Irine segera berlari ketika Yuan sudah tiba dirumahnya. Yuan datang bersama Melly, kucing anggora putihnya.
Irine langsung menggendong Melly dengan semangatnya. Irine memang penyuka kucing, begitupun juga Yuan.
"Pelan-pelan. Nanti waktu lo pegang si Melly, kutunya jadi banyak lagi," sinis Yuan pada Irine. Irine menatap Yuan dengan sinis juga.
"Iya, bawel." Kemudian Irine membawanya belakang rumah. Ia pun juga memelihara kucing. Berbagai macam kucing ada disana dengan warna bulu yang berbeda-beda.
Tapi, yang paling ia sukai adalah kucing milik Yuan. Awalnya, Yuan tidak diizinkan memelihara kucing sebab Yasa, ayahnya, sangat alergi dengan bulu kucing. Tapi karena bantuan dari bujukan Irine, akhirnya cowok itu bisa memelihara kucing secantik ini.
Dengan syarat, Yuan harus datang ke rumahnya dengan membawa Melly jika Irine memintanya.
Mereka pun terbawa kedalam dunia mereka berdua. Dengan para kucing di sana.
"Ini kucing lo mandiin gak sih? Dekil amat," komentar Yuan ketika menggendong salah satu kucing milik Irine yang sedikit tampak kumel.
Irine menoleh ke kucing yang dimaksud Yuan.
"Ih, itu tuh termasuk kucing kesayangan gue. Mana mungkin gue gak mandiin tuh kucing!"
"Tapi ini masih dekil."
"Yaudah sana mandiin. Gue lagi ngeriasin si Melly nih. Biar tambah cantik."
Yuan menghela nafas. Kemudian ia menggendong Ressy, kucing milik Irine untuk ia mandiin.
Meooongg~~~
"IRINE! KENAPA KUCING LO NAKAL BANGET SIH!?"
Irine tertawa ngakak ketika Yuan keluar dengan baju basah akibat Ressy.
"Ketawa terus, biar lo ******," sindir Yuan dengan kesal.
"Gue baru ingat, kalau Ressy gak akan mau di mandiin sama orang lain kecuali sama gue."
"Kampret lo emang," umpat Yuan.
[[]]
Kini, mereka berdua ada di kamar Irine. Sudah biasa bagi mereka. Yuan pun tidak merasa sungkan jika masuk kedalam kamar cewek. Begitu pun juga Irine yang biasa saja jika Yuan masuk ke kamarnya.
"Kamar cewek kok berantakan banget sih?" komentar Yuan ketika masuk ke kamar Irine. Wajar saja Yuan berkomentar, ketika ia melihat seprei tidak terlipat rapih, baju berserakan di mana-mana, apalagi buku yang di rak yang disusun sangat tidak rapih.
Ini bukan kamar cewek banget jika dilihat. Bahkan seperti kandang ayam.
"Ck, bawel banget sih. Gue belom sempet beres-beres. Males juga buat ngeberesinnya."
Yuan menggeleng kepala.
"Cewek kok malesan. Gak cocok jadi ibu."
"Ck! Iya-iya nanti gue beresin. Bawel banget lo ya, sumpah."
"Kalau gue gak bawelin lo, lo mana sadar sama yang kek beginian?"
Irine memutarkan bola matanya.
"Oh ya, mumpung lo disini. Gue mau nanya pr ke lo." Irine menuju ke rak bukunya untuk mengambil buku matematikanya.
"Satu soal, satu traktiran ya?"
"Hih, gue gak ada duit buat traktir lo."
"Apa aja."
"Kalau bukan makanan atau minuman, lo mau?"
"Serah, yang penting ada tukerannya."
Irine mengangguk. "Yaudah, gue bakal traktir lo besok."
Yuan pun mengerjakan pr Irine namun sekalian mengajari Irine tentang prnya.
[[]]
Sesuai janjinya, Irine akan mentraktir Yuan karena kemarin ia sudah membantunya mengerjakan pr.
"Lo mau bawa gue kemana sih? Kenapa juga naik bis?" Yuan bertanya ketika Irine mengajaknya menggunakan naik bis.
"Kenapa? Lo alergi naik bis?"
Yuan menggeleng. "Bukannya gitu. Kenapa kita gak naik mobil gue aja? Kan lebih efisien dan efektif."
"Gak menantang kalau gitu."
"Tap--" ucapan Yuan terpotong oleh Irine.
"Udah lo diem aja. Jadi ditraktir gue gak?"
Yuan memilih diam. Irine tersenyum senang.
"Anak pinter." Yuan melirik sinis Irine.
Mereka sudah tiba di suatu tempat yang hanya diketahui oleh Irine saja.
"Ini tempat apaan?"
"Udah ayo masuk," ajak Irine untuk masuk kedalam toko buku yang tampak biasa saja.
"Tempatnya biasa aja."
"Lo belom masuk aja kedalamnya. Udah ayo." Tarik Irine pada tangan Yuan.
Yuan terpana dengan setiap aksen dari toko buku itu. Lampion berwarna-warni berterbangan di atas dan disekelilingnya terdapat lukisan-lukisan yang mengesankan. Kursi-kursi disana pun tampak unik dengan bentuknya yang abstrak.
"Bagus, kan?"
