Sesampainya di Rumah Sakit Dinda langsung ditangani oleh seorang Dokter, denyut nadi Dinda sedikit melemah, mungkin karena dia terlalu banyak mengkonsumsi obat sehingga mengakibatkan overdosis dan mengganggu beberapa organ-organ di tubuhnya, dia mengalami kesulitan bernafas, dan kesadaran yang mulai menurun.
Bantuan pernafasan pun di lakukan untuk membantu melonggarkan pasien bernafas, seharusnya cairan obat itu harus di keluarkan dan bisa dimuntahkan dari dalam perut Dinda, tapi karena pasien pingsan jadi sulit untuk mengeluarkannya.
Akhirnya Dokter hanya bisa memberikan obat untuk menetralisir obat yang sudah terlanjur masuk di tubuh pasien. Disana selang infus pun sudah di pasang di tangan Dinda berharap pasien bisa mendapat bantuan cairan pada tubuhnya.
Usaha dari Dokter pun tidak sia-sia Dinda akhirnya terbangun dari kesadarannya setelah membuka matanya dia merasakan mual yang tidak tertahankan dan???
Huek....huek....
Benar saja Dinda akhirnya muntah-muntah parah, Ibunya yang melihat sampai panik dan khawatir.
"Dok, apa yang terjadi pada putri saya!"
"Ibu jangan khawatir kalau pasien bisa muntah malah bagus, jadi dia bisa mengeluarkan sisa-sisa obat yang di dalam tubuhnya."
"Bu aku dimana?" Ucap Dinda dengan suara lirih dan dengan wajahnya yang sangat pucat.
"Kita ada di Rumah Sakit sayang." Ucap Ibunya dengan matanya yang sudah mulai basah oleh tangisnya.
"Bu apa Andreas sudah datang? Kenapa dia tidak menjengukku di Rumah Sakit?" Ibunya tidak bisa menjawab pertanyaan dari Dinda, sungguh air matanya malah semakin deras membanjiri pipinya.
"Ibu kenapa Ibu diam saja!" Dan kenapa Ibu menangis?"
"Tidak apa-apa sayang, mungkin Andreas sedang sibuk." Ucapnya begitu saja, dia tidak ingin membuat depresi Dinda semakin parah. Dia ingin memulihkan kesehatan Dinda saja tanpa harus membebani fikirannya lagi, mungkin dengan pelan-pelan nanti dia akan mulai terbiasa menghadapi hidup tanpa Andreas.
***
Sementara itu Anton sedang mendapat panggilan dari sebuah Rumah Sakit yang sedang membutuhkan seorang Dokter kejiwaan, jiwanya merasa terpanggil disana, dia harus bisa memberikan apa yang dia dapat untuk bisa membantu banyak orang.
"Aku akan ambil, aku akan coba mengasah kemampuanku dalam bekerja dan membantu orang." Ucapnya disana.
Bu Mega yang melihat putranya sepertinya sedang memikirkan sesuatu akhirnya segera mendekati Anton disana.
"Ada apa sayang, sepertinya kamu sedang bahagia?"
"Iya Ma, aku dapat panggilan di salah satu Rumah Sakit besar yang membutuhkan Dokter spesialis kejiwaan Ma!"
"Wah... Bagus itu, kamu ambil kan? Mama akan beri dukungan untuk kamu, Mama berharap kamu bisa membantu banyak orang nantinya."
"Anton ambil Ma, terimakasih banyak ya Mama sudah mendukung Anton sejauh ini."
"Sama-sama sayang."
Sebenarnya Papa Anton adalah seorang pengusaha, tapi Anton yang sebenarnya dia harapkan bisa menjadi penerusnya malah memilih menjadi seorang Dokter, tapi kedua orang tua Anton tidak pernah memaksa putranya untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Mereka malah mendukung penuh dengan apa yang dicita-citakan putranya.
Sejak kecil Anton sudah terbiasa melihat Pamannya yang dulu pernah mengalami gangguan jiwa, karena bisnisnya yang bangkrut malah membuat Pamannya gila.
Sebelum kejadian itu Pamannya sangat menyayangi Anton, bahkan Anton sudah menganggap Pamannya sebagai Papa kedua baginya, dia sangat sedih setelah melihat Pamannya menjadi gila. Dia berjanji dalam dirinya sendiri suatu saat dia ingin menjadi seorang Dokter untuk bisa membantu semua orang yang mengalami gangguan jiwa.
Sementara itu Dinda yang sedang mendapat perawatan di Rumah Sakit tiba-tiba mengamuk, dia ingin melepas selang infus yang berada di tangannya, dia ingin sekali pulang ke rumahnya, dia sudah tidak tahan berada di Rumah Sakit.
