THE RECORD: Dari Balik Kamera, Dia Mengawasi

THE RECORD: Dari Balik Kamera, Dia Mengawasi

PROLOG: Vesta Hestia

Vermont, 2021

"Kembali lagi bersama NBC Night News bersama saya Katherine Loevanca yang akan menemani malam anda dengan berita-berita ter-update dari seluruh dunia."

"Kali ini berita mengejutkan datang dari seorang live streamer populer Amerika Serikat –BI dengan nama channel CatchaGhost, ditemukan tewas bersama dua orang tanpa identitas lainnya setelah hilang selama satu tahun yang lalu di wilayah selatan St. Hill Woodstock–Vermont.

"Ketiga mayat tersebut ditemukan warga dalam keadaan hangus tanpa busana di dalam sebuah gedung bekas sekolah Woodstock Highschool yang terbakar tujuh tahun silam.

"Saat ini kepolisian masih belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait penyebab dan bukti-bukti yang mengacu pada buntut dari kasus yang mengejutkan Vermont. Namun sebuah akun twitter @xxbixx menggemparkan dunia maya dengan sebuah cuplikan live streaming terakhir dari sang streamer sebelum menghilang tanpa jejak. Saat ini video tersebut sudah ditonton sebanyak 4 juta kali dalam dua hari sejak diunggah.

"'Itu kutukan Vesta Hestia,' tulis @xxbixx. Video berdurasi 23 detik itu memperlihatkan B.I yang tengah membaca sebuah surat di dalam sebuah ruangan sebelum lampu senter mati dan siaran pun berakhir."

"Berikut hasil tangkapan layar Vesta Hestia yang berhasil diperjelas …."

...-The Vesta Hestia-...

Dalam rengkuh peluk sang Dewi Vesta Hestia.

Aku menemukan diriku mematung.

Sedang tangan-tangan kotor Priapos mulai menggerayangi.

Meremas sana sini seperti si handal pembuat roti.

Aku bisu saat satu persatu kancing seragamku terpelanting dengan paksa.

Aku diam saja saat bawahanku disingkap dengan begitu hina.

Sang Vesta Hestia tanpa sabar mencium.

Aku menemukan diriku sesak nyaris terkubur.

Sedang tawa penuh hiburan memekakkan telinga hingga tuli.

Keluh peluh Priapos membanjiri indra saat masuk berdiri.

Aku tidak menjerit.

Meski robekan nyata di bawah sana membuatku ingin memekik sampai suaraku pergi.

Aku menemukan diriku mati.

Sedang jantungku masih memompa membangunkan nadi.

Memberiku hidup yang ingin segera aku sudahi.

Aku sudah menanti dan bersiap untuk pergi.

Namun ternyata murka Dewi Vesta menyayangkan niat.

Sekuntum bunga merah diselipkan di antara jari.

Kelopaknya jatuh menyemai di bumi.

Aku bahagia, musim semi rupanya datang lebih awal.

Kuntum bunga merah mekar dimana-mana.

Meluluh leburkan kulit dan jiwamu dalam gugurnya yang hangat membakar.

Sayangku Priapos, biar sang Dewi menabur bunga merah sebagai rumah untukmu bersemayam.

...***...

...Satu tahun kemudian…...

...***...

Bus pagi ini sudah terlambat lebih dari lima menit yang lalu. Mungkin karena ini adalah hari Senin yang sibuk dan langit tidak dalam mood yang baik saat bangun dini hari tadi. Meski begitu, hujan deras rupanya tidak meredupkan kesibukan di Pittsburgh. Air terciprat dimana-mana tapi mereka tidak mengurungkan niat untuk pergi.

Termasuk aku.

August milik Taylor Swift yang memanjakan telinga, mengalun sayup-sayup dari toko roti seberang jalan. Udaranya beraroma ragi manis yang bercampur dengan tanah basah. Cukup membuatku merasakan pusing yang nyaman. Itu sebelum seorang bibi berambut ikal dengan bau pakaian tak kering berdiri disampingku.

Seperti seorang ignorant, tangannya diangkat ke atas guna meregangkan otot. Ketiaknya sekarang berada tepat di atas kepalaku dan detik itu juga aromanya berubah asam. Aku diam saja dan memutuskan untuk menjauh berdiri di ujung halte. Mengisi paru-paruku dengan udara segar sebanyak-banyaknya.

Sejak dini hari tadi, halte bus sudah sesak dengan para pekerja dan pelajar. Seorang wanita dengan rambut yang dicat merah menyala berdecak beberapa kali. Suara lidahnya yang ditindik mengganggu pendengaran.

Belum lagi suara ketukan sepatu seorang pria yang terlihat gusar itu menambahkan harmoni yang aneh. Ia berulang kali melihat jam tangan rolex palsu miliknya. Sedangkan yang lainnya mulai mengomel karena bus tidak kunjung datang. Bahkan dengan pesimis sudah membicarakan pemotongan gaji atau membersihkan toilet dan semacamnya. Mungkin hanya aku yang tidak berpikir apa-apa.

Pagiku selalu lebih buruk dari ini. Hal seperti telat masuk kelas tidak mempengaruhiku sama sekali.

