Chapter 3

"Wah, itu Ersa, kan? Dia udah masuk?"

"Wah, Iya itu bener si Ersa. Tambah cantik dia ya."

"Wah, cantiknya Kak Ersa."

"Iri banget deh."

Semuanya ricuh ketika si primadona Eltera baru saja turun dari mobilnya.

Ersa Launcia namanya. Putih, manis, rambutnya yang panjang memang dambaan siapapun. Bahkan cewek-cewek di sekolahannya iri dengannya.

"Wah, primadona kita udah dateng. Apa kabar lo?" tanya Cera, ketika Ersa menghampiri kedua temannya.

Ersa tersenyum. "Baik. Gimana keadaan kalian?"

"Kurang baik selama lo gak ada," jawab Yuna, cewek berambut coklat itu.

Ersa baru saja pulang dari Jerman karena pertukaran pelajar. Selain cantik, Ersa memang pintar.

"Sorry," ucap Ersa dengan tulus pada kedua temannya.

"Udahlah. Lagian juga demi kebaikan lo ini. Kan, Na?" Cera menoleh ke Yuna. Yuna mengangguk.

"Kita pelukan dulu yuk! Kangen." Ketiganya pun berpelukan saat suasana masih ramai.

Persahabatan ketiganya pun membuat iri siapapun. Karena persahabatan mereka begitu manis dan setia.

"Gue kangen sama kalian."

[[]]

Yuan baru saja keluar dari kelasnya. Dan ia buru-buru ke kantin untuk makan bareng dengan Irine.

Tanpa sengaja, tubuhnya bertubrukan dengan seorang cewek dihadapannya.

"Eh, sorry. Gue buru-buru."

Cewek itu tersenyum manis dan menggeleng.

"Gak papa."

"Lo Yuan, kan?"

Yuan menoleh dengan mengernyit.

"Iya. Lo kenal gue?"

Cewek itu tersenyum lagi.

"Kenal. Lo anaknya Tante Rena sama Om Yasa, kan?"

"Hm."

Cewek itu mengulurkan tangannya ke Yuan.

"Kenalin, nama gue Ersa."

Yuan mengangguk tanpa menyambut uluran tangan Ersa.

"Salam kenal. Tapi gue buru-buru."

Ersa tercengang ketika ia baru saja ditinggal pergi. Oleh Yuan pula. Untung saja ditempat tidak banyak orang. Jadi tidak apa-apa baginya.

"Yuan. Lebih tampan dari yang gue lihat di foto."

[[]]

Yuan mencari keberadaan Irine. Ia menemukan, tapi selain dengan Vinkan dan Secil ada satu cowok yang duduk disebelahnya.

Yuan berjalan mendekatinya. Semakin terdengar percakapan antara Irine dengan cowok itu.

"Lo hebat ya? Masuk sini lewat beasiswa."

Cowok itu menggaruk kepalanya dengan sedikit malu.

"Ah, gak hebat-hebat juga kok."

Irine melihat keberadaan Yuan yang baru saja tiba.

"Yuan?" Semuanya menoleh terutama cowok yang duduk disebelah Irine.

Cowok itu merasa jika ia menempati tempat yang seharusnya Yuan duduki. Ia pun izin untuk pamit.

"Yaudah, kalau gitu gue ke kelas dulu ya? Kapan-kapan kita ngobrol lagi."

Irine tersenyum pada cowok itu.

"Oke."

Cowok itu tersenyum pada Yuan. Namun Yuan membalas senyuman tipisnya. Yuan lalu duduk disebelah Irine.

"Gimana kuis lo tadi? Lancar?" tanya Irine.

"Gak tau," ketus Yuan.

"Kok gak tau sih? Bisa gak lo kerjain kuisnya?"

Yuan menatap kedua teman Irine untuk menyiratkan untuk pergi. Kedua temannya pun paham dengan tatapan Yuan. Mereka pun pamit.

"Rin, kita ke kelas duluan ya. Ada yang mau gue kerjain," ucap Secil. Dianggukkan oleh Vinkan.

"Oh, iya." Irine mengangguk.

Kini hanya mereka berdua saja ketika Secil dan Vinkan pergi.

Yuan bersedekapkan kedua tangannya di dada.

"Siapa cowok itu?"

"Hah?"

Yuan menoleh. "Siapa cowok tadi yang duduk disebelah lo dan ngobrol sama lo?"

"Oh, dia Sastra. Murid baru."

Yuan mengernyit. "Sastra?"

Irine mengangguk.

"Oh ya, Lo tau Ersa?"

Yuan menggeleng dan meneruskan ritual makannya.

Irine yang kesal pun memukul bahu Yuan.

"Ish! Masa lo gak tau sih? Berarti selama ini lo kemana aja?"

"Rumah, sekolah, dan rumah lo."

"Dia balik kesini tau. Sumpah ya, Ersa itu cantik banget ternyata. Udah gitu pinter lagi. Lo suka gak sama cewek kayak dia?" Tanya Irine dengan penasaran.

"Gak. Terlalu monoton."

"Hah? Maksudnya?"

"Gue maunya cewek yang mainstream." Yuan duduk tegak dan menoleh pada Irine, "Cewek pinter dan cantik kayak dia udah banyak. Jadi terlalu standar buat gue."

