Merasa ada tombak es yang menusuk punggunggnya hingga membuat bulu kuduknya meremang, Arsyelin segera berbalik. Hanya untuk mendapati tatapan dingin menusuk sosok yang tengah bersedekap menatapnya. Wajahnya diselimuti oleh aura gelap yang mengerikan.
Gadis itu lantas mengedarkan pandangan ke sekitar penuh kehati-hatian, namun yang ia lihat hanyalah
orang-orang bertubuh kekar yang diam seperti patung. Seolah untuk bernapas saja mereka tak memiliki keberanian. Udara pun seakan bekerja sama, hening mengambang seakan membekukan.
Sampai seseorang bersenjata yang berdiri dekat
dengannya berbisik penuh kekhawatiran. “Kau, gadis bodoh! Kau benar-benar membuat kami semua dalam kesulitan. Cepat ikuti apa pun perintah Tuan Muda atau kau akan berakhir dengan sangat mengerikan,” desis pria bertubuh kekar itu dengan suara yang nyaris hanya bisa didengar oleh telinganya sendiri. Membuat Arsyelin mengerjap dan menelan ludah.
Apakah pria menjengkelkan ini sungguh semengerikan itu?
Menyadari situasinya akan segera memburuk jika ia tak kunjung beranjak, gadis itu kembali menoleh ke arah Elan yang tampak tak berdaya dengan kondisi fisiknya yang buruk.
“Elan, aku akan pergi sekarang. Jangan khawatir, aku pasti akan kembali dan kita berdua akan segera meninggalkan tempat sialan ini,” ucap Arsyelin meyakinkan. Dan tanpa menunggu jawaban Elan, gadis itu segera beranjak menghampiri si pria yang diselimuti aura gelap yang memancar kuat dari sekujur tubuhnya. Tatapannya seakan ingin mencabik-cabik Arsyelin yang datang mendekat.
Namun, apakah pria itu sungguh berharap dengan sikap demikian mampu mengintimidasi Arsyelin dan membuat gadis itu gemetar ketakutan? Jika itu yang ia harapkan, jelas sekali ia akan kecewa secepat harapan itu disemai. Karena rasa gentar gadis ini sudah dikubur jauh di dasar hatinya, yang sepertinya sangat mustahil untuk kembali menemukannya.
“Tatapanmu sungguh mengerikan, Tuan. Kau bahkan
membuat anak buahmu kencing berdiri karena ketakutan,” ucap Arsyelin seraya tersenyum lebar, dengan dagu sedikit teragkat begitu sampai di hadapan pria yang kini sedikit membungkuk dengan kedua mata disipitkan itu.
Ia ingat sekali, tersenyum di hadapan lawan akan menunjukkan kekuatannya yang mana lawan akan menjadi segan dan mulai berpikir dua kali jika ingin meremehkannya. Karena itulah, ia harus tetap menampilkan kepercayaan diri yang kuat meskipun sesungguhnya ia sudah merasa sedikit kelelahan karena aksinya sebelum ini.
Berenang dengan jarak 17 km dalam waktu 30 menit bukanlah hal yang bisa dianggap hal biasa. Hanya orang-orang terlatih dan memiliki stamina prima yang mampu melakukannya. Di mana jumlahnya di dunia ini hanya 0,00 sekian persen. Tidak heran jika Arsyelin juga merasakan keletihan setelah melakukannya.
Meskipun demikian, ia tidak akan pernah menunjukkan kelemahan itu di hadapan pria arogan di hadapannya ini. Atau pria ini akan langsung bersorak dan merasa menang, lantas akan dengan sesuka hati
menindasnya. Tidak. Ia tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Lebih baik ia mati dengan jalur terhormat daripada harus menanggung malu dengan mati sebagai pecundang.
Sementara itu, si pria tampak menyeringai mencemooh melihat sikap Arsyelin yang begitu berani dan percaya diri. Membuat ide gila tiba-tiba muncul di benaknya.
Mari kita lihat, apakah kau akan tetap keras
kepala seperti ini atau akan memohon belas kasihanku!
“Oh, benarkah? Tetapi sepertinya, hal-hal yang
mempengaruhi mereka, sama sekali tidak memberikan efek apa pun padamu?” Seketika, ucapan pria itu disambut tawa mencemooh oleh Arsyelin. Membuat semua orang yang ada di ruangan itu saling toleh dan menatap Arsyelin dengan sorot mata seolah mengasihani sekaligus menyayangkan kebodohannya. Hanya Elan yang terdiam dan terus berusaha secara diam-diam melepaskan ikatan tangannya. Bagaimana
mungkin ia hanya akan berdiam diri tak berdaya melihat betapa keras usaha Arsyelin untuk menyelamatkannya? Jika ia harus mati, setidaknya ia tidak akan mati dengan begitu memalukan karena tak berbuat apa-apa.
“Memangnya kau pikir aku siapa? Aku bukanlah budakmu yang akan dengan mudah tunduk pada kehendakmu seperti mereka,” sahut Arsyelin
seraya mengarahkan pandangannya pada anak buah si pria yang tampak begitu penurut bahkan gemetar ketakutan begitu melihat pria ini marah, benar-benar
seperti binatang peliharaan. Apakah pria ini berharap dirinya akan melakukan hal yang sama? Mimpi sana!
