NovelToon NovelToon

My Bestfriend Prince

Prolog

Gadis itu tampak sangat cantik, dengan bloues peach dan sling bag yang menggantung dipundaknya. Sedikit make-up namun masih terlihat natural dengan lipbalm pink di bibirnya yang tipis.

"Perfect," ucapnya dihadapan cermin. Setelah dirasa siap, gadis itu turun dengan bahagianya.

Dibawah sudah ada cowok yang berpakaian senada dengannya. Namun dibalut dengan kemeja hitam. Cowok itu tampak terlihat elegan dan mewah. Dan pastinya sangat tampan dan sesuai dengan dirinya yang cantik.

"Yuan."

Yuan Regata. Cowok itu sahabatnya sejak kecil. Dan sampai sekarang, hubungan mereka masih sama. Yuan menoleh ketika Irine memanggil namanya.

"Udah?" Irine mengangguk. Ia berada dihadapan Yuan dengan senyum manisnya.

"Lo pake lipstik?"

"Iya dong. Kan gue juga mau tampil cantik didepan keluarga lo. Biar gak malu-maluin lo juga," jawab Irine dengan senang.

Malam ini, acara makan malam dengan keluarga Yuan. Sudah terlalu akrab hingga Irine sering diundang untuk makan malam di keluarga Yuan.

"Jelek. Mending lo hapus aja," komentar Yuan.

"Hah? Kok jelek? Perasaan pas gue ngaca tadi bagus kok. Gak bakal malu-maluin juga," ucap Irine dengan yakin.

"Pokoknya hapus sana. Gue tunggu depan."

Yuan memang begitu. Bersikap seenaknya saja. Ucapannya pun tidak disaring sampai kadang Irine itu kesal padanya.

"Ish, dasar! Lo nya aja yang gak tau zaman."

"Buruan! Gak pake lama!" teriak Yuan sambil berjalan keluar.

"Iya-iya."

[[]]

Rumah Yuan dipenuhi oleh orang. Ternyata, ia diundang makan malam karena keluarganya memang mengadakan acara. Dan disini itu sangat ramai!

Bahkan Irine masih saja berdiam di dalam mobil Yuan ketika sudah sampai.

"Lo mau disitu aja apa?" tanya Yuan dengan jengah.

"Ih, gue malu Yuan! Kenapa lo gak bilang ke gue sih kalau keluarga lo juga ngundang orang lain?"

"Halah, biasanya juga lo yang malu-maluin, sekarang malah berlagak malu. Udah cepet turun!"

Irine mendecak. Yuan ini memang tidak tahu apa yang Irine rasain. Irine sedari tadi merasa gemetar ketakutan.

"Udah lo tenang aja. Ada gue," ucap Yuan. Irine melihat mata Yuan. Yuan serius. Akhirnya Irine turun dari mobil Yuan.

"Everything will be fine if you are beside me," bisik Yuan di telinga Irine. Irine menoleh dengan mendongak karena tubuh mereka yang tidak sejajar. Bahkan Yuan harus menunduk untuk membisikkannya ke Irine.

Yuan tersenyum untuk meyakinkan Irine. Lalu, ia pun menggenggam tangan Irine. Irine tersenyum dan mengangguk.

"Lo hanya bersikap tenang." Irine mengangguk.

Kemudian mereka melangkah masuk kedalam yang langsung disambut oleh keluarga Yuan.

[[]]

Yuan dan Irine terpisah. Ternyata, keluarga Yuan juga mengundang keluarganya. Berakhir dengan Irine yang bermain dengan keponakan kecilnya, Reon.

"Bun, kok bunda gak bilang ke Irine kalau diundang sama keluarganya Yuan?"

Jessy--Ibunda Irine--duduk disampingnya dengan menggendong adik dari Reon yang masih bayi.

"Bunda juga gak tahu. Ayah juga tadinya kelupaan. Hm ... mungkin kalau om Yasa gak nelpon ayah, ayah sama Bunda gak akan kesini," jawab Jessy.

