Ikhlas
Assalamu'alaikum 🙏
Aku hadir kembali dengan kisah baru 😍
Semoga kalian syuka dan mengikuti cerita ini sampai selesai 🥰
Terima kasih bagi kalian semua yang udah setia mendukungku selama ini 🤗 Salam sayang 😘
Yuk, cuss and happy reading ...
🌹🌹🌹🌹🌹
"Rubi. Kamu lagi haid, 'kan? Besok temani aku ke pasar, ya. Aku mau belanja keperluan untuk acara khitbah Gus Fattah dan Ning Naili," pinta Ning Kuni, ketika Rubi, salah satu santri abahnya sedang membereskan dapur di kediaman Kyai Hambali.
"Da-dalem, Ning. Ke-keperluan khitbah Gus Fattah?" tanya Rubi, memastikan rungunya.
"Iya. Kamu bisa 'kan, Bi? Umi menyuruhku untuk mengajak teman. Kebetulan kamu sedang halangan dan tidak ngejar setoran hafalan. Jadi, bisa 'kan?" desak Ning Kuni, putri pertama Kyai Hambali.
"Nggih, Ning. Sa-saya bisa," balas Rubi, gugup.
"Ya, sudah. Silakan kalau kamu mau melanjutkan pekerjaan. Aku ke kamar dulu, takut Naura bangun," pamit Ning Kuni seraya tersenyum manis pada santri sang abah.
"Jadi, Gus Fattah sudah memiliki calon istri?" gumam Rubi sendu, setelah bayangan Ning Kuni menghilang di balik pintu.
'Hah ... siapa kamu, Rubi? Berani-beraninya kamu menyimpan harap pada putra kyaimu? Kalian bahkan ibarat langit dan bumi. Jauh, Rubi! Perbedaan kalian sangatlah jauh!' batin Rubi, menertawakan diri sendiri.
Gadis berkulit kuning bersih itu menggeleng-gelengkan kepala, mencoba mengusir bayangan Gus Fattah yang seringkali hadir dan tak mau pergi. Rubi menyadari siapa dirinya yang tak mungkin dapat bersanding dengan putra sang kyai. Dia sungguh menyesali karena sudah melambungkan asa, begitu tinggi.
Semua bermula, ketika Nyai Aisyah sedang sakit, dan Rubi disuruh untuk memijat istri sang kyai. Saat itu, di kediaman kyai Hambali hanya ada umi nyai dan dirinya sehingga Rubi tidak sungkan melepas hijab karena merasa gerah saat memijat istri Kyai Hambali. Lagipula, Nyai Aisyah pula yang menyarankan kepada Rubi.
"Tolong buatkan bubur untuk umi, ya, Nok. Sedikit saja," pinta Nyai Aisyah dengan suaranya yang lemah, setelah Rubi selesai memijat seluruh badannya.
"Nggih, Umi. Rubi akan buatkan." Rubi mengambil hijab yang tadi disimpan di atas kursi untuk dia kenakan kembali karena hendak keluar dari kamar Nyai Aisyah.
"Ndak usah pakai hijab juga ndak apa-apa, Nok. Kamu masih sumuk, tho? Ndak ada orang juga, selain kita berdua. Abah baru akan kundur nanti malam."
"Oh, gitu nggih, Mi. Tapi ...."
"Sudah, sana! Umi keburu ngantuk, lho. Habis pijatan kamu enak, Nok. Umi jadi pengin langsung tidur." Wanita paruh baya itu tersenyum hangat pada Rubi.
"Baiklah, Umi. Umi ampun sare dulu, nggih. Tunggu bubur dari Chef Rubi sebentar," pesan Rubi dengan candaan yang berhasil membuat wanita paruh baya tersebut tertawa.
"Iya-iya. Chef Rubi yang pintar," tutur Nyai Aisyah, masih dengan tawanya.
Ya. Rubi memang gadis periang. Dia juga sangat dekat dengan Nyai Aisyah. Istri Kyai Hambali itu menyayangi Rubi karena gadis yang berperawakan mungil tersebut cerdas, juga rajin.
Tanpa mengenakan hijab, Rubi bergegas keluar dari kamar Nyai Aisyah menuju dapur. Kebetulan, di dapur tidak ada santri lain yang bertugas karena pekerjaan mereka sudah selesai. Rubi dengan cekatan membuat bubur permintaan istri sang kyai, seraya menyenandungkan sholawat Nabi.
Asyik mengaduk bubur di atas panci, Rubi sampai tidak menyadari kehadiran seseorang. Pemuda itu mengamati Rubi dengan seksama bahkan netra teduhnya sampai tidak berkedip. Sedetik kemudian, pemuda tampan itu tersadar lalu buru-buru mengalihkan pandangan.
"Kamu Rubi, 'kan?"
Mendengar suara seseorang yang sangat dia kenali, Rubi menoleh ke arah sumber suara. "Astaghfirullah!" seru Rubi ketika menyadari dirinya tidak mengenakan hijab.
Gadis itu nampak panik dan bingung sendiri meski Gus Fattah tidak sedang melihat ke arahnya. Dia menoleh ke kanan ke kiri, mencari-cari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk menutupi kepala. Namun, dia tidak menemukan apa pun di dapur milik bu nyainya.
Sementara Gus Fattah, mengulas senyuman yang sulit diartikan. "Cantik," gumam pemuda berhidung mancung tersebut, seraya mendekati Rubi.
