Si pemuda langsung terbeliak begitu mendengar ucapan Arsyelin. Ia sungguh tak menyangka gadis itu akan begitu waspada dengan banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi. Tuduhan yang sama sekali tak pernah terpikirkan di benaknya meluncur dengan lancarnya dari lisan si gadis.
Pemuda itu menggelengkan kepala dengan dramatis, seolah ucapan gadis itu telah melukai harga dirinya.
Yang benar saja. Jack -nama pemuda malang itu- adalah sahabatnya sejak manusia itu masih bayi. Satu-satunya manusia yang bisa melihat kehadirannya secara utuh tanpa ia harus susah payah menampakkan diri. Yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya tentang dunia manusia. Bagaimana mungkin ia akan dengan begitu tega membunuh anak lelaki itu? Dan lagi, untuk apa dia melakukannya?
Pemuda itu mengerutkan kening semakin dalam,
meletakkan sebelah tangan di dagu dengan pandangan menyipit penuh penilaian ke arah Arsyelin. Bagaimanapun juga, gadis ini tidak tahu apa pun tentang cerita kehidupannya di alam manusia bersama Jack yang malang itu, wajar saja gadis itu
akan langsung mencurigainya. Sialnya, ia memang tak memiliki bukti apa pun untuk meyakinkan gadis itu kalau dirinya tidak terlibat dalam pembunuhan Jack
yang malang.
Saat hal mengerikan itu terjadi, ia tengah berada di alamnya untuk memulihkan energi. Ia baru saja sampai di tempat tujuannya ketika firasat buruk menghantam benaknya tanpa bisa dibendung. Tanpa pikir panjang dirinya langsung kembali ke alam manusia untuk memastikan bahwa temannya baik-baik saja. Tetapi, takdir memanglah sulit ditebak. Pemandangan yang ia temui sungguh membuatnya terdiam kehilangan kata.
Temannya sudah tersungkur di semak-semak, di bawah pohon sakura yang tengah bermekaran dengan begitu indahnya. Sungguh pemandangan yang ironi. Detik itu juga, ia tahu, temannya sudah pergi ke alam lain.
Seolah belum cukup dengan kesedihan yang ia rasakan ketika melihat dahi temannya tertembus timah panas, matanya juga menangkap ada
sayatan menganga lebar sepanjang dada hingga perut temannya. Benda tajam telah mengiris tubuh itu seakan ingin membelah dan mengambil isinya. Membuat kedua kakinya seketika melemas.
Sungguh perbuatan yang sangat keji. Ia tak pernah
menyangka manusia bisa berbuat segila itu pada sesamanya.
Jin yang kehilangan kekuatannya akibat keterkejutan atas apa yang dilihatnya itu perlahan berjalan mendekat, melepaskan jubahnya untuk menutupi luka menganga di tubuh sahabatnya itu. Berjongkok di samping tubuh yang sudah tak bernyawa itu dengan sorot membara penuh dendam. “Beristirahatlah dengan tenang, Jack. Demi persahabatan kita, aku pastikan orang-orang busuk yang melakukan perbuatan keji terhadapmu akan mendapatkan balasan yang setimpal. Aku pasti akan memburu mereka walau ke ujung dunia,” lirihnya penuh tekad.
Andai saja ia memiliki energi yang cukup saat ini, ia
pasti akan langsung mengejar dan menghajar siapa pun yang telah menghilangkan paksa nyawa temannya dengan begitu brutal. Sialnya, saat ini ia sedang berada pada titik terlemah. Ia bahkan kesulitan menampakkan diri di hadapan manusia
lain. Bagaimana bisa ia menolong sahabatnya dengan keadaan seperti itu.
Namun, ia juga tidak ingin kembali ke alamnya sebelum memastikan jasad Jack ditemukan dan diperlakukan dengan layak. Karena itulah, ia berusaha
keras menghentikan siapa pun yang melintas.
Dan usahanya itu baru menemui hasil setelah empat jam berlalu, saat ia nyaris saja putus asa.