“Oh, tahukah kau, Nona?” kata si pria seraya turut
mengedarkan pandangan ke sekitar, ke tempat di mana anak buahnya tampak menunduk gentar, sebelum akhirnya mendaratkan kembali pandangannya pada Arsyelin dengan jarak begitu dekat. Tersenyum miring. “Dalam sekejap saja, kau telah membangkitkan gairah membunuh mereka atas dirimu, yang mana semula mereka masih memiliki sedikit belas kasihan terhadapmu. Namun, kau begitu berani menyebut mereka sebagai binatang peliharaanku, apa kau sungguh tidak takut jika mereka memutuskan untuk memuntahkan timah panas dari senjata yang mereka sandang itu?” lanjut si pria dengan seringai lebar.
“Aku tidak mengatakan kalimat seperti itu. Kaulah yang memprovokasi kebencian mereka terhadapku agar tak akan pernah ragu untuk membunuhku,” sahut Arsyelin datar, bahkan sempat memutar kedua bola matanya sebelum berucap demikian. Seolah kalimat pria itu benar-benar jenis kalimat intimidasi yang sangat membosankan. “Sekarang cepat katakan, apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?” lanjut Arsyelin seraya bersedekap.
Pria itu seketika menaikkan sebelah alisnya mendengar dan melihat respon yang ditunjukkan oleh gadis di hadapannya. Lantas tersenyum lebar, seakan begitu puas dengan reaksi yang ditunjukkan gadis itu. Membuat anak buahnya kembali saling tatap. Saling bertanya-tanya tanpa pernah mengetahui jawabannya.
Kali ini, tuan mudanya sungguh aneh. Kemunculan gadis yang mengenakan mantel milik tuannya saja sudah membuat mereka begitu terkejut seakan tersambar petir, malah ditambah lagi dengan pisau lipat yang bahkan mereka saja tak berani menyentuhnya. Namun, gadis ini justru dengan begitu santainya mengeluarkan dari saku celananya tanpa menimbulkan reaksi apa pun dari tuan muda mereka yang berdasarkan karakternya, pasti akan marah dan menghukum siapa pun yang berani mengambil barang berharganya itu.
Tetapi, kenapa gadis ini bahkan bisa selamat ketika menyimpan pisau itu kembali ke dalam saku seolah benda itu adalah miliknya? Dan sekarang, oh lihatlah, betapa tuan muda mereka terlihat begitu sabar dan bahagia sekali meskipun gadis ini telah berkata kasar padanya berulang kali.
Apa yang sesungguhnya terjadi? Siapa gadis ini
sebenarnya?
Dan pertanyaan itu tak akan pernah mereka dapatkan
jawabannya. Kecuali nyawa mereka menjadi taruhannya.
“Baiklah, karena sepertinya kau sudah tak sabar lagi,
sekarang ikuti aku,” ucap pria itu seraya melangkah lebar menuju buritan kapal melalui sisi kapal. Tanpa merasa perlu memastikan lagi apakah gadis itu
mengikutinya atau tidak, karena kedua telinganya seketika menangkap langkah kaki di belakangnya begitu perintah itu ia ucapkan.
Suatu hal yang kembali membuat anak buah pria itu
terheran-heran sekaligus waspada. Bagaimana mungkin tuan mudanya itu begitu sembrono, membiarkan gadis itu berjalan di belakangnya? Yang benar saja. Ini sungguh kesalahan fatal. Karena posisi tuannya yang demikian sungguh posisi yang sangat rawan diserang. Apakah tuannya begitu mempercayai gadis ini? Ataukah, ini adalah sebuah ujian bagi mereka dalam memastikan keamanan tuannya?
Benar-benar membuat frustrasi saja.
Sementara itu, pria itu segera menghentikan langkah
kakinya begitu sampai di buritan kapal, kedua tangannya menumpu pada pagar besi pembatas. Lantas menatap kejauhan penuh perhitungan. Seakan tengah memperhitungkan sesuatu. Setelah beberapa detik berlalu, pria itu menarik ponselnya dari dalam saku celana. Lantas menekan beberapa angka dan berujar singkat setelah seseorang di seberang panggilan menjawab panggilan. “Di sini titiknya.” Dan begitu saja, kalimatnya sesingkat itu. Gayanya sangat mendominasi. Bahkan sama sekali tidak merasa tidak enak hati ketika melakukan ketidaksopanan dengan memutuskan sambungan secara sepihak. Membuat Arsyelin seketika mencibir mencemooh dan bertanya-tanya dalam hati. Kenapa manusia jenis ini tidak mati saja ditenggelamkan banjir bandang?
“Kau lihat ini?” kata si pria yang menoleh ke arah Arsyelin setelah memutuskan sambungan telepon. Mengangkat kotak bening yang di dalamya berisi benda sialan yang merenggut nyawa orang dengan mudahnya.
“Aku tidak buta, bagaimana mungkin aku tidak
melihatnya?” sahut Arsyelin dengan nada datar. Dan bersikap seolah sama sekali tