My Bestfriend Prince
Gadis itu tampak sangat cantik, dengan bloues peach dan sling bag yang menggantung dipundaknya. Sedikit make-up namun masih terlihat natural dengan lipbalm pink di bibirnya yang tipis.
"Perfect," ucapnya dihadapan cermin. Setelah dirasa siap, gadis itu turun dengan bahagianya.
Dibawah sudah ada cowok yang berpakaian senada dengannya. Namun dibalut dengan kemeja hitam. Cowok itu tampak terlihat elegan dan mewah. Dan pastinya sangat tampan dan sesuai dengan dirinya yang cantik.
"Yuan."
Yuan Regata. Cowok itu sahabatnya sejak kecil. Dan sampai sekarang, hubungan mereka masih sama. Yuan menoleh ketika Irine memanggil namanya.
"Udah?" Irine mengangguk. Ia berada dihadapan Yuan dengan senyum manisnya.
"Lo pake lipstik?"
"Iya dong. Kan gue juga mau tampil cantik didepan keluarga lo. Biar gak malu-maluin lo juga," jawab Irine dengan senang.
Malam ini, acara makan malam dengan keluarga Yuan. Sudah terlalu akrab hingga Irine sering diundang untuk makan malam di keluarga Yuan.
"Jelek. Mending lo hapus aja," komentar Yuan.
"Hah? Kok jelek? Perasaan pas gue ngaca tadi bagus kok. Gak bakal malu-maluin juga," ucap Irine dengan yakin.
"Pokoknya hapus sana. Gue tunggu depan."
Yuan memang begitu. Bersikap seenaknya saja. Ucapannya pun tidak disaring sampai kadang Irine itu kesal padanya.
"Ish, dasar! Lo nya aja yang gak tau zaman."
"Buruan! Gak pake lama!" teriak Yuan sambil berjalan keluar.
"Iya-iya."
[[]]
Rumah Yuan dipenuhi oleh orang. Ternyata, ia diundang makan malam karena keluarganya memang mengadakan acara. Dan disini itu sangat ramai!
Bahkan Irine masih saja berdiam di dalam mobil Yuan ketika sudah sampai.
"Lo mau disitu aja apa?" tanya Yuan dengan jengah.
"Ih, gue malu Yuan! Kenapa lo gak bilang ke gue sih kalau keluarga lo juga ngundang orang lain?"
"Halah, biasanya juga lo yang malu-maluin, sekarang malah berlagak malu. Udah cepet turun!"
Irine mendecak. Yuan ini memang tidak tahu apa yang Irine rasain. Irine sedari tadi merasa gemetar ketakutan.
"Udah lo tenang aja. Ada gue," ucap Yuan. Irine melihat mata Yuan. Yuan serius. Akhirnya Irine turun dari mobil Yuan.
"Everything will be fine if you are beside me," bisik Yuan di telinga Irine. Irine menoleh dengan mendongak karena tubuh mereka yang tidak sejajar. Bahkan Yuan harus menunduk untuk membisikkannya ke Irine.
Yuan tersenyum untuk meyakinkan Irine. Lalu, ia pun menggenggam tangan Irine. Irine tersenyum dan mengangguk.
"Lo hanya bersikap tenang." Irine mengangguk.
Kemudian mereka melangkah masuk kedalam yang langsung disambut oleh keluarga Yuan.
[[]]
Yuan dan Irine terpisah. Ternyata, keluarga Yuan juga mengundang keluarganya. Berakhir dengan Irine yang bermain dengan keponakan kecilnya, Reon.
"Bun, kok bunda gak bilang ke Irine kalau diundang sama keluarganya Yuan?"
Jessy--Ibunda Irine--duduk disampingnya dengan menggendong adik dari Reon yang masih bayi.
"Bunda juga gak tahu. Ayah juga tadinya kelupaan. Hm ... mungkin kalau om Yasa gak nelpon ayah, ayah sama Bunda gak akan kesini," jawab Jessy.
Yasa dan Rena itu orang tua dari Yuan. Sedangkan Kean, ayah Irine, bekerja sama dengan Yasa. Sehingga sudah pasti ayahnya diundang di acaranya Yasa.
"Kamu kesini sama Yuan?"
Irine mengangguk. "Iya."
"Kamu gak ngerasain apapun gitu waktu Yuan jemput kamu?"
Irine menggeleng. "Enggak. Kan udah biasa Yuan jemput dan antarin Irine selama berangkat sama pulang sekolah."
"Tapi beda, Irine."
Irine mengernyit tidak mengerti yang sebenernya ingin dikatakan oleh bundanya itu.
"Bunda mau ngomong apa sih sebenernya? Kenapa nyinggung Yuan segala?"
Jessy menggeleng.