Sesosok gadis muncul dengan penampilan yang sangat berantakan. Ada lingkar hitam di kedua bola matanya. Menandakan bahwa gadis ini pastilah kurang tidur. Gadis itu terlihat begitu kelelahan. Dan ia tahu, inilah kesempatannya.
Manusia dengan keadaan lemah biasanya akan lebih mudah untuk dimanipulasi. Satu hal yang pasti, ia tidak memiliki niat jahat apa pun. Ia hanya ingin gadis itu menyadari ada sosok yang terbujur kaku di sana. Tidak peduli jika gadis itu nantinya akan berteriak histeris ketakutan. Karena ia yakin, teriakan itu pasti akan berakhir pada panggilan telepon ke kantor polisi. Dan itulah tujuannya. Ada orang yang menemukan jasad temannya sebelum jasad itu membusuk dimakan belatung.
Tetapi, sungguh diluar dugaan. Ketika ia muncul di
hadapan si gadis, gadis itu bisa melihatnya dengan sangat jelas. Bahkan sampai jatuh terjengkang karena efek kejut atas kemunculannya yang tiba-tiba. Dan lebih ajaib lagi, gadis itu bisa melihat kehadirannya sebagaimana layaknya ia berinteraksi dengan sesama manusia. Sama seperti temannya yang telah terbujur
kaku itu.
Ia pikir, masalah akan selesai begitu saja. Jasad
temannya ditemukan, dan ia bisa kembali ke alamnya untuk mengumpulkan energi dan segera kembali ke alam manusia untuk menuntut balas atas kepergian temannya yang sangat tidak adil itu.
Tetapi rupanya tidak semudah itu. Gadis yang ia jumpai bukanlah gadis dengan karakter sebagaimana gadis pada umumnya. Jangan harap ada teriakan histeris yang bisa meruntuhkan gunung. Gadis itu bahkan terlihat begitu tenang ketika melihat lubang di dahi temannya yang masih menganga dengan wajah berlumuran darah yang mulai mengering. Sungguh bukan gadis biasa.
Dugaannya terbukti secepat pikiran itu melintas di
benaknya. Lihatlah sekarang, gadis itu justru menyudutkannya dengan berbagai pertanyaan mendasar seorang penyidik. Memposisikan dirinya sebagai tersangka yang potensial dengan pertanyaan yang bisa merusak mental. Beruntungnya, ia
bukanlah manusia yang mudah terbawa perasaan. Jika tidak, ia pasti sudah berteriak marah sekarang.
Ia yakin sekali, gadis ini adalah tipikal gadis rasional dengan akal sehat. Sorot matanya juga menampakkan kecerdasan yang dalam.
Karena itulah, ia hanya bisa menatap lekat mata sewarna madu gadis di hadapannya. Menunjukkan kesungguhan dari lubuk hatinya yang terdalam. Berharap gadis itu mampu mengenali gestur tubuh akan kejujuran yang ia tunjukkan.
“Aku memang tidak memiliki bukti apa pun untuk menunjukkan ketidakterlibatanku padamu sekarang. Tetapi, aku bersumpah. Aku pasti akan menemukan siapa pelakunya. Untuk sekarang, aku hanya memintamu melaporkan penemuan mayat pada polisi. Aku ingin jasad temanku diurus dengan baik. Apa kau bisa memahami apa yang kuucapkan?”
Arsyelin membalas tatapan dalam yang seolah sengaja ditunjukkan oleh pemuda itu. Dari sana, ia bisa merasakan pesan kejujuran yang ingin ditekankan si pemuda padanya. Getar suara pemuda itu juga penuh dengan kesungguhan. Tidak ada indikator kebohongan di sana.
Berbekal pengetahuannya akan seribu tanda-tanda kebohongan yang ia pelajari ketika di akademi, ia bisa menilai bahwa pemuda ini jujur. Apa yang dikatakannya adalah kebenaran. Kesungguhannya
dalam berucap bahkan mampu menciutkan nyali Arsyelin. Terdengar begitu tegas dan mendominasi. Membuat gadis itu akhirnya mengangguk, menjaga ekspresi wajahnya agar terlihat tetap tenang.
“Baiklah. Aku percaya padamu,” balas Arsyelin singkat.