Yuan mengangguk sambil masih terpana dengan keindahan toko buku itu. Ia baru melihat ada toko buku yang seperti ini.
"Lo udah pernah kesini?"
Irine mengangguk.
"Setiap gue ada waktu, gue selalu dateng kesini."
"Lo tau gak? Apa yang lo bisa ambil dari toko buku ini?"
Yuan menggeleng. "Apa?"
"Lo bilang kalau toko buku ini tampak biasa aja dari luar. Tapi pas lo liat ke dalam, toko buku ini bener-bener indah dan elegan. Toko buku ini mengajarkan kita kalau kita itu jangan hanya melihat dari covernya aja. Karena belum berarti covernya itu buruk, dalamnya juga buruk. Atau sebaliknya," jelas Irine.
Yuan mengangguk membenarkan.
"Lo bener."
"Lo mau mesen apa?"
"Biar gue aja yang traktir," jawab Yuan.
"Eh, tapi kan--" ucapan Irine terpotong oleh Yuan cepat.
"Kemarin, lo kan cuma nanya satu soal. Lo bawa gue kesini berarti sama aja lo udah traktir gue. Dan sekarang, gue yang bakal traktir lo karena udah bawa gue ke tempat indah ini." Yuan menoleh dan mengangkat tangannya. "Permisi."
Pelayan tersebut mendatangi Yuan dan Irene.
"Iya, mau pesen apa?"
"Lo pesen apa?" tanya Yuan ke Irine.
"Samain aja kayak Lo." Yuan mengangguk.
"Mochachino Ice dua, barbeque spaghettinya satu sama rainbow cakenya satu."
Pelayan tersebut mengangguk paham.
"Mohon ditunggu pesanannya."
"Masih tahu kesukaan gue?" Goda Irine pada Yuan.
"Hm."
"Kesukaan gue yang sempet bikin gue masuk rumah sakit?"
Yuan segera menatap Irine dengan panik. Yuan hendak memanggil pelayan untuk mengganti pesanannya.
Tapi Irine mencegahnya.
"Udah gak papa. Sekali-kali gak papa kali. Gak bikin gue mati juga."
"Gak! Mba," ucap Yuan dengan tegas memanggil pelayan tadi. Berharap pesanannya belum dibuat. Pelayan itu sudah berada di hadapan Yuan. "Iya, mas? Kenapa?"
"Pesanan barbeque spaghettinya diganti sama ...."
"Ayam rica-rica," sela Irine.
Yuan mengangguk. "Iya, diganti sama ayam rica-rica. Bisa, kan?"
"Tapi, pesanannya sudah dibuatkan."
"Oh, gitu ya? Yaudah gak papa, Mba. Gak jadi diganti," ucap Irine.
"Kalau gitu pesan lagi yang itu," ucap Yuan.
Pelayan itu mengangguk. "Baik. Tidak ada lagi?"
Yuan menggeleng.
"Terima kasih. Harap ditunggu pesanannya."
"Emang Lo bawa duit sampe pesen sebanyak itu?"
"Lo tenang aja. Yang penting Lo gak kenapa-kenapa."
Irine tersenyum. Yuan memang begitu sejak dulu. Selalu memperhatikan apa yang bisa ia makan dan apa yang tidak bisa ia makan. Begitu perduli nya sampai Irine merasa bahagia memiliki Yuan didalam hidupnya.
"Makasih."
"Sama-sama."
[[]]
Yuan dan Irine kembali ke sekolahannya lagi untuk mengambil mobilnya setelah pulang dari toko buku itu.
Kini, mereka menuju ke rumah Irine. Irine turun dari mobil Yuan ketika sudah sampai di pekarangan rumahnya.
"Makasih ya, Yuan. Atas traktirannya."
"Everything for you," balas Yuan.
"Bye, Lo hati-hati dijalan." Yuan pun meninggalkan rumah Irine dengan mobilnya.
Ketika mobil Yuan sudah menjauh pergi, Irine berbalik untuk masuk kedalam rumahnya.
Ia tersenyum senang karena perlakuan Yuan yang tidak pernah berubah pada dirinya.
"Hmmm, pulang-pulang senyum-senyum sendiri. Kenapa nih anak bunda?" Goda Jessy ketika ia melihat Irine senyum-senyum sendiri.
"Apaan sih, Bunda. Siapa juga yang senyum-senyum sendiri?"
"Habis darimana sama Yuan sampai kamu senyum-senyum sendiri gitu? Hm?" Goda Jessy lagi.
"Apaan sih, Bun. Orang kita tadi itu habis ke toko buku doang kok."
"Hm, pasti ada sebabnya sampai buat kamu kayak gitu. Emang apa yang dilakuin Yuan ke kamu?"
"Ih, Bunda kepo banget deh. Udah ah, Irine mau masuk ke kamar dulu. Mau mandi, gerah soalnya." Irine menghindar dari pertanyaan bundanya. Karena jika lama-lama bisa ketahuan ia oleh bundanya.
"Hm, dasar. Yuan ini bikin anak orang baper aja. Tanggung jawab kamu, Yuan, sampai bikin Irine senyum-senyum sendiri kayak orang gila gitu."
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Ilan Irliana
yuan mh udh d rasa..tp irine'y msh blm peka..haha
2020-06-02
0
MrMemoriesss
ngakak ma kucingnya
2020-02-15
2