"Sudah sayang....Kamu harus mencoba melupakan Andreas, Dia sudah tenang disana!" Ucap Bu Sinta sambil mengelus lembut punggung putrinya.
Disana Dinda masih terdiam, tatapannya masih kosong, fikirannya masih pada Andreas dia tidak bisa sedetik pun melupakan kekasihnya, Hanya Andreas lah yang menemaninya di setiap hari-harinya.
Tertawa, menangis selalu bersama dengan Andreas. Kini Andreas sudah pergi meninggalkannya bahkan dia pergi tanpa berpesan apapun, sebelum kejadian naas itu terjadi Andreas masih sempat menemui Dinda, dia berjanji akan kembali lagi dengan membawa mawar putih yang Dinda minta.
Tapi kenapa sekarang Andreas malah melupakan janji itu, apa dia tidak menyayangiku lagi? Apa dia sudah punya kekasih lain selain diriku? Dinda kembali tertawa dalam tangisnya, bahkan sekarang Dinda lebih keras tertawa.
"Sayang.....Sudah jangan kamu hanyut dari kesedihan, lupakan semua, kamu harus melanjutkan hidup!" Ucap Bu Sinta sambil memegang erat kedua tangan Dinda.
"Ibu, apa yang Ibu katakan? Bukankah Ibu juga sudah setuju aku dengan Andreas kenapa sekarang Ibu menyuruhku untuk melupakannya? Ayo pulang Bu, nanti malam Andreas akan datang membawakan mawar putih untukku!"
Dinda segera menggandeng tangan Ibunya untuk segera pergi dari pemakaman itu, dia nampak bahagia dan tidak menangis lagi seperti tadi, bahkan dia sekarang semangat sekali. Apa yang terjadi pada putriku?" Telapak tangan Bu Sinta hanya mampu mengelus dadanya.
Sesampainya di rumah, baru saja mereka akan masuk kedalam rumah tiba-tiba Dinda kembali menangis, hatinya tiba-tiba perih mengingat kembali apa yang telah terjadi. Ingatannya kembali pada kekasihnya Andreas.
"Andreas....Aku akan ikut denganmu jangan tinggalkan aku!" dalam posisi berdiri dan dengan tatapannya yang kosong airmatanya tak henti-hentinya kembali menangis, padahal baru saja dia bisa tersenyum sekarang menangis lagi.
"Sayang kita masuk dulu ya.'' Ajak Bu Sinta pada putrinya.
Dengan langkah gontai dan dengan tatapan kosongnya Dinda mengikuti Ibunya masuk kedalam rumah, dia pun langsung menaiki tangga menuju ke kamarnya, Ibunya hanya mampu memandang nya dengan penuh iba.
Sesampainya di dalam kamarnya Dinda langsung menjatuhkan tubuh kecilnya di atas tempat tidur, dia masih menangis mengingat tentang Andreas.
Sementara di ruang bawah Bu Sinta sedang berbicara pada suaminya, mereka sangat menghawatirkan keadaan putrinya.
"Mas bagaimana ini, kita harus membawa Dinda ke Psikiater, jiwanya benar-benar terguncang, aku tidak mau terjadi apa-apa pada putri kita!"
"Iya Bu, putri kita sangat depresi dia belum bisa menerima kenyataan. Kita tunggu sampai seminggu ini semoga anak kita bisa pulih kembali seperti Dinda yang kemarin."
"Tapi mas??"
"Sudah kita bantu dulu Dinda dan kita hibur agar Dinda bisa melupakan semua yang terjadi."
Sebenarnya Bu Sinta sangat keberatan dengan keputusan suaminya, dia malah mengulur waktu padahal Dinda sudah seperti itu.
**
Hari ini selesai sudah studi Anton dalam meraih gelar sebagai Dokter spesialis jiwa, perjalanan yang sangat panjang hingga sampai di titik ini, dia sangat bersyukur atas segala pencapaian yang sudah ia dapat, dari dukungan, usaha serta doa dari kedua orang tuanya kini dia bisa meraih cita-citanya.
"Selamat ya sayang, semoga apa yang kamu dapat hari ini bisa berguna untuk orang lain!" Ucap Bu Mega yang bahagia melihat putranya sudah mempunyai gelar yang selama ini Anton inginkan.
"Terimakasih Ma, ini semua juga berkat doa Mama, Papa yang tak henti-henti mendoakan aku." Ucap Anton yang matanya sedikit terlihat berkaca-kaca.
Wisudawan, Wisudawati terlihat nampak gembira atas kelulusan mereka, mereka saling berfoto bersama dengan teman dan keluarga mereka. Tidak jauh berbeda dengan Anton yang juga sedang berbahagia namanya sudah tertera sebagai dr. SpKJ sesuai yang dia cita-citakan.