Melangkah mendekati tubuh korban, berjongkok di sisi tubuh kaku itu dan memetik daun secara sembarang di sampingnya. Karena tidak ada sarung tangan, daun pun jadi. Agar tidak meninggalkan sidik jarinya di sana. Yang mungkin saja akan mengacaukan penyidikan.
Dengan gerakan perlahan namun terukur, gadis itu menyelipkan daun lebar itu ke sela ibu jari dan jari telunjukknya untuk menyingkap jubah yang menutupi tubuh korban.
Sejak tadi ia sungguh penasaran, luka seperti apa
yang ada di tubuh korban sampai-sampai menimbulkan genangan darah di sekitar tubuh kaku itu. Selain luka tembak tentu saja.
“Hei, apakah kau yakin akan meli─oh, sepertinya aku terlambat memperingatkanmu,” ucap si pemuda begitu melihat ekspresi syok spontan yang ditunjukkan si gadis.
“Oh, demi langit. Ini adalah pencurian organ,” desis Arsyelin, sedikit tak percaya ia bisa menyaksikan langsung kengerian yang selama ini hanya ia baca dari buku atau tonton melalui media informasi.
Dengan cepat, gadis itu langsung menutupkan kembali jubah itu ke tubuh korban. Lantas segera berdiri dan menghampiri si pemuda. “Aku akan menghubungi temanku,” lanjut Arsyelin. Merogoh saku mantelnya untuk mengeluarkan ponsel.
Setelah menekan-nekan layar beberapa saat, gadis itu tampak serius sekali berbicara di telepon. Membuat pemuda yang berdiri memperhatikan di sampingnya mengerutkan dahi samar.
Jelas gadis ini bukanlah gadis sembarangan. Ia tampak begitu tenang saat berbicara di telepon yang entah dengan siapa. Membahas tentang pencurian organ, menginstruksikan ini dan itu, dan pembicaraan serupa yang sepertinya paham sekali dengan dunia kriminal.
Beberapa saat kemudian, panggilan telepon itu berakhir. Gadis itu langsung menoleh ke arahnya, berkata tenang. “Tidak lama lagi, temanku akan datang ke sini. Mereka akan menyelesaikan kasus ini.
Kau boleh tenang sekarang,” ujar Arsyelin yang membuat si pemuda jutru bertanya-tanya.
“Tunggu sebentar, siapa kau sebenarnya?” tanya pemuda itu penuh rasa ingin tahu. Gadis ini memiliki kepribadian yang menarik. Ia juga bisa melihatnya dengan begitu mudah. Bagaimana mungkin ia akan
melepaskan kesempatan untuk mengenal gadis ini begitu saja?
Demi mendengar pertanyaan itu, Arsyelin terkekeh pelan. “Identitasku tidak penting. Bukankah yang terpenting sekarang adalah kau tahu bahwa jasad temanmu akan segera diurus, bukan? Dan satu lagi,
aku sudah meminta bantuan temanku untuk mengusut kasus ini. Jadi sekarang, kau bisa kembali ke alammu dengan tenang,” jelas Arsyelin ringan.
Setelah berkata demikian, pikiran gadis itu kembali disibukkan dengan bagian tubuh si pemuda yang menganga dengan organ dalam yang telah lenyap. Ini bukan kasus pertama yang ia dengar. Beberapa
bulan terakhir, menurut situs berita global, kejahatan perdagangan manusia mengalami peningkatan. Jumlah kasus penemuan mayat tanpa organ pun kian
meningkat. Para penjahat itu seolah kian memiliki keberanian untuk melakukan kejahatan pencurian organ.
Kasus seperti ini memang selalu saja lolos hukum karena kurangnya bukti yang mendukung. Namun, gadis itu sungguh tak menyangka mereka akan bergerak seberani itu. Mungkinkah ada kekuatan tak
terlihat yang mendukung pergerakan mereka? Melindungi mereka saat melakukan transaksi di pasar gelap?
Kalimat tegas pemuda di sampingnyalah yang mengembalikan pikiran gadis itu pada kenyataan di hadapannya. “Aku tidak akan pergi sebelum aku tahu identitasmu,” sahut si pemuda dengan santainya. Menyeringai keras kepala.