Dia tidak bisa bertemu dengan Andreas.
Kadang dia bisa mengingat kembali kejadian yang sebenarnya terjadi, tapi halusinasinya tetap membayangi dalam fikirannya, dia belum bisa melupakan dan mengikhlaskan Andreas dia belum bisa menerima kenyataan. Menurutnya itu semua hanya mimpi, dan tidak benar-benar terjadi. Dia merasa Andreas masih ada di dekatnya.
Seorang suster yang mencoba menahan amukan Dinda sampai kuwalahan, entah mengapa tenaga Dinda benar-benar kuat sekali. Sampai-sampai Ibunya meminta bantuan pada orang disana untuk bisa memegangi tangan Dinda.
Tidak menunggu lama akhirnya Dinda bisa di lemahkan kini dia hanya mampu tertidur dengan suntikan penenang yang Dokter berikan.
"Bu, bisa kita bicara sebentar, anda bisa ikut keruangan saya!" Ucap Dokter disana.
"Baik Dok." Akhirnya Bu Sinta mengikuti Dokter itu berjalan menuju keruangannya. Sesampainya di ruangannya Dokter itu pun mulai berbicara serius.
"Maaf Bu sepertinya putri Ibu harus mendapat penanganan khusus, saya melihat kejiwaannya putri Ibu sedang terganggu, maaf saya takut putri anda malah bisa melukai dirinya sendiri seperti tadi kalau tidak segera ditangani, kalau bisa putri anda harus di rehabilitasi di Rumah Sakit jiwa!"
Disana jantung Bu Sinta semakin cepat memompa setelah mendapat penjelasan dari Dokter "Apakah anakku gila?" Ucapnya dalam hati.
"Maaf Bu, rehabilitasi itu untuk memastikan bahwa kondisi pasien dapat dievaluasi lebih ketat. Mendapatkan supervisi agar pasien tidak membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Semoga dengan dilakukan rehabilitasi putri anda bisa segera di pulihkan kejiwaannya.
"Adakah Rumah Sakit yang terbaik untuk putri saya Dok?"
"Ada Bu, saya sudah banyak merekomendasikan Rumah Sakit itu untuk orang yang mengalami depresi, serta gangguan jiwa lainya. Nanti saya akan memberi tahukan Rumah Sakitnya pada Ibu."
"Terimakasih banyak Dok."
Dengan langkah yang berat akhirnya Bu Sinta kembali ke ruangan putrinya, disana dia mendapati suaminya yang sedang duduk disamping putrinya Dinda.
"Mas, kamu sudah datang?"
"Iya, baru saja. Kenapa kamu tidak langsung memberi tahuku tadi, jadi aku bisa langsung pulang!"
"Maaf, pas kejadian itu aku sangat panik, yang difikiranku hanya menyelamatkan putri kita."
"Ya sudah tidak apa-apa, putri kita tidak kenapa-kenapa kan?"
"Dinda sudah tidak terkendali mas, barusan aku di panggil keruangan Dokter, dan Dokter menyarankan kalau Dinda harus di rehab di Rumah Sakit jiwa."
"Apa!!!! Jadi apakah Dokter itu menganggap putri kita gila!!!"
"Bukan seperti itu mas, Dinda butuh penanganan khusus, tadi saja dia sudah hampir melukai dirinya sendiri, dia berusaha melepas selang infus ditangannya. Dan obat-obatan yang dia minum, dia ingin mengakhiri hidupnya dan ingin bersama Andreas."
Wajah Pak Bagas tiba-tiba terlihat sedih, dia tidak menyangka kepergian Andreas sampai membuatnya ingin mencoba Mengakhiri hidupnya, sebegitu berarti kah Andreas untukmu Nak? Dengan wajah yang berkaca-kaca Pak Bagas melihat ke arah wajah putrinya yang tertidur lemah disana.
"Baiklah, kali ini aku setuju kalau putri kita di rehab Bu." wajah Bu Sinta menjadi lega setelah suaminya mengijinkan Dinda untuk di rehab. Padahal dari kemarin suaminya tidak membolehkannya.
"Kalau begitu aku akan menanyakan pada Dokter dimana Rumah Sakit terbaik untuk putri kita rehab."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Nunik Wahyuni
Ayo dr Anton sembuhkan Dinda dgn kemampuan mu.....kasian klo ga disembuhkan bisa depresi akut dan bunuh diri lagi ....masa depan nya mdh panjang kasian ortu nya.... sakit iahhh terpisah Krn takdir 😔😔🙈🙈
2024-02-27
1