Sepuluh menit kemudian, akhirnya bus line 12 yang berangkat dari Mcknight Flyer hingga ke Franklin Park, sampai di penglihatan. Orang-orang mulai berdesakan berlomba masuk ke dalam bus. Sebelum aku sempat menyisipkan diri diantara kerumunan, seorang nenek menarik tas gendongku dengan keras hingga aku nyaris terjatuh.

"Sudah penuh. Naik bus berikutnya saja." Suaranya kering seperti musim kemarau.

Aku hendak protes namun sebelum aku sempat membuka mulut, suara sang sopir menghentikanku dengan penuh sesal. Namanya paman Erlo. Dia punya wajah yang sangar dengan kontur wajah kokoh tapi siapa sangka pribadinya sangat ramah karena selalu menyapaku.

"Hei nak, busnya sudah penuh. Bus berikutnya sudah ada di depan. Tunggulah sebentar lagi, ya. Maafkan aku." Begitulah saat pintu bus tertutup di depan wajahku.

Mesin dinyalakan dalam derunya yang khas. Orang-orang di dalam bus menatapku acuh dari balik jendela. Mungkin hati kecil mereka bersorak penuh kemenangan memikirkan fakta bahwa yang berdiri di luar bus bukanlah mereka. Aku menggelengkan kepala saat merasa terlalu memikirkan orang lain. Paman Erlo pun menyalakan lampu sein yang segera berkedip untuk belok di perempatan.

"Pulanglah. Bus berikutnya tidak akan datang." Nenek di belakangku kembali bicara seolah tidak pernah menarikku lalu menyuruhku menunggu bus selanjutnya beberapa detik lalu. Aku mengernyit berniat protes dan berbalik menghadapnya.

Perawakan nenek ini kecil dan bungkuk. Wajahnya yang penuh kerut dan flek itu terlihat ramah dan sangat tua. Ada satu plastik belanjaan berisi bawang polong di tangannya. Jika aku bisa menebak umur, mungkin nenek ini berusia lebih dari tujuh puluh tahun.

Aku membuka mulut hendak bertanya namun teriakan yang memekik di belakangku membuatku menoleh dengan cepat.

Bus yang hendak aku naiki, dihantam dari arah yang sama melalui jalur sebelah kiri.

Seketika, decitan ban meringkik nyaring seperti kuda saat hantaman keras dari bus lain mengenai bagian depan dengan cepat. Serpihan lampu dan kaca seketika berterbangan di udara. Badan bus berputar beberapa kali sebelum salah satu sisinya menabrak trotoar hingga terbang terguling ke atas pembatas jalan.

Seperti sebuah teknik slow motion dalam sebuah film, aku bisa melihat dengan jelas bagaimana bus itu melayang di udara setelah terhempas. Dari balik jendela, aku melihat paman Erlo yang semula berpenampilan rapi dan gagah kini dadanya sudah remuk dengan kaca yang menusuk tengkoraknya sampai tembus. Para penumpang, termasuk bibi yang beberapa waktu lalu berdiri dekatku berteriak penuh horor. Tubuhnya melayang akibat benturan keras, sedang mulutnya menganga lebar tanpa suara. Seolah dunia sedang dibisukan untuk sementara.

Aku juga melihat tangan dengan rolex palsu itu terlepas dari pundak sang empu begitu menabrak tiang pegangan bus sampai putus. Darah memuncrat dimana-mana seperti pipa air yang bocor. Mereka, para penumpang bergulingan seperti kertas lotre di dalam sana. Sebelum aku bisa menyaksikan detail lebih jauh, waktu terasa kembali ke normal. Bus itu ambruk dengan cepat di atas pembatas jalan. Tubuh besi itu terpotong menjadi dua di depan mataku seperti toasted baguette yang baru matang.

Aku ambruk di atas aspal seolah tulangku melunak dengan tiba-tiba. Orang-orang berlarian menghindar saat asap mengepul dari baguette itu. Seolah benda itu akan meledak kapan saja.

Namun sebelum aku sempat bangkit, sesuatu tiba-tiba menggelinding dari bus melewatiku lalu berhenti di belakang. Tepat dimana si nenek berdiri.

Sesuatu itu adalah sebuah 'bola' dengan rambut merah menyala yang menatapku horor. Sementara lidahnya yang ditindik menjulur nyaris putus.

Sebelum kesadaran terkikis dari tubuhku, aku baru menyadari, si nenek tidak ada dimana-mana.

...***...

Author note: Halo semuanya, Kaia's here! Kenalin ya, ini novel pertamaku di noveltoon! Kalau kalian suka sama karyaku, sedikit support sangat berarti buat aku jadi mohon dukungannya~ Jangan sungkan untuk bertanya perihal cerita di kolom komentar yaaa sebisa mungkin aku jawab 🙈 Bisa hit me up di chat agar lebih private di sosial mediaku IG @.kaialituhayu terimakasih atas dukungannya~ 🥰

Terpopuler

Comments

Yani Cahyani

Yani Cahyani

bab 1 baru selesai baca kata-katanya, alurnya sangat menarik sekali dan saya langsung berkomentar Saya suka dengan novel ini

2023-11-16

0

Darellia

Darellia

keren banget, semangat berkarya

2023-10-11

2

chila

chila

weh, so far so good

2023-10-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!