Arsyelin menolehkan kepalanya perlahan. “Lalu, apa yang akan kau lakukan jika aku tidak mau mengatakannya?” Pemuda jangkung nan tampan di sampingnya ini adalah jin. Bagaimana mungkin ia akan memberitahukan identitasnya begitu saja? Bagaimana jika jin ini adalah jin jahat yang bisa menyakitinya hanya bermodalkan nama? Tidak, ayahnya sudah mewanti-wanti dirinya agar tidak terlibat dengan hal-hal rumit yang susah dijelaskan seperti itu.
“Jika kau tidak memberitahuku, aku tidak akan pergi. Aku akan mengikuti ke mana pun kau pergi. Aku bisa menyiapkan air hangat saat kau ingin mandi, aku juga bisa mencucikan pakaian dalam─”
“Oh, apakah kau sungguh berniat menjadi budakku?” geram Arsyelin dengan seringai lebar menahan geram.
Si pemuda terkekeh pelan. Ia tahu, seorang gadis akan sangat sensitif dengan hal-hal seperti itu. Gadis di hadapannya ini tidak akan goyah walaupun ia mengubah wujudnya menjadi hantu jelek buruk
rupa nan menjijikkan. Namun, dengan menyinggung hal-hal sensitif yang membuatnya malu, tak akan ada gadis baik-baik yang mampu menahan diri. Dan
umpannya pun bersambut.
“Yah, kenapa tidak? Aku bisa memasak untukmu, aku bahkan bersedia menemanimu ti─”
“Oh, tutup mulutmu, sialan! Pergilah sebelum aku kehilangan kesabaran,” geram Arsyelin, menyeringai penuh ancaman.
“Memangnya apa yang bisa kau lakukan atas diriku, eh?” tantang si pemuda, mencondongkan tubuhnya ke arah Arsyelin penuh percaya diri.
Arsyelin tahu, jin sialan ini tak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan. Tetapi, ia juga bukan gadis yang dengan begitu mudah dikelabuhi. Ia tidak akan berani memberi ancaman tanpa tahu apa yang akan ia lakukan dengan ancaman tersebut. Terima kasih pada ayah dan kakeknya yang telah mengajarkan pengetahuan tentang bagaimana cara menghadapi makhluk dari dimensi lain tersebut.
Meskipun dulu ia sama sekali tidak tahu bahwa ilmu yang mereka ajarkan itu akan berguna, tetapi, karena rasa senangnya mempelajari hal-hal baru, dirinya begitu antusias dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Dan saat ini, ia sungguh telah membuktikan
bahwa kalimat bijak itu benarlah adanya, tidak ada pengetahuan yang sia-sia di dunia ini.
Dengan seringai lebar, Arsyelin menatap lekat ke arah si pemuda. “Aku bisa menghancurkan intisarimu. Apa kau ingin mencobanya?” lirih gadis itu penuh peringatan.
Senyum si pemuda memudar begitu menyadari bahwa ucapan gadis itu sungguh tidak main-main. Sorot matanya yang tajam penuh peringatan yang gadis itu lontarkan bukanlah gertakan belaka. Gadis ini pastilah
menguasai ilmu tertentu yang dipersiapkan untuk melindungi diri mereka dari gangguan bangsanya.
Jika dalam keadaan dirinya yang prima, sebagai pewaris tahta yang memilih berkelana, ia jelas bisa melawan serangan jenis apa pun yang dilontarkan manusia padanya. Namun tidak untuk saat
ini.
Terlalu lama tinggal di dunia manusia membuat energinya melemah. Ia harus kembali ke alamnya untuk memulihkan diri. Jika sampai gadis itu melaksanakan ancamannya, ia pasti tidak akan mampu bertahan.
Baiklah. Ia akan mundur sekarang. Meskipun ia tidak tahu siapa gadis itu, ia sudah mengenali energi yang memancar dari sang gadis. Jika energinya telah pulih, menemukan keberadaan gadis ini bukanlah masalah besar baginya.
