisa bicara kek biasa aja?”
“Tapi di dalam kamus saya, semua berkata seperti ini.”
“Apa itu kamus Bahasa Indonesia mu?”
“Ya, saya membuatnya sendiri.”
“Oh?”
“Iya.”
Seketika jadi hening kembali. Dylan turun dari atas tempat tidurnya, dan berjalan mendekati jendela. Tubuhnya mulai berenergi kembali. Ia membuka jendela di sana, cahaya dan angin sejuk masuk ke dalam ruangan.
Takana kembali membuka beberapa halaman buku kamusnya. Berusaha untuk mencari kata-kata terjemahan yang akan ia ucapkan. Setelah ketemu, Takana kembali membuka mulutnya. Tapi sebelum ia mengatakan sesuatu, Dylan sudah menyela duluan.
“Apakah Jepang mempelajari Bahasa Indonesia?” tanyanya.
Takana mengangguk. “Tentu! Saya sangat menyukai bahasa Indonesia, tapi saya masih belum bisa untuk menguasai Bahasa itu.” Jelas Takana.
“Oh, apakah susah?”
“Iya, begitulah. Tapi saya akan berusaha sampai bisa!”
Dylan mengangguk paham. Lalu kembali memandang keluar jendela. Menatap beberapa anak yang sedang bermain bola di lapangan.
“Anu ... apa aku boleh menjadi temanmu?” tanyanya lagi.
“Hmm... kenapa kau ingin menjadi temanku?”
“Karena... watashi wa anata no hogo yuujin desu! “
Dylan menelengkan. “Hah? Apa artinya itu?”
“Maaf, aku tidak bisa memberitahumu.”
“Lah?”
“Sekarang, terimalah aku menjadi temanmu!” Takana kembali memohon.
Dylan menggeleng pelan. “Kalau kau ingin menjadi temanku, kau harus memberitahu arti kata-kata yang kau ucapkan itu dulu. Baru aku terima!”
“Tidak, aku tidak bisa memberitahu mu!” tegas Takana.
“Oke kalau begitu, terserah kau saja. Sudahlah, aku ingin kembali ke kelas. Jangan dekati aku lagi, cewek aneh!” tegasnya sambil berjalan keluar dari ruang kesehatan itu. Sementara Takana masih berdiri di depan pintu sambil memandang Dylan yang sedang berjalan di lorong.
...****************...
Di lapangan sekolah, sedang ada pertandingan bola basket. Banyak murid lain yang sedang menonton. Entah itu dari atas gedung sekolah atau menonton dari pinggir lapangannya langsung.
Kalau di pinggir lapangan ini, sepertinya kebanyakan adalah murid perempuan. Karena mereka memperhatikan salah satu dari pemain basket yang hebat itu. Dia bernama Kei Sebastian.
Dia cukup popular karena wajahnya yang tampan dan gayanya yang keren dalam bermain basket. Orangnya benar-benar hebat, pokoknya.
Tapi kalau Dylan, menganggap orang itu biasa saja.
“DYLAN AWAS!”
Seseorang meneriakinya. Dylan terkejut dan segera menengok. Ternyata ada sebuah bola basket yang datang cepat ke arahnya. Tak sempat menghindar, refleks Dylan hanya melindungi kepalanya dengan lengan.
HAP!!
Seseorang telah menyelamatkannya dengan cepat. Orang itu adalah Takana!
“Eh?!”
Dengan cepat, ia muncul di hadapan Dylan dan langsung mengambil bola basket itu. Tangannya sangat kuat. Lalu tak lama kemudian, Takana berlari melewati para pemain sambil membawa bola basket itu. Lalu saat dirinya sampai di dekat tiang ring basket, ia langsung melompat tinggi.
Sangat tinggi!
Takana memasukan bola itu ke dalam lubang ring-nya. Ia berhasil. Menakjubkan. Semua orang bertepuk tangan dan bersorak kagum untuk Takana. Padahal tubuhnya kecil, tapi ia bisa melompat setinggi itu.
Kei yang melihat kejadian itu juga merasa takjub dengan kehebatan Takana dalam bermain bola basket. Padahal di mata Kei, dia hanya seorang anak perempuan dan tinggi tubuhnya hanya 150 cm saja.
Kei yang sadar kalau mulutnya itu ternga-nga, langsung menutupnya kembali. Lalu setelah itu, dengan cepat Kei berlari menghampiri Takana.