Yasa dan Rena itu orang tua dari Yuan. Sedangkan Kean, ayah Irine, bekerja sama dengan Yasa. Sehingga sudah pasti ayahnya diundang di acaranya Yasa.

"Kamu kesini sama Yuan?"

Irine mengangguk. "Iya."

"Kamu gak ngerasain apapun gitu waktu Yuan jemput kamu?"

Irine menggeleng. "Enggak. Kan udah biasa Yuan jemput dan antarin Irine selama berangkat sama pulang sekolah."

"Tapi beda, Irine."

Irine mengernyit tidak mengerti yang sebenernya ingin dikatakan oleh bundanya itu.

"Bunda mau ngomong apa sih sebenernya? Kenapa nyinggung Yuan segala?"

Jessy menggeleng.

"Gak papa. Bunda cuma tanya aja sama kamu." Jessy melihat penampilan putrinya yang tampak sangat cantik. "Itu baju darimana?"

"Oh ... ini dibeliin sama Yuan."

"Yuan beliin kamu baju?"

"Iya."

"Astaga itu anak. Dan kenapa Irine belum sadar juga," gumam Jessy mengeluh kesah pada putrinya.

"Memang Irine gak sadar apa, Bun?" Irine mendengar sayup-sayup suara gumaman bundanya.

Jessy menggeleng. "Gak papa. Bunda mau cariin bundanya Reon dulu ya. Kasihan Louis."

Irine mengangguk. "Iya."

Jessy pun pergi meninggalkan Irine bersama dengan Reon. Reon itu usianya sekitar lima tahun. Dan Reon tampak sangat tampan dengan kemeja hitam dengan dipadukan celana berwarna cream.

"Reon, kok kamu ganteng banget sih? Padahal kamu itu masih kecil. Coba kamu udah gede. Udah kakak pacarin kamu," ucap Irine dengan mencubit dn mencium pipi Reon.

"Reon emang ganteng dari lahir kali, Kak Rin."

Ah, astaga nih anak! Ternyata sifat kepedean ayahnya sempurna menurun pada Reon. Apa mungkin itu akan menurun juga pada Louis nantinya?

"Iya deh, kakak ngaku kalau Reon itu ganteng dari lahir. Tapi masih gantengan juga Yuan."

"Kenapa bawa-bawa nama gue?"

Sial! Irine hampir saja copot jantung karena ucapan Yuan yang tiba-tiba.

"Siapa yang bawa-bawa nama lo sih?"

"Reon, tadi Kak Irine bilang apa?"

Reon menoleh pada Yuan. "Itu, tadi Kak Irine bilang kalau--hmmpph."

Mulut Reon langsung ditutup oleh tangan Irine. Irine hanya cengengesan saja.

"Reon mau Kak Irine beliin es krim gak? Mumpung Kak Irine lagi baik nih," ucap Irine cepat.

Irine pasti sudah tahu jawaban dari anak kecil laki itu.

"Mau! Reon mau Kak! Es krim rasa coklat ya!" pekik Reon dengan semangat.

"Yaudah, yuk."

"Gendong," ucap Reon sambil menjulurkan kedua tangannya pada Irine untuk menggendongnya.

"Heh! Gak! Reon harus jalan! Gak ada gendong-gendongan!" ucap tegas Irine.

"Ih, tapi kaki Reon masih lemes Kak," ucap Reon dengan manja.

Memang, sebelumnya Reon itu jatuh sakit. Dan baru kemarin anak kecil itu dirawat. Irine pun menghela nafas.

"Yaudah. Tapi kalau udah gak lemes lagi, Reon harus jalan ya?"

Reon mengangguk.

"Janji?" Irine mengulurkan jari kelingkingnya. Dan Reon mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Irine. "Janji."

Irine pun menggendong tubuh Reon. Reon langsung semangat.

"Ayo kita beli es krim! Yeay!"

Irine menoleh pada Yuan yang sedari tadi menatapnya.