Pemuda itu mengangkat kedua tangannya dengan sikap menyerah, tersenyum misterius. Membuat Arsyelin menyipitkan mata curiga. “Baiklah. Aku tidak akan memaksamu. Aku akan pergi sekarang. Tetapi kau harus tahu, aku tidak akan tinggal diam jika aku tahu jasad sahabatku tidak diperlakukan sebagaimana mestinya,” ucapnya ringan namun syarat ancaman. Ia juga mencondongkan tubuhnya untuk menatap lurus manik sewarna madu di hadapannya. Tersenyum
samar dan berucap tegas. “Kita pasti akan bertemu lagi.” Dan sosoknya pun memudar perlahan ditelan ketiadaan. Sebelum tubuhnya menghilang dengan
sempurna, pemuda itu masih sempat menyerukan namanya dengan seringai lebar. “Isaac. Namaku Isaac. Kau harus ingat itu baik-baik.” Suara itu menggema di udara. Meninggalkan Arsyelin yang mengehela napas penuh kelegaan.
Akhirnya makhluk itu pergi. Ia sungguh berharap makhluk itu tidak sungguh-sungguh ketika mengucapkan kalimat terakhirnya tentang pertemuan mereka. Namun demikian, ia tidak boleh
mengendurkan kewaspadaan. Ia harus bersiap jika sewaktu-waktu makhluk menjengkelkan itu tiba-tiba muncul di hadapannya.
Suara sirine mobil polisi dan ambulan seketika membuyarkan lamunannya. Diikuti oleh seruan kekhawatiran yang terdengar begitu nyata. “Lin, kau baik-baik saja?” sapa salah seorang pemuda berseragam polisi yang langsung berlari menghampiri dirinya yang masih berdiri terpaku di tempatnya semula. Kekhawatiran jelas membayang di wajah si pemuda dengan begitu jelas. Ia tahu, Arsyelin bukanlah gadis lemah. Namun demikian, menyaksikan mayat tanpa organ di tengah malam bukanlah pemandangan yang bagus bagi seorang gadis. Sekuat apa pun si gadis, pemandangan seperti itu pastilah mempengaruhi mentalnya.
Gadis itu menoleh, tersenyum samar. “Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih kau segera datang, Elan. Aku hanya ingin kau bisa memastikan pemuda ini mendapatkan keadilan atas kematiannya. Apa pun yang kau butuhkan untuk menemukan pelakunya, aku siap membantu,” jelas Arsyelin seraya mengedarkan pandangannya ke sekitar tubuh yang terbujur kaku itu. Sorot lampu yang dibawa petugas menampakkan dengan jelas benda-benda yang ada di sekitar si pemuda. Termasuk obat-obatan yang ia kenali sebagai obat demam dengan kantong plastik bertuliskan logo sebuah apotek tampak berserakan di sekitarnya.
Pemuda malang ini pastilah baru saja pulang dari apotek yang tidak jauh dari rumahnya ketika penyerangan itu terjadi. Ia pasti tidak pernah mengira akan mati dalam keadaan yang sangat mengenaskan seperti ini.
“Ya, kau tenang saja, aku akan berusaha keras menemukan pelakunya. Sekarang, aku akan mengantarmu pulang. Aku juga membawakanmu makanan. Kau pasti kelaparan, bukan?” sahut si pemuda setelah memberikan beberapa instruksi pada anggotanya.
Arsyelin membalas kebaikan temannya itu dengan anggukan ringan seraya tersenyum. “Terima kasih, Elan. Kau sungguh baik sekali.”
Polisi muda yang menjabat sebagai kapten itu balas tersenyum. “Jangan dipikirkan. Aku senang menjadi orang pertama yang kau hubungi ketika kau dalam masalah,” sahut si pemuda dengan maksud tersembunyi yang tak pernah disadari Arsyelin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Evelyne
gw lumayan suka...semoga alur Lo gak terlalu lamban dan bertele tele ya Thor... cuuuusss kita lanjut
2022-08-03
0
Ell∆°~°
oh ,wahai jin alangkah ter BENGEK ny Abang jin ngahahaa😭🖖
2022-05-30
1
Nurhalisa 054
nyimak
2021-10-04
1