Izzy Crawford.
Sebuah nama yang akan selalu ada di daftar orang yang paling dikucilkan seantero North Oakmont Senior High School. Si Crawford muka gorden, si Crawford anak idiot, si Crawford bisu dan ada banyak lagi panggilan spesial yang melabeli nama belakangnya. Intinya, dia adalah salah satu dari deretan pecundang yang tidak terlihat dan dijauhi karena tidak berguna.
Sayangnya, itu adalah namaku.
Aku memilih tidak protes. Salah satu pilihan terbaik saat kau bagian dari minoritas adalah diam dan terima. Hiduplah seperti si hantu Casper maka kau akan baik-baik saja.
Bukan tanpa alasan aku mengatakan ini. Ada banyak para minoritas sepertiku yang mencoba untuk keluar dari kubangan menyedihkan dan mencoba untuk masuk ke dalam lingkup mayoritas, tapi apa? Bukan hanya dijadikan pesuruh berlabel ‘tangan kanan’, mereka justru dijadikan mainan. Direndahkan, dimanfaatkan. Itulah sedikit dari banyaknya akibat untuk minoritas yang tamak.
Maka dari itu, aku ingin tetap bersembunyi. Diam saat mereka menghina dan terima saja agar mereka puas sampai bosan. Lagipula Izzy Crawford hanyalah sebuah nama. Dilabeli dengan panggilan bodoh tidak menyakitiku barang sedikitpun.
Namun nyatanya takdir selalu bertingkah seperti pembuli.
Tiba-tiba namaku dibicarakan dimana-mana. Di berita nasional, di koran, di media sosial. ‘Izzy Crawford, Si Gadis dengan Mata Tuhan.’ Begitulah mereka melabeliku sekarang. Ini lebih buruk daripada sebelumnya. Aku nyaris tertawa mendengar bagaimana mereka memanggilku sebagai umat Tuhan padahal aku ini sama sekali bukanlah hamba-Nya yang taat.
Semua ini terjadi karena aku adalah satu-satunya penumpang yang selamat dari kecelakaan besar yang pernah terjadi di Pittsburgh. Ini cukup membingungkan karena aku sama sekali bukan penumpang. Bahkan tidak menginjakkan kakiku ke atas badan bus. Namun aku memilih tidak protes, para jurnalis selalu membutuhkan bumbu agar hasil pekerjaannya menarik.
Yang membuatku keberatan adalah berita itu sudah tersebar dimana-mana. Aku, si pecundang yang tidak terlihat kini menjadi pusat perhatian karena sebuah video CCTV dari tempat kejadian memperlihatkan identitasku. Parahnya, cuplikan itu bocor dan tersebar di media sosial yang jangkauannya lebih luas daripada yang aku duga.
Bahkan ada yang menyunting video itu dengan menambahkan musik macam-macam seolah aku ini superhero atau manusia dari negeri lain. Ada juga yang menyebutku alien dan time traveler dari masa depan.
Ck!
No comment, tapi aku cukup mengerti kenapa mereka menyebutku begitu. Dari cuplikan video CCTV, aku terlihat hendak menaiki bus sebelum kembali berjalan mundur. Seharusnya ada seorang nenek disana. Namun ternyata, aku berjalan mundur dengan kehendakku sendiri.
Tidak ada nenek tua dengan satu plastik penuh bawang polongnya.
Tidak ada seseorang pun yang menarikku untuk urung menaiki bus.
Tidak ada bus yang penuh.
Kursinya kosong dan hanya terisi sembilan orang penumpang.
Aku terpelongo saat menonton videonya untuk pertama kali dan bertanya-tanya tentang apa yang kulihat waktu itu. Pikiran itu pun segera terdistraksi oleh para jurnalis yang ingin tahu.
Tentu saja semua yang aku lakukan di dalam video itu menjelaskan bahwa, aku tidak jadi masuk karena suatu alasan, dan itu adalah karena aku tahu apa yang akan terjadi dua menit kemudian. Aku tahu bus itu akan bertabrakan dengan bus line 12 berikutnya dan semua orang akan mati.
Begitulah para jurnalis membumbui beritanya.
F*ck.
Izinkan aku mengumpat.
Masalahku yang memang sudah banyak, kini semakin menumpuk karena para polisi dan jurnalis selalu menghampiri di tiap kesempatan karena aku adalah saksi hidup. Itu kata mereka.
Aku tidak bisa menjelaskan soal bus yang penuh karena jelas-jelas banyak kursi yang tersisa. Aku juga tidak bisa memberitahu mereka apa yang sebenarnya terjadi, bahwa sebetulnya seorang nenek menarikku dan menyarankanku untuk menaiki bus berikutnya.