"Gue pergi dulu ya. Kalau ada apa-apa telpon aja gue." Yuan mengangguk.

"Hm."

[[]]

Acara penutupan diakhiri dengan seluruh keluarga untuk berfoto bersama. Dalam foto itu, Yuan dan Irine dijejerkan berdekatan. Itu pun rencana dari Jessy dan Rena.

Irine merasa biasa saja. Toh mereka juga sudah terbiasa dengan kedekatan ini. Yuan pun tampak begitu juga.

"Senyum," perintah Yasa.

1...

2...

3...

Ckrek

Foto itu berhasil diabadikan. Dan didalam foto itu terlihat bahagia semua. Ternyata, yang namanya keluarga itu sangat penting bagi kebahagiaan.

Bahagia itu tidak harus dicari, karena bahagia itu bisa datang sendiri dari keluarga.

Dan Irine, sangat berharap akan selalu seperti ini tanpa ada perpecahan.

To Be Continue

Masih prolog ya. jangan nebak-nebak dulu. 😂😂

Next kalau mau lanjut.

Chapter 1

"Irine! Yuan udah sampe nih!" teriak Jessy dari bawah. Sedangkan didalam kamar Irine, gadis itu masih saja terlelap dalam mimpinya.

Bahkan pukul sudah hampir menuju ke pukul setengah tujuh dan Irine belum bangun juga.

Dokk dokk dokk

Pintu itu tergedor dari luar sangat keras hingga membuat gadis itu terlonjak kaget.

"Siapa sih diluar!? Gak bisa selow dikit apa ketok pintunya?"

"Lo mau tidur sampe jam berapa? Hah?! Buruan turun ke bawah!"

Irine mendecak ketika suara Yuan terdengar dari luar kamarnya.

"Bawel banget sih jadi cowok. Gak tahu apa gue ngantuk banget?"

"Irine!"

"Iya! Gue nanti turun!" teriak Irine dari dalam kamarnya.

Semalam, setelah dari acara sesi foto bersama, ternyata baik dari keluarga Yuan dengan keluarganya terlibat urusan bisnis mendadak. Irine yang sudah sangat mengantuk saat itu hanya bisa menyandar di dinding.

Dan akhirnya, ia bisa pulang dengan kondisi yang sudah tertidur pulas. Ia pun bisa menebak jika Yuan yang menggendongnya ke dalam mobilnya.

Karena itu Irine masih mengantuk. Dan Yuan telah mengacaukan tidurnya.

"Ganggu aja sih lo," kesalnya pada Yuan.

"Kalau gak gitu, lo gak bakal bangun."

"Udah ayo berangkat. Nanti keburu telat," ucap Irine membuat Yuan sedikit menganga. Padahal cewek itu yang membuatnya terlambat ke sekolah.

"Lo yang bikin gue telat, Markissa!!"

"Yaudah sih, sama aja. Bun, Irine berangkat ya. Assalamu'alaikum," pamit Irine dengan menyalami punggung tangan Jessy. Diikuti dengan Yuan.

"Yuan pamit, Bun. Assalamu'alaikum."

Jessy mengangguk. "Wa'alaikumsalam. Kalian berdua hati-hati dijalan ya."

[[]]

Yuan dan Irine sudah sampai di SMA Eltera. Sekolahan yang begitu megah dengan gaya arsitekturnya yang lebih ke gaya Eropa.

Yuan memakirkan mobilnya di parkiran sekolahannya. Jangan heran jika parkiran itu dipenuhi oleh mobil-mobil mewah. Karena rata-rata, murid di sekolah ini golongan menengah atas. Termasuk Irine dan juga Yuan.

Mereka turun dari mobil. Satu hal yang Irine gak suka jika berangkat dengan Yuan, yaitu dirinya menjadi tersingkir karena cewek-cewek langsung menyerbu Yuan.

Irine mendecak kesal.