"Oh ya? Terus lo suka cewek yang kayak apa?"

"Bersikap apa adanya dan jadi diri sendiri."

"Hm. Boleh juga tipe lo."

"Mba!" pekik Yuan pada penjual kantin disana. "Iya?"

"Saya pesan nasi goreng satu lagi. Jangan terlalu pedes ya."

"Buat siapa, Yuan? Lo masih kurang sampe harus nambah lagi?"

"Buat lo," Jawab Yuan membuat Irine mengernyit.

"Kok buat gue? Gue kan gak laper."

"Gak laper apaan sih? Daritadi lo kan belom makan!" Tegas Yuan.

"Ini pesanannya."

Yuan menoleh. "Makasih."

Penjual itu mengangguk. Dan pergi meninggalkan Yuan dan Irine.

"Makan." Yuan mendorong piring nasi goreng itu ke Irine

"Lo kenapa sih? Dari tadi emosi mulu," Decak Irine.

Yuan hanya diam saja.

[[]]

Irine segera menolong Sastra ketika buku-buku itu terjatuh ke lantai.

"Irine?"

"Gue bantu lo ya?"

Sastra mengangguk. "Makasih."

"Semua buku ini emangnya mau Lo bawa kemana?"

"Ke gudang."

Irine mengangguk. "Gue ikut lo ya?"

"Emang cowok itu kemana?"

Irine mengernyit.

"Oh, Yuan? Dia masih ada ekskul basket. Daripada gue bosen, mending gue temenin lo. Boleh?"

Sastra mengangguk dengan tersenyum. "Boleh. Kenapa juga gak boleh?"

"Lo masuk dikelas apa?"

"Kelas Bahasa."

Bahasa adalah kelas yang lebih unggul dari kelas Sains. Irine pun tahu jika cowok ini akan masuk kesana. Karena cowok ini sangat pintar. Tapi entah jika dibandingkan dengan Yuan.

"Gak heran lagi sih kalau lo masuk sana. Lo kan pinter."

"Biasa aja."

Sastra sudah menaruh buku-buku itu didalam gudang. Kemudian ia mengunci gudang tersebut.

Drrt drrt

Ponsel milik Irine berdering di dalam sakunya. Ia pun mengambil dan mendekatkan ke telinganya.

"Lo dimana? Gue udah selesai."

"Gue lagi di gudang."

"Yaudah, gue kesana."

Tutt tutt

Irine memasukkan kembali ponselnya kedalam saku.

"Cowok itu ya?"

Irine mengangguk. "Nama dia Yuan. Sahabat kecil gue. Ayo, sekalian jalan sambil nunggu dia dateng."

Sastra mengangguk.

"Berarti lo udah akrab banget ya?"

Irine mengangguk. "Ya iyalah. Bahkan gue bosen kemana-mana harus sama dia."

"Kok? Kenapa?"

"Setiap gue jalan bareng sama dia, selaluuuu aja gue kayak keusir waktu dia dikerubungi sama cewek-cewek."

Sastra terkekeh.

"Kasihan."

"Oh ya, lo tinggal dimana?"

"Gue tinggal deket sekolah ini kok. Jadi biar gue deket ke sekolahannya."

"Kapan-kapan ajak gue main kerumah lo ya?" pinta Irine dengan semangat.

"Emangnya lo mau kerumah yang gak semewah kayak rumah lo?"

"Kenapa? Menurut gue rumah itu sama aja. Yang membedakan itu kehangatan dan keharmonisan orang-orang dirumah itu."

Sastra tersenyum.

"Kapan-kapan gue ajak lo kerumah gue."

"Serius?"

Sastra tersenyum.

"Irine."

Irine menoleh ke depan. Dimana Yuan sudah berdiri menyender di depan kelas. Irine menoleh ke Sastra.

"Gue pulang duluan ya? Kapan-kapan kita ngobrol bareng lagi."

"Hm. Lo hati-hati dijalan."

"Lo juga."

Sastra pun meninggalkan Yuan dan Irine.

"Ayo, pulang."

"Lain kali gak usah pergi gitu aja. Bikin khawatir orang aja."

Irine tersenyum.

"Habisnya gue bosen. Jadi gue jalan-jalan dan gak sengaja ketemu Sastra dijalan."

"Yaudah. Lain kali kalau mau pergi itu bilang. Biar gue gak cariin lo."

"Iya-iya, ah bawel banget sih lo jadi cowok. Gue udah gede kali, jadi gak usah dikawal kemana-mana."

"Tapi lo itu tanggung jawab gue selama disekolah."

Irine mencubit dan menggoyangkan pipi Yuan.

"Iya, Yuan. Udah yuk, pulang."

Ah, ada hal yang aneh. Tapi Yuan tidak mengerti semua ini. Apa yang sudah terjadi pada dirinya selama seharian ini?

Kenapa ketika melihat Sastra dekat dengan Irine selalu membuat dirinya emosi?

Ada yang tahu?

To Be Continue

Terpopuler

Comments

Ilan Irliana

Ilan Irliana

iicchhhh babang yuan...gemes dah..

2020-06-02

0

Indira Indri

Indira Indri

yuan udah jatuh cinta ama sahabatnya sendiri

2020-04-26

2

Indira Indri

Indira Indri

yuan tak menyadari udah jatuh cinta ama iren

2020-04-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!