Tentu saja sungguh mustahil membuat mereka mendengarkanku. Mereka tidak akan percaya. Mereka akan menganggapku gila dan membumbui berita dengan label aneh lainnya.
Jadi yang kulakukan adalah berbohong kalau aku ketinggalan sesuatu dan memutuskan untuk pulang. Tentu saja mereka tidak mengindahkan informasi yang tidak menjual itu, tapi itu semua cukup untuk mengusir otak-otak sok tahu mereka.
Hanya saja, kini duniaku berubah 180 derajat.
Teman-teman sekolahku– ah, aku tidak cukup dekat dengan mereka untuk memanggil teman– maksudku, mereka yang satu sekolah denganku kini menatapku bak selebriti. Well, katakanlah seperti itu. Meskipun tatapan aneh dan penasaran alih-alih memuja diberikan padaku, aku cukup merasa menjadi pusat perhatian sepanjang koridor sekolah. Kini, aku menjadi 'terlihat' dan rasanya sungguh tidak tenang.
“Hei, Crawford!”
Nah, kan?
Kubilang apa?
Belum sempat aku berpikir jauh-jauh, salah satu dari mayoritas kini memanggilku.
Karena tidak ingin cari masalah tentu saja aku menghentikan langkah. Kini di depanku berdiri si paling mayoritas. Primrose Couper dengan dua dari empat kurcacinya. Ini tidak penting sebenarnya tapi akan aku kenalkan secara singkat siapa yang meratui para mayoritas ini.
Gadis yang baru saja menyapaku adalah ketuanya. Seorang live streamer di Moutube dengan jumlah pengikut yang nyaris mencapai dua juta. Selebriti sekolah. Ikon. Dengan tangan di depan dada, si pirang itu menatapku dengan pandangan menilai. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan padaku, tapi apapun itu aku yakin akan berkaitan dengan Moutubenya, berhubung sekarang aku juga ‘selebriti’ dadakan.
Firasatku mengatakan, ini tidak akan bagus.
“Dia bukan Crawford, Rose. Dia si mata Tuhan.” Yang barusan berbicara adalah Delilah Ford. Kurcaci Primrose nomor satu yang paling setia. Diantara yang lain aku paling tidak suka padanya. Selain karena dia itu sok cantik, Delilah adalah yang paling sering mengataiku. Seperti yang baru saja ia lakukan dengan memanggilku mata Tuhan.
“Kau sangat tidak sopan Eli, bagaimana jika tiba-tiba dia mengutukmu jadi ikan pari?” Candaan konyol ini tentu saja datang dari mulut Ethan Moore. Kekasih Delilah yang selalu memanggil gadis itu Eli. Sebetulnya dia memang selalu begini kepada semua orang, jadi aku tidak terlalu ambil pikir.
“Kalian diamlah.” Satu kata dari Rose membuat Delilah dan Ethan bungkam. “Kita harus bersikap baik pada Izzy. Dia pasti masih trauma dengan kejadian kemarin. Apa kau baik-baik saja?” tanya Rose padaku. Pertanyaan itu terdengar sangat tidak tulus. Tentu saja aku tahu. Siapa pun tahu itu. Lihat saja seringaian penuh akal bulus miliknya.
Meski begitu, aku mengangguk mengiyakan.
“Baguslah kalau begitu. Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Ah tidak, aku ingin minta tolong tapi tidak sekarang. Belajarlah yang fokus ya, istirahat yang banyak dan jangan berpikir yang tidak-tidak. Kita bicarakan lagi nanti,” ujarnya sebelum menepuk pundakku sok perhatian dan berjalan menjauh bersama dua kurcacinya yang cekikian.
Meskipun yang barusan itu tidak terjadi apa-apa, tapi aku tahu aku telah ditandai.
“Kudengar ada kepala yang menggelinding ke arahnya waktu itu. Bukankah itu mengerikan?” Seseorang di belakangku berbisik.
Ya, tentu saja. Aku bahkan tidak bisa tidur karena itu.
Dan kurasa, apa yang akan Primrose rencanakan akan membuat efek yang sama padaku.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Alindaa.k
ikutan dag dig dug bayanginnya🥲🥲
2023-09-21
1
Arisya R
Nggak tau mau bilang apa. Terhanyut sama ceritanya, plus pemilihan katanya yang luar biasa. Kak, ingat ya, semangat update nya. Banyak yang nunggu update novelmu loh.. 😚
2023-09-20
1
Jeje
Suka banget dengan pemilihan diksinya, berasa baca novel2 klasik best seller ga tau lagi pokoknya suka banget sama yg model begini 😭😍😍
2023-09-20
1