"Ck. Ngeselin banget sih. Awas aja, kali ini gue gak mau bantuin dia keluar dari kerumunan cewek-cewek karena tadi udah ganggu tidur gue. Rasain lo," ucapnya dengan licik.

"Irine! Tunggu!" pekik Yuan namun Irine sudah pergi begitu saja tanpa mendengar ucapan Yuan. Irine berlari dengan cekikikan.

Brukk

Ah sialnya. Irine tidak melihat ke depan dan akhirnya ia menabrak seseorang.

"Eh, sorry gue gak sengaja nabrak lo. Lo gak papa, 'kan?" tanya cowok itu.

Irine menatap cowok ini cukup lama. Dan lamat-lamat ia perhatikan jika cowok ini merupakan anak baru disekolahannya. Tampilannya pun biasa-biasa saja dan tidak menampilkan jika cowok ini berada di golongan atas. Apakah cowok ini mendapatkan beasiswa? Wow, keren!

"Halo, lo gak papa, 'kan?" ulangnya lagi dengan menjentikkan jarinya dihadapan wajah Irine. Irine tersadar.

"Eh, gue gak apa-apa kok. Lo siapa? Murid baru ya?"

"Iya. Kenalin, nama gue Sastra," ucapnya dengan mengulurkan tangannya ke Irine. Tapi, saat Irine hendak menyambut uluran tangan Sastra, Yuan tiba-tiba menarik tangannya.

Yuan menariknya hingga meninggalkan Sastra sendiri dengan tangan yang masih menggantung di udara.

"Lo berani ya ninggalin gue disaat gue butuh bantuan?" tanyanya dengan dingin.

Irine mendongak menatap wajah Yuan. Ya ampun! Kenapa dengan wajah Yuan?

"Muka lo kenapa? Kok ke cakar-cakar gitu?"

"Menurut lo?" tanyanya dengan sinis ketika menatap kesal Irine.

"Rasain! Itu balasan gue karena lo tadi udah ngehancurin tidur gue! Wlee," ucap Irine lalu ia berlari dengan kedua tangannya di atas kepala dan lidahnya terjulur keluar sengaja mengejek Yuan.

"Berarti kita satu sama."

"Irine! Awas lo ya! Kalau ketangkep, gue bakal kelitikin lo sampai lo minta ampun ke gue."

"Coba aja kalau bisa."

Yuan pun langsung mengejar Irine dan untuk menggelitik Irine jika tertangkap olehnya.

[[]]

"Rin, semalem lo diundang di acara keluarganya Yuan?" tanya Vinkan, cewek dengan rambut khasnya yaitu dikepang tipis di sisi-sisi kepalanya.

"Foto lo menyebar di sekolahan tau, Rin." imbuh Secil, cewek dengan poni di dahinya.

"Kok bisa? Siapa yang nyebar emang?" tanya Irine dengan mengernyit. Perasaan di acara itu tidak ada teman mereka. Jadi, kenapa foto itu menyebar luas di sekolahannya?

"Ersa," jawab Secil.

"Ersa?"

*Brukk

"Ah, sorry. Gue gak sengaja," ucap Irine.

"Gak papa." Cewek itu Ersa. Ia tersenyum padanya dengan sangat manis.

"Lo Ersa, kan?"

"Lo kenal gue?"

"Siapa sih yang gak kenal lo? Secara lo kan primadonanya SMA Eltera."

"Ah, gak juga kok. Kayaknya lo juga termasuk deh."

"Halah, itu juga karena gue deket sama si Yuan. Kalau gak deket, gue juga gak bakal jadi perhatian."

"Lo keliatan deket banget ya sama Yuan?"

Irine mengangguk. "Iya. Kita berdua temenan sejak kecil. Jadi udah deket banget."

"Oh."

"Oh ya, Sa. Gue pergi dulu ya. Kapan-kapan kita ngobrol lagi."

"Iya."

"Bye, Sa."

"Oh ya, waktu itu gue ketemu sama Ersa. Tapi gue lupa nanya ke dia kenapa dia bisa ada disana."

