"Sayang, ada apa?" tanya Shenina saat melihat raut wajah Rainero yang tiba-tiba memucat setelah panggilan ditutup.
Rainero menatap lekat wajah Shenina. Matanya memerah membuat Shenina kian khawatir.
"Mommy."
"Mommy? Mommy kenapa, Sayang?" tanya Shenina cemas.
"Mommy tiba-tiba-tiba tidak sadarkan diri. Padahal baru sebentar saja daddy tinggal mengambilkan minum. Daddy bilang sudah beberapa hari ini memang kondisi mommy sedang tidak baik-baik saja."
"Apa? Kenapa mommy tidak mengabari kita? Jadi dimana mommy sekarang?"
"Mungkin mommy tidak ingin membuat kita khawatir, Sayang. Barusan daddy sudah membawa Daddy ke rumah sakit."
Shenina sontak berdiri dan bergegas ke walk in closed. Shenina segera mendekat dan memberikan baju ganti. Tak perlu Rainero mengatakan apa yang ia ingin dan butuhkan sebab Shenina selalu tahu apa yang ia butuhkan.
"Ayo kita segera ke rumah sakit."
Rainero mengangguk. Sepasang suami istri itupun bergegas pergi. Mereka tidak memberitahukan pada anak-anaknya tentang berita ini sebab hari sudah sangat larut dan ketiga putra-putrinya pasti sudah tidur.
"Sad, bagaimana keadaan mommy?" tanya Rainero khawatir setibanya di rumah sakit.
Reeves menggeleng pelan. Wajahnya tampak kuyu. Sorot matanya pun terlihat jelas sekali sedang memendam sedih dan khawatir.
Rainero dan Shenina lantas duduk di bersisian dengan Reeves. Baru saja Rainero dan Shenina duduk, tiba-tiba pintu ruang ICU terbuka. Dokter keluar dengan wajah murung membuat degup jantung Rainero, Shenina, dan Reeves berdetak tak menentu.
"Maaf tuan, Reeves, kami sudah berusaha semampunya, tapi ... "
"Tidak, tidak, kalian pasti salah kan! Tidak mungkin istriku pergi kan? Kalian pasti sedang bercanda kan?"
Reeves menggeleng cepat. Ia tidak percaya istri yang sudah membersamainya hampir setengah abad itu pergi meninggalkannya begitu saja. Tanpa pesan. Hanya ada senyuman manis yang ia berikan seperti biasanya.
Reeves pun masuk ke ruangan dimana tubuh Delena telah ditutupi selembar kain putih. Reeves membuka kain itu dengan pelan, kemudian tangisnya pun tumpah. Reeves benar-benar terpukul dengan kepergian sang istri yang amat sangat dicintainya. Meskipun awalnya ia menikah dengan Delena secara terpaksa, tapi seiring berjalannya waktu, rasa cinta itu tumbuh subur dan mengakar kuat di relung hati dan jiwanya. Reeves tak sanggup menerima kepergian Delena. Ia menjerit dan menangis sambil memeluk tubuh dingin sang istri.
Rainero yang melihat itupun tak kuasa menahan air matanya. Begitu pula Shenina. Apalagi Delena begitu baik dan memanjakannya. Selama menjadi menantu, Delena memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Dari Delena lah Shenina akhirnya bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Pun Reeves dan Ranveer yang juga begitu menyayanginya. Namun Ranveer telah lebih dulu berpulang sepuluh tahun yang lalu. Sedangkan ayah Shenina justru lebih dahulu pergi, yaitu setelah 5 tahun pernikahannya.
Hati Shenina begitu hancur. Satu persatu orang-orang yang menyayanginya pergi. Rainero tahu, istrinya merasa begitu sedih. Jadi sebisa mungkin Rainero mengendalikan dirinya untuk menenangkan Shenina.
"Tuan Reeves," pekik suster yang ada di dalam ruangan itu.
Rainero dan Shenina pun segera melepaskan pelukan mereka untuk melihat apa yang terjadi. Mata keduanya membola saat melihat tubuh Reeves yang sudah tidak bergerak di atas tubuh Delena. Dokter dan beberapa suster yang masih berada di dalam ruangan itupun segera bertindak untuk melihat keadaan Reeves. Namun melihat gelengan dari dokter tersebut membuat Rainero dan Shenina kian hancur hingga berkeping-keping.
...***...