"Gak papa. Bunda cuma tanya aja sama kamu." Jessy melihat penampilan putrinya yang tampak sangat cantik. "Itu baju darimana?"
"Oh ... ini dibeliin sama Yuan."
"Yuan beliin kamu baju?"
"Iya."
"Astaga itu anak. Dan kenapa Irine belum sadar juga," gumam Jessy mengeluh kesah pada putrinya.
"Memang Irine gak sadar apa, Bun?" Irine mendengar sayup-sayup suara gumaman bundanya.
Jessy menggeleng. "Gak papa. Bunda mau cariin bundanya Reon dulu ya. Kasihan Louis."
Irine mengangguk. "Iya."
Jessy pun pergi meninggalkan Irine bersama dengan Reon. Reon itu usianya sekitar lima tahun. Dan Reon tampak sangat tampan dengan kemeja hitam dengan dipadukan celana berwarna cream.
"Reon, kok kamu ganteng banget sih? Padahal kamu itu masih kecil. Coba kamu udah gede. Udah kakak pacarin kamu," ucap Irine dengan mencubit dn mencium pipi Reon.
"Reon emang ganteng dari lahir kali, Kak Rin."
Ah, astaga nih anak! Ternyata sifat kepedean ayahnya sempurna menurun pada Reon. Apa mungkin itu akan menurun juga pada Louis nantinya?
"Iya deh, kakak ngaku kalau Reon itu ganteng dari lahir. Tapi masih gantengan juga Yuan."
"Kenapa bawa-bawa nama gue?"
Sial! Irine hampir saja copot jantung karena ucapan Yuan yang tiba-tiba.
"Siapa yang bawa-bawa nama lo sih?"
"Reon, tadi Kak Irine bilang apa?"
Reon menoleh pada Yuan. "Itu, tadi Kak Irine bilang kalau--hmmpph."
Mulut Reon langsung ditutup oleh tangan Irine. Irine hanya cengengesan saja.
"Reon mau Kak Irine beliin es krim gak? Mumpung Kak Irine lagi baik nih," ucap Irine cepat.
Irine pasti sudah tahu jawaban dari anak kecil laki itu.
"Mau! Reon mau Kak! Es krim rasa coklat ya!" pekik Reon dengan semangat.
"Yaudah, yuk."
"Gendong," ucap Reon sambil menjulurkan kedua tangannya pada Irine untuk menggendongnya.
"Heh! Gak! Reon harus jalan! Gak ada gendong-gendongan!" ucap tegas Irine.
"Ih, tapi kaki Reon masih lemes Kak," ucap Reon dengan manja.
Memang, sebelumnya Reon itu jatuh sakit. Dan baru kemarin anak kecil itu dirawat. Irine pun menghela nafas.
"Yaudah. Tapi kalau udah gak lemes lagi, Reon harus jalan ya?"
Reon mengangguk.
"Janji?" Irine mengulurkan jari kelingkingnya. Dan Reon mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Irine. "Janji."
Irine pun menggendong tubuh Reon. Reon langsung semangat.
"Ayo kita beli es krim! Yeay!"
Irine menoleh pada Yuan yang sedari tadi menatapnya.
"Gue pergi dulu ya. Kalau ada apa-apa telpon aja gue." Yuan mengangguk.
"Hm."
[[]]
Acara penutupan diakhiri dengan seluruh keluarga untuk berfoto bersama. Dalam foto itu, Yuan dan Irine dijejerkan berdekatan. Itu pun rencana dari Jessy dan Rena.
Irine merasa biasa saja. Toh mereka juga sudah terbiasa dengan kedekatan ini. Yuan pun tampak begitu juga.
"Senyum," perintah Yasa.
1...
2...
3...
Ckrek
Foto itu berhasil diabadikan. Dan didalam foto itu terlihat bahagia semua. Ternyata, yang namanya keluarga itu sangat penting bagi kebahagiaan.
Bahagia itu tidak harus dicari, karena bahagia itu bisa datang sendiri dari keluarga.
Dan Irine, sangat berharap akan selalu seperti ini tanpa ada perpecahan.
To Be Continue
Masih prolog ya. jangan nebak-nebak dulu. 😂😂
Next kalau mau lanjut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Sari Istiqomah
Assalamualaikum semangat berkarya thor
Aku sudah like ya, mampir yuk keceritaku
Dia Untukku. Terimah Kasih
2020-09-18
1
Siska
mampir ya thor, udah ninggalin jejak juga
tetap semangat up nya 😀
jangan lupa di feedback ya kakak 😀
mari saling mendukung
2020-06-11
0
Alensa
keren thor, semangat mampir yuks "surga kedua dihatiku" like, vote, commentnya ❤❤❤🙏🙏🙏
2020-05-03
0