"Ah elah, masa lo gak tau sih, Rin? Nyokapnya Yuan sama nyokapnya Ersa kan kerja sama dalam bisnis kecantikan. Wajar lah kalau Ersa ada disana," jawab Vinkan.

"Oh gitu."

Pukk

Sesuatu mengenai kepala Irine. Ia melihat kotak bekal diberikan padanya.

Dan itu dari Yuan. Pasti dari para fansnya itu. Yuan memang seperti itu, kotak bekal yang dikasih oleh para fansnya akan selalu dikasih ke Irine. Karena Yuan tahu jika Irine itu rajanya tukang makan.

"Makasih, Yuan!" Irine segera membuka kotak bekal itu. Dan sekarang, isi kotak itu berupa kue brownis karamel yang menjadi favoritnya.

"Asik, dapet brownis karamel."

Irine melihat kedua temannya yang sangat menginginkan untuk memakan brownis itu.

"Kalian mau?"

Secil dan Vinkan segera mengangguk ketika ditanya seperti itu oleh Irine.

"Beli sendiri sana!"

Ucapan Irine membuat keduanya menghela nafas. Mereka kira jika Irine akan berbagi pada mereka.

"Dasar pelit."

"Gue kira Lo mau kasih ke kita berdua. Jahat banget lo sumpah."

Irine terkekeh melihat wajah kusut dari kedua temannya. Ia pun mendorongnya ke tengah-tengah meja.

"Ambil kalau kalian mau."

"Serius?!" pekik keduanya. Irine pun mengangguk. Tak butuh lama brownis itu lenyap. Karena keduanya sangat lahap memakan brownis itu.

Bagi Irine, bersikap egois itu gak ada gunanya. Sikap itu hanya akan membuat sebuah hubungan perlahan-lahan hancur.

Dan Irine tidak ingin sebuah hubungan yang hancur.

[[]]

Kelas Irine sedang free, ia pun jenuh jika terus berada didalam kelasnya. Apalagi kelasnya sangat berisik dengan tingkah yang sangat konyol.

Irine pun memilih untuk pergi ke perpustakaan yang tampak sepi. Dan ia bisa tidur sebentar sampai pulang tiba. Vinkan dan Secil sudah ia ajak, tapi mereka lebih memilih untuk berada dikelas. Karena mereka berdua males untuk jalan ke perpustakaan.

Alhasil, Irine pergi dengan seorang diri. Ia dorong pintu perpustakaan itu di pintu yang ada tulisan 'push' nya.

Ia pun menuju rak yang berisikan buku-buku novel fiksi. Memilih judul novel yang menurutnya bagus. Dan ia sudah mendapatkannya.

Kemudian berjalan menuju kursi yang kosong. Perpustakaan itu begitu luas sehingga yang datang berkunjung disana pun banyak. Semuanya sangat tenang disana. Karena semuanya fokus membaca novel masing-masing.

Irine sudah duduk. Ia mengambil novel sebenarnya tidak untuk dibacanya juga. Tapi hanya untuk menutupi wajahnya ketika ia tidur nanti.

Wajahnya ia hadapkan ke sebelah kiri yang langsung menghadap ke kaca. Ia memang tepat memilih kursi di bagian pojok kiri. Dan pas untuk ia tidur.

Tapi tanpa diketahui oleh Irine, ada cowok yang duduk disebelahnya. Dengan fokus membaca buku novelnya.

Setelah selesai membaca, cowok itu meninggalkan note kecil yang ditempelkan ke kaca yang nantinya akan langsung terlihat oleh Irine.

[[]]

Irine bangun ketika rasa kantuknya sudah hilang. Rasanya sangat lega. Ia meregangkan otot-ototnya yang merasa sakit.

Tanpa sengaja, ia melihat sebuah note tertempel di kaca. Ia pun mengambilnya dan membaca isi note itu.

"Gak adil rasanya kalau cuman lo doang yang tahu nama gue.