“Wow, permainanmu hebat sekali!” puji Kei pada Takana.
Takana menjawabnya dengan mengangguk dan tersenyum.
“Hei, aku benar-benar sangat takjub dengan kehebatan dan kekuatanmu itu. Jadi, maukah kau menjadi pacarku?” Kei mengangkat tangan kanan Takana, lalu ia pun berlutut pada Takana.
Dylan dan semua murid perempuan di sekitarnya sangat terkejut. Mereka berteriak histeris karena merasa iri. Mata mereka tersentak kaget saat melihat Kei yang tiba-tiba saja menembak Takana. Tapi Takana tidak berekspresi. Dia hanya diam saja sambil melirik ke sekitar dan kebingungan.
“Hei, bagaimana?”
“Takana kenapa hanya diam saja? Tunggu! Apa jangan-jangan dia tidak mengerti apa yang Kei katakan?!” batin Dylan yang teringat dengan Takana yang belum terlalu paham bahasa Indonesia.
Takana celingak-celinguk, mencari sesuatu sambil memeriksa setiap kantung seragam dan rok yang dikenakannya itu. Sepertinya Takana sedang mencari buku kamusnya. Pasti buku kecil buatannya itu menghilang.
Dylan juga melirik ke sekelilingnya dan mencari buku itu. Tak lama Takana memfokuskan matanya pada Dylan. Lelaki itu terkejut saat ia tiba-tiba memandangnya. Lalu dengan cepat, Takana berlari ke arah Dylan.
“Ah! Apa yang akan dia lakukan padaku sekarang? Apa dia ingin memukulku lagi?!
Kalau memang begitu, aku harus lari. Menghindar darinya!”
Sebelum pergi, Dylan sempat melirikkan matanya ke bawah. Eh, ternyata buku Takana itu ada di depan kakinya. Dylan akan mengambilnya, tapi tiba-tiba saja, benturan keras menghantamnya dengan cepat.
Takana?
Iya! Takana! Anak itu telah menabrak Dylan sampai terjatuh. Tapi yang paling mengejutkan lagi, saat mereka terjatuh, orang-orang melihat bibir Takana menyentuh bibir Dylan. Walau hanya beberapa detik.
Dengan posisinya yang tertindih tubuh gadis itu, Dylan dan Takana saling menatap kebingungan. Dia terlihat biasa saja. Tapi wajah Dylan langsung memerah. Semua orang memperhatikan mereka.
“CIEEEEE!!!”
“Ce–cewek itu....”
“Barusan, dia mencium cowok itu, kan?”
“I–iya! Tidak bisa dipercaya!”
Para murid perempuan yang ada di sekitar, mulai bersorak dan membicarakan mereka. Dylan merasa tidak nyaman dengan suasana itu dan agak kesal. Lalu dengan cepat, ia mendorong Takana dengan kasar dan langsung kembali berdiri.
Lalu tanpa menatap ke arah Takana lagi, ia langsung pergi meninggalkannya. Takana mengepal tangannya, lalu menempelkan tangannya itu ke dadanya. Ekspresinya terlihat sedih. Kemudian ia mengambil kembali buku kecilnya dan langsung berlari menyusul Dylan.
Kei yang masih berdiri di tengah lapangan itu, terus menatap bingung pada Takana. Lalu salah satu temannya mendekati dirinya, kemudian menepuk-nepuk pundaknya.
“Yang sabar, bro! Gw juga tahu, cinta ditolak itu memang gak enak. Tapi setidaknya, lu masih memiliki cewek lain di sini.” Kata temannya itu.
“Aku belum ditolak. Cewek itu masih belum menjawabku.” Kei melirik tajam pada temannya.
“Tapi dia sudah mempunyai pacar. Pacarnya itu si Dylan anak nolep itu, loh!”
“Gak mungkin anak nolep punya pacar! Pokoknya, aku akan tetap mengejar cewek itu.” Ujar Kei sambil berlari meninggalkan temannya di belakang. Ia akan pergi mencari Takana, si gadis yang sedang ia incar.
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Raysonic System°^™
oke walau cerita ABG..
2024-05-25
1
piyo lika pelicia
hiii serem😦
2024-05-06
1
piyo lika pelicia
mulut kau kejam kali 😡
2024-05-06
1