CHAPTER 3: The Dream

Aku … tidak bisa melihat apa-apa.

Entahlah. Apa aku ini tengah memejamkan mata atau memang aku sedang melihat kegelapan yang gulita.

I can't really tell.

Yang kulihat hanya hitam yang menghampar ke seluruh penjuru ruang hingga langit-langit. Seperti antariksa tanpa bintangnya.

Dari kejauhan, terdengar sayup-sayup seseorang menggerimit hendak mengatakan sesuatu. Suaranya sedikit kabur dan menggema seolah dia berbicara dari ujung gua. Entahlah apa yang sedang dibicarakan, yang jelas pendengaranku terasa tertimbun nun jauh di alam bawah sadarku.

Sekarang aku bertanya-tanya dimana ini? Aku merasakan sesuatu menggerakkan tubuhku yang diombang-ambing seperti buih di laut. Melayang dari kanan ke kiri, kanan ke kiri. Begitu seterusnya.

Mungkin karena sekarang aku betulan terombang-ambing, perutku menjadi mual. Bukan mual seperti mabuk kendaraan tapi mual yang terasa aneh. Seperti seseorang tengah mengaduk isi perutmu main-main. Saat itu juga aku muntah di tempat. Begitu selesai membuang semua isi perut, aku menengadah. Mendapati siluet seseorang yang berdiri di balik cahaya yang tiba-tiba saja berpendar jauh di belakangnya.

Tubuhnya kecil dan pendek. Rambutnya diikat ponytail dan dia tengah melambai ke arahku dengan gaya kanak-kanak. Di luar kesadaran, aku mengangkat tangan guna membalasnya. Ada perasaan aneh menyusup ke dalam dadaku. Aku tidak tahu apa itu? Yang jelas bukan sesuatu yang menyenangkan.

Sebelum aku sempat menghampiri, aku baru sadar kalau ternyata cahaya berpendar itu adalah lampu kereta api. Detik berikutnya tubuh anak itu terlindas dengan cepat membuat bunyi lenyek dari daging yang terkoyak. Begitu menyiksa pendengaran. Serpihan tengkoraknya terselip di besi rel seperti sisa makanan di gigi. Sementara ponytail miliknya menggantung seperti keychain di roda kereta api.

Aku melotot dan berteriak histeris namun aku menemukan diriku bisu. Sedang cahaya kereta dengan cepat mendekat dan membutakan retina. Semboyan lonceng kereta meringkik menusuk memberi peringatan. Jarak masih tersisa satu meter. Namun aku terlalu dekat untuk menghindar.

Lalu detik berikutnya …

Aku terkesiap.

Di depanku berdiri seorang pria yang menatapku cemas.

“Hei, Nak. Kau baik-baik saja?”

Aku tidak menjawab karena sibuk mengumpulkan kesadaran. Dadaku juga sesak dan berdebar tidak karuan seolah aku ini tidak bernafas selama beberapa menit. Untuk sesaat aku lupa dimana terakhir kali aku sadar. Begitu aku melihat para penumpang tengah menatapku heran dari masing-masing kursi, aku baru ingat.

Ternyata aku di dalam bus.

Aku masih terduduk di kursi paling belakang sedang para penumpang melihat ke arahku dengan pandangan aneh. Lalu aku teringat sesuatu.

Aku tidak menemukan nenek itu di tempatnya.

Aku tidak melihatnya dimana-mana.

Seperti waktu itu.

Apa—

Apa yang tadi itu mimpi?

Y-ya, itu pasti efek dari traumaku yang tersisa.

Pasti aku hanya berhalusinasi.

Ya. Pasti itu.

Mataku yang masih berkeliaran tak tentu arah, ku pejamkan sejenak untuk mengontrol rasa cemas. “Ah, ma-maafkan aku, Paman. Jam berapa ini?” tanyaku berusaha melupakan semuanya dan duduk dengan tegak.

“Sudah jam delapan lewat. Aku membangunkanmu sedari tadi tapi kau seperti tidak bernafas jadi aku panik kukira kau mat- hei!”

Dengan kurang ajar, aku memotong ucapan supir dan melesat turun dari bus setelah menyadari waktu. Sudah lebih dari jam delapan lewat. Aku terlambat pulang.

Ini buruk.

...***...

Terpopuler

Comments

chila

chila

kenapa lagi? /Sob/

2023-10-09

0

chila

chila

kebayang sampe cenat cenut ini kepala :(

2023-10-09

0

Skypea

Skypea

P.E itu kepanjangan dr ap kak? bisa2nya aku mikir pendidikan ekonomi ya😂

2023-09-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!