Jadi, **siapa nama lo? Balas di nomor dibawah ini ya.

0816 - 3334 - 5578

Sastra**"

Irine menyimpan nomor ponsel cowok yang tanpa sengaja bertemu tadi. Ia memang menyimpannya, tapi ia belum bisa membalas dan memberi tahu namanya.

Tapi ia akan menemuinya langsung dan akan memberitahu namanya. Irine melihat sekitar bahwa perpustakaan itu sudah agak sepi. Mungkin jam pulang sudah berbunyi namun Irine tidak mengetahuinya.

Meskipun jam pulang sudah tiba, perpustakaan belum ditutup sampai pukul lima sore. Dan ia lihat di jam tangannya menunjukkan pukul lima kurang lima belas menit.

Irine pun beranjak dari tempatnya dan menuju ke kelasnya untuk mengambil tasnya.

"Lo darimana aja sih? Gue cariin juga dari tadi. Ponsel lo juga mati waktu gue telponin lo," ucap Yuan yang tiba-tiba berada didepan Irine ketika hendak keluar perpustakaan.

Yuan dihadapannya dengan tas Irine yang digendong di depan.

"Ponsel gue kehabisan baterai. Makanya mati."

"Yaudah ayo pulang." Tarik Yuan pada tangan Irine.

To Be Continued

Spam next

oke?

Chapter 2

Irine segera berlari ketika Yuan sudah tiba dirumahnya. Yuan datang bersama Melly, kucing anggora putihnya.

Irine langsung menggendong Melly dengan semangatnya. Irine memang penyuka kucing, begitupun juga Yuan.

"Pelan-pelan. Nanti waktu lo pegang si Melly, kutunya jadi banyak lagi," sinis Yuan pada Irine. Irine menatap Yuan dengan sinis juga.

"Iya, bawel." Kemudian Irine membawanya belakang rumah. Ia pun juga memelihara kucing. Berbagai macam kucing ada disana dengan warna bulu yang berbeda-beda.

Tapi, yang paling ia sukai adalah kucing milik Yuan. Awalnya, Yuan tidak diizinkan memelihara kucing sebab Yasa, ayahnya, sangat alergi dengan bulu kucing. Tapi karena bantuan dari bujukan Irine, akhirnya cowok itu bisa memelihara kucing secantik ini.

Dengan syarat, Yuan harus datang ke rumahnya dengan membawa Melly jika Irine memintanya.

Mereka pun terbawa kedalam dunia mereka berdua. Dengan para kucing di sana.

"Ini kucing lo mandiin gak sih? Dekil amat," komentar Yuan ketika menggendong salah satu kucing milik Irine yang sedikit tampak kumel.

Irine menoleh ke kucing yang dimaksud Yuan.

"Ih, itu tuh termasuk kucing kesayangan gue. Mana mungkin gue gak mandiin tuh kucing!"

"Tapi ini masih dekil."

"Yaudah sana mandiin. Gue lagi ngeriasin si Melly nih. Biar tambah cantik."

Yuan menghela nafas. Kemudian ia menggendong Ressy, kucing milik Irine untuk ia mandiin.

Meooongg~~~

"IRINE! KENAPA KUCING LO NAKAL BANGET SIH!?"

Irine tertawa ngakak ketika Yuan keluar dengan baju basah akibat Ressy.

"Ketawa terus, biar lo ******," sindir Yuan dengan kesal.

"Gue baru ingat, kalau Ressy gak akan mau di mandiin sama orang lain kecuali sama gue."

"Kampret lo emang," umpat Yuan.

[[]]

Kini, mereka berdua ada di kamar Irine. Sudah biasa bagi mereka. Yuan pun tidak merasa sungkan jika masuk kedalam kamar cewek. Begitu pun juga Irine yang biasa saja jika Yuan masuk ke kamarnya.