Sementara itu dari semalam sampai siang ini Dinda tidak pernah keluar dari kamarnya, Ibunya benar-benar sangat khawatir pada keadaan putrinya, pintu kamarnya saja terkunci dari dalam sehingga menyulitkan Ibunya untuk bisa masuk.
"Dinda buka pintu sayang, kamu belum makan. Ibu bawakan makanan kesukaanmu!'' ucap Ibunya yang masih Menunggu di depan pintu tapi nyatanya pintu itupun tidak ada pergerakan sama sekali, rasa cemas kini bertambah menjadi was-was Ibu Sinta tidak bisa membayangkan apa sebenarnya yang terjadi pada putrinya di dalam.
Bu Sinta pun segera meminta pertolongan satpam di rumahnya, dia menyuruh satpam itu untuk segera mendobrak kamar milik Dinda. Tapi nyatanya satpam itu juga tidak bisa.
"Bu, bagaimana kalau kita congkel saja jendela yang di dekat balkon kamar anda, pintu ini susah sekali di buka."
"Ya sudah kamu masuk lewat balkon kamar saya saja kalau begitu, segera kamu buka jendela kamar Dinda ya cepat!"
Akhirnya Satpam dan Bu Sinta segera masuk lewat balkon kamar utama, satpam itu berusaha membuka paksa jendela di sana sampai akhirnya.
Brak...Suara jendela itu akhirnya bisa di buka dan dengan segera Satpam itu mencoba masuk, meskipun dengan sedikit kesulitan karena jendela itu memang berukuran sedikit kecil, satpam itu berhasil masuk dengan memiringkan badannya.
"Ibu tunggu di pintu Non Dinda saja Bu, saya akan segera membuka pintunya!" Ucap Satpam itu, akhirnya Bu Sinta segera lari keluar dari kamarnya menuju pintu kamar Dinda, kini dia sudah berdiri di depan pintu milik Dinda menunggu satpam itu membuka pintunya.
Akhirnya Pintu kamar putrinya bisa terbuka, dengan segera Bu Sinta langsung masuk kedalam kamar itu, disana sudah siang tapi karena lampu kamar yang di matikan sehingga menjadikan ruangan itu menjadi gelap, dengan segera Bu Sinta membuka tirai jendela di kamar itu agar mendapat penerangan.
Bu Sinta melihat Dinda sepertinya masih tertidur pulas dengan selimut tebal yang menutupi badannya, dengan pelan-pelan Bu Sinta mendekati putrinya yang sedang tidur tengkurap dengan selimut yang membungkus tubuhnya.
"Sayang sudah siang, bangun yuk...Kamu belum makan!" Sambil mengelus lembut rambut kepala putrinya, tapi disana Dinda tak bergeming sama sekali, Bu Sinta semakin heran kenapa putrinya tak meresponnya sama sekali, dia akhirnya membalikan tubuh Dinda agar bisa terlentang. Alangkah kagetnya Bu Sinta setelah melihat mulut Dinda yang penuh dengan busa.
"Dindaaaaaaaaaaa!!!! Apa yang kamu lakukan?" Bu Sinta berusa menepuk-nepuk wajah Dinda tapi tetap Dinda tak terbangun, dia melihat di tangan Dinda masih menggenggam sesuatu, dia berusaha membuka genggaman itu dari Dinda.
"Obat????? Obat apa ini?? Pak tolong saya!!!! Satpam yang masih menunggu di luar pintu pun segera berlari kedalam. Dengan tergopoh satpam itu pun segera masuk, dia juga ikut kaget melihat keadaan Dinda yang mulutnya penuh dengan cairan putih seperti busa
"Kenapa Non Dinda Bu!!"
"Saya juga kurang tahu, Pak tolong bawa Dinda ke bawah saya akan menyiapkan mobil!"
"Baik Bu, dengan sangat pelan dan sopan satpam itu pun segera membopong tubuh ringkih milik Dinda.
Sesampainya di bawah Dinda segera di masukkan ke dalam mobil, dan dengan cepat Bu Sinta segera menjalankan mobilnya menuju ke Rumah sakit. Di jalan Bu Sinta baru ingat kalau dia blm memberi tahu suaminya.
"Mas, nanti saja aku ngasih tahunya ya...Aku mentingin keselamatan putri kita" gumam Bu Sinta dalam hati.
#Tinggalkan jejak kalian yuk Readers....#
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Nunik Wahyuni
Astaghfirullah Dinda depresi dan bunuh diri smoga msh bisa dislmtkan....gelooo thorrr awal cerita udh tegang maen bunuh diri 😅😅😅🙈🙈🙈
2024-02-27
1