Sky mematung saat melihat peti mati kakek dan neneknya dimasukkan secara bersamaan di dalam satu lubang yang sama. Ia diam tak bergeming. Sedangkan Earth dan Cloudy menangis terisak-isak melihat dua orang yang begitu mereka sayangi akhirnya pergi meninggalkan mereka untuk selamanya. Hampir semua orang tahu, betapa kedua orang tua itu begitu menyayangi cucu-cucunya.
Sementara Sky yang memang sangat pendiam hanya bisa diam mematung. Tanpa satupun yang tahu ia pun begitu hancur akan kepergian kedua orang itu. Sikapnya yang pendiam membuatnya kesulitan untuk mengungkapkan rasa sayangnya pada orang-orang di sekitar. Begitu juga mengungkapkan sesuatu yang ia butuh dan inginkan. Namun tidak dengan kedua kakek dan neneknya. Tanpa bertanya, mereka selalu bisa tahu apa yang ada dalam pikiran Sky. Mereka seolah bisa membaca hati dan pikiran Sky. Apalagi saat kecil, Sky lebih sering tinggal di tempat kedua kakek dan neneknya itu.
Sky pun sebenarnya menangis. Tapi ia menangis dalam diam. Tanpa satu katapun yang meluncur dari bibirnya.
Hingga sebuah genggaman tangan tiba-tiba menghangatkan tubuhnya dari kebekuan. Sky pun menoleh. Ia sedikit terkejut melihat sosok Vanilla yang sudah berdiri di sampingnya. Dengan mata dan hidung yang basah, tapi ia tetap berusaha tersenyum.
"Menangislah bila kau ingin menangis. Tak perlu ditahan-tahan," ujar Vanilla dengan bibir dan suara bergetar. Vanilla pun sebenarnya sedih. Ia juga cukup dekat dengan kakek dan nenek Sky tersebut. Tapi ia semakin menangis saat melihat semua orang tampak bersedih. Apalagi saat melihat Shenina yang terus meneteskan air mata. Vanilla yang memang sensitif dan cengeng pun dengan cepat ikut menangis.
"Kau pikir aku cengeng sepertimu?" jawab Sky ketus. Namun matanya tampak sudah memerah.
"Tidak ada yang salah dengan menangis, Sky. Baik laki-laki maupun perempuan itu berhak untuk menangis. Menangis bukan berarti cengeng. Hal itu justru menuju kalau kau pun memiliki hati dan perasaan sama seperti orang lain. Jadi ... "
Belum sempat Vanilla menyelesaikan kata-katanya, Sky sudah lebih dahulu menarik tubuh Vanilla ke dalam pelukannya. Kemudian Sky pun menumpahkan tangisnya di pelukan Vanilla.
Vanilla yang tidak pernah menyangka akan dipeluk seperti itu oleh Sky pun mematung. Namun perlahan tangannya terangkat dan membalas pelukan Sky. Sky pun makin mengeratkan pelukannya. Tubuh Sky bergetar. Pundak Vanilla terasa basah. Vanilla mau tau mau tersenyum dengan air mata yang ikut bercucuran.
Vanilla tahu bagaimana perasaan Sky saat ini. Bagaimanapun, Vanilla pun pernah merasakan saat ia kehilangan satu-satunya neneknya. Ibu dari ayahnya. Neneknya pergi saat Vanilla masih remaja. Sedangkan ibu dari ibunya sudah lebih dahulu pergi saat ia masih berada di dalam kandungan.
'Kau ingat tidak, Sky? Kau pun pernah memelukku seperti ini saat nenekku pergi meninggalkanku dahulu. Lalu kini aku pun memelukmu saat nenek dan kakekmu meninggal. Kini semuanya impas, Sky. Aku sudah membalas kebaikanmu dahulu. Terima kasih pernah hadir dalam hidupku,' ucap Vanilla, namun hanya mampu ia suarakan dalam hati. Vanilla memejamkan matanya, mencoba meresapi dan menikmati pelukan yang mungkin takkan pernah ia rasakan lagi setelah ini.
"Terima kasih sudah kembali. Terima kasih sudah mencoba menguatkan ku, Vanilla. Sungguh, aku senang sekali," ucap Sky yang masih memeluk Vanilla membuat gadis yang masih dalam pelukannya itu tertegun.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
my name
cinta sehidup semati sungguh mengharukan 😢
2024-06-19
1
sherly
sweet banget setia sampai matipun ikut...
2024-03-30
1
Qorie Izraini
ini lah yyg di nama kan cinta sejati....
bahkan di akhir hidup by pun mereka terus bersama..
2024-03-01
1