"Kamar cewek kok berantakan banget sih?" komentar Yuan ketika masuk ke kamar Irine. Wajar saja Yuan berkomentar, ketika ia melihat seprei tidak terlipat rapih, baju berserakan di mana-mana, apalagi buku yang di rak yang disusun sangat tidak rapih.

Ini bukan kamar cewek banget jika dilihat. Bahkan seperti kandang ayam.

"Ck, bawel banget sih. Gue belom sempet beres-beres. Males juga buat ngeberesinnya."

Yuan menggeleng kepala.

"Cewek kok malesan. Gak cocok jadi ibu."

"Ck! Iya-iya nanti gue beresin. Bawel banget lo ya, sumpah."

"Kalau gue gak bawelin lo, lo mana sadar sama yang kek beginian?"

Irine memutarkan bola matanya.

"Oh ya, mumpung lo disini. Gue mau nanya pr ke lo." Irine menuju ke rak bukunya untuk mengambil buku matematikanya.

"Satu soal, satu traktiran ya?"

"Hih, gue gak ada duit buat traktir lo."

"Apa aja."

"Kalau bukan makanan atau minuman, lo mau?"

"Serah, yang penting ada tukerannya."

Irine mengangguk. "Yaudah, gue bakal traktir lo besok."

Yuan pun mengerjakan pr Irine namun sekalian mengajari Irine tentang prnya.

[[]]

Sesuai janjinya, Irine akan mentraktir Yuan karena kemarin ia sudah membantunya mengerjakan pr.

"Lo mau bawa gue kemana sih? Kenapa juga naik bis?" Yuan bertanya ketika Irine mengajaknya menggunakan naik bis.

"Kenapa? Lo alergi naik bis?"

Yuan menggeleng. "Bukannya gitu. Kenapa kita gak naik mobil gue aja? Kan lebih efisien dan efektif."

"Gak menantang kalau gitu."

"Tap--" ucapan Yuan terpotong oleh Irine.

"Udah lo diem aja. Jadi ditraktir gue gak?"

Yuan memilih diam. Irine tersenyum senang.

"Anak pinter." Yuan melirik sinis Irine.

Mereka sudah tiba di suatu tempat yang hanya diketahui oleh Irine saja.

"Ini tempat apaan?"

"Udah ayo masuk," ajak Irine untuk masuk kedalam toko buku yang tampak biasa saja.

"Tempatnya biasa aja."

"Lo belom masuk aja kedalamnya. Udah ayo." Tarik Irine pada tangan Yuan.

Yuan terpana dengan setiap aksen dari toko buku itu. Lampion berwarna-warni berterbangan di atas dan disekelilingnya terdapat lukisan-lukisan yang mengesankan. Kursi-kursi disana pun tampak unik dengan bentuknya yang abstrak.

"Bagus, kan?"

Yuan mengangguk sambil masih terpana dengan keindahan toko buku itu. Ia baru melihat ada toko buku yang seperti ini.

"Lo udah pernah kesini?"

Irine mengangguk.

"Setiap gue ada waktu, gue selalu dateng kesini."

"Lo tau gak? Apa yang lo bisa ambil dari toko buku ini?"

Yuan menggeleng. "Apa?"

"Lo bilang kalau toko buku ini tampak biasa aja dari luar. Tapi pas lo liat ke dalam, toko buku ini bener-bener indah dan elegan. Toko buku ini mengajarkan kita kalau kita itu jangan hanya melihat dari covernya aja. Karena belum berarti covernya itu buruk, dalamnya juga buruk. Atau sebaliknya," jelas Irine.

Yuan mengangguk membenarkan.

"Lo bener."

"Lo mau mesen apa?"

"Biar gue aja yang traktir," jawab Yuan.

"Eh, tapi kan--" ucapan Irine terpotong oleh Yuan cepat.

"Kemarin, lo kan cuma nanya satu soal. Lo bawa gue kesini berarti sama aja lo udah traktir gue. Dan sekarang, gue yang bakal traktir lo karena udah bawa gue ke tempat indah ini." Yuan menoleh dan mengangkat tangannya. "Permisi."