"Pakai ini." Gus Fattah yang baru pulang dari kota tempatnya menuntut ilmu lalu mengangsurkan handuk yang hendak dia pakai untuk mandi.
"Terima kasih, Gus. Maaf, saya ndak tahu kalau Gus Fattah kundur," kata Rubi yang tidak berani menatap putra bungsu sang kyai. Suara gadis belia itu terdengar penuh penyesalan.
Tanpa berkata apa pun, pemuda yang digandrungi oleh para santri putri itu lalu kembali masuk ke dalam dan mengurungkan niat untuk ke kamar mandi. Menyisakan Rubi yang masih terbengong seorang diri.
"Tadi, Gus Fattah bilang apa, ya? Cantik? Benarkah, tadi dia memujiku?" gumam Rubi bertanya-tanya pada diri sendiri.
Rubi lalu melanjutkan memasak bubur dengan perasaan tak karuan. Tidak berapa lama kemudian, buburnya sudah matang. Gadis itu membawa mangkuk bubur yang masih mengepulkan asap panas melangkah dengan gamang, sambil celingak-celinguk melihat keadaan sekitar.
Dirasa aman, Rubi bergegas menuju kamar Nyai Aisyah. Dia tidak mengetuk pintu terlebih dahulu karena Rubi yakin, sang nyai pasti masih menunggu. "Bubur buatan Chef Rubi sudah siap, Umi," kata Rubi tanpa melihat ke dalam kamar.
Nyai Aisyah yang duduk di atas ranjang, terkekeh pelan yang diikuti oleh Gus Fattah. Menyadari ada pemuda yang tadi memergokinya tanpa hijab, Rubi semakin malu pada putra sang kyai.
"Maaf, Rubi ndak tahu kalau ada Gus Fattah di kamar Umi." Gadis itu buru-buru memundurkan langkah seraya menunduk, setelah menyimpan bubur di atas nakas.
"Maaf, Umi. Jika Umi sudah tidak membutuhkan sesuatu, Rubi pamit kembali ke pondok." Gadis belia itu berbicara masih sambil tertunduk dalam.
"Ya, sudah, Nok. Sudah ada Gus Fattah juga. Biar nanti dia yang membantu umi, kalau umi butuh sesuatu," tutur Nyai Aisyah.
"Nggih, Umi. Assalamu'alaikum," pamit Rubi, hendak berlalu dari kamar luas milik bu nyainya.
"Nok. Kerudungmu ketinggalan, itu," panggil Nyai Aisyah, ketika langkah Rubi sudah sampai di ambang pintu.
"Oh, MasyaAllah ... Rubi lupa, Umi, kalau Rubi masih memakai handuknya Gus Fattah." Rubi yang merasa grogi setengah mati, kembali ke dalam lalu mengambil hijabnya yang tersampir pada sandaran kursi yang diduduki Gus Fattah.
"Nyuwun sewu, Gus. Rubi mau ambil ini," izin Rubi dengan kepala menunduk dalam. Dia sama sekali tidak berani menatap pemuda yang sering dibicarakan oleh teman-teman santri.
Setelah mengambil hijab dengan tangan gemetaran, Rubi segera berlalu. Namun, langkah gadis belia itu kembali terhenti ketika suara berwibawa Gus Fattah terdengar di rungunya.
"Aku butuh handukku, Rubi." Pemuda itu bangkit dari tempat duduknya lalu mendekati Rubi. Gadis belia tersebut semakin salah tingkah hingga keringat dingin bercucuran, membasahi keningnya.
"Maaf, Gus. Biar handuknya Rubi cuci dulu, nggih. Sudah kena keringat Rubi sewaktu masak tadi," tolak Rubi, sembari mengelap keringat yang mengucur dengan handuk milik Gus Fattah. Gadis itu lalu segera keluar dari kamar Nyai Aisyah.
"Tidak perlu, Rubi. Hanya terkena sedikit keringatmu, tidak mengapa," kekeuh putra sang kyai yang ternyata mengekor langkah Rubi. "Ayo, sini!" pinta Gus Fattah, memaksa.
"Tapi, Gus ...." Perkataan Rubi terhenti kala gadis belia itu memberanikan diri menatap Gus Fattah dan ternyata pemuda kharismatik itu berjalan mendekatinya dengan tatapan lekat.
Melihat tatapan pemuda di hadapan, Rubi merasakan ada gempa di dadanya yang berkekuatan lebih dari enam scala richter. Debarannya terasa sangat kencang hingga membuat gadis cantik itu salah tingkah lalu buru-buru menunduk dalam.
"Gus Fattah ma-mau apa?" tanya Rubi gugup, ketika melihat ujung jari kaki putra sang kyai semakin mendekat. Debaran di dada Rubi semakin cepat.
Rubi memegang dadanya sendiri. 'Apa aku mengidap penyakit jantung?'
Pemuda yang sudah mengalihkan pandangan ke arah lain itu tersenyum dan semakin menambah pesona di wajahnya yang tampan. Sayang, Rubi tidak dapat melihat senyuman Gus Fattah yang menawan. "Aku hanya mau mengambil milikku," jawab Gus Fattah ambigu.
🌹🌹🌹 tbc ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
gus hamam kelar lanjut gus fattah,,,,keren
2024-07-15
1
Bilal Muammar
aq mampir lg kak......
2024-04-19
1
Ita rahmawati
baru ngikutin,,aku ketinggalan cerita nya 🥺🥺
2024-03-29
1