Pelayan tersebut mendatangi Yuan dan Irene.

"Iya, mau pesen apa?"

"Lo pesen apa?" tanya Yuan ke Irine.

"Samain aja kayak Lo." Yuan mengangguk.

"Mochachino Ice dua, barbeque spaghettinya satu sama rainbow cakenya satu."

Pelayan tersebut mengangguk paham.

"Mohon ditunggu pesanannya."

"Masih tahu kesukaan gue?" Goda Irine pada Yuan.

"Hm."

"Kesukaan gue yang sempet bikin gue masuk rumah sakit?"

Yuan segera menatap Irine dengan panik. Yuan hendak memanggil pelayan untuk mengganti pesanannya.

Tapi Irine mencegahnya.

"Udah gak papa. Sekali-kali gak papa kali. Gak bikin gue mati juga."

"Gak! Mba," ucap Yuan dengan tegas memanggil pelayan tadi. Berharap pesanannya belum dibuat. Pelayan itu sudah berada di hadapan Yuan. "Iya, mas? Kenapa?"

"Pesanan barbeque spaghettinya diganti sama ...."

"Ayam rica-rica," sela Irine.

Yuan mengangguk. "Iya, diganti sama ayam rica-rica. Bisa, kan?"

"Tapi, pesanannya sudah dibuatkan."

"Oh, gitu ya? Yaudah gak papa, Mba. Gak jadi diganti," ucap Irine.

"Kalau gitu pesan lagi yang itu," ucap Yuan.

Pelayan itu mengangguk. "Baik. Tidak ada lagi?"

Yuan menggeleng.

"Terima kasih. Harap ditunggu pesanannya."

"Emang Lo bawa duit sampe pesen sebanyak itu?"

"Lo tenang aja. Yang penting Lo gak kenapa-kenapa."

Irine tersenyum. Yuan memang begitu sejak dulu. Selalu memperhatikan apa yang bisa ia makan dan apa yang tidak bisa ia makan. Begitu perduli nya sampai Irine merasa bahagia memiliki Yuan didalam hidupnya.

"Makasih."

"Sama-sama."

[[]]

Yuan dan Irine kembali ke sekolahannya lagi untuk mengambil mobilnya setelah pulang dari toko buku itu.

Kini, mereka menuju ke rumah Irine. Irine turun dari mobil Yuan ketika sudah sampai di pekarangan rumahnya.

"Makasih ya, Yuan. Atas traktirannya."

"Everything for you," balas Yuan.

"Bye, Lo hati-hati dijalan." Yuan pun meninggalkan rumah Irine dengan mobilnya.

Ketika mobil Yuan sudah menjauh pergi, Irine berbalik untuk masuk kedalam rumahnya.

Ia tersenyum senang karena perlakuan Yuan yang tidak pernah berubah pada dirinya.

"Hmmm, pulang-pulang senyum-senyum sendiri. Kenapa nih anak bunda?" Goda Jessy ketika ia melihat Irine senyum-senyum sendiri.

"Apaan sih, Bunda. Siapa juga yang senyum-senyum sendiri?"

"Habis darimana sama Yuan sampai kamu senyum-senyum sendiri gitu? Hm?" Goda Jessy lagi.

"Apaan sih, Bun. Orang kita tadi itu habis ke toko buku doang kok."

"Hm, pasti ada sebabnya sampai buat kamu kayak gitu. Emang apa yang dilakuin Yuan ke kamu?"

"Ih, Bunda kepo banget deh. Udah ah, Irine mau masuk ke kamar dulu. Mau mandi, gerah soalnya." Irine menghindar dari pertanyaan bundanya. Karena jika lama-lama bisa ketahuan ia oleh bundanya.

"Hm, dasar. Yuan ini bikin anak orang baper aja. Tanggung jawab kamu, Yuan, sampai bikin Irine senyum-senyum sendiri kayak orang gila gitu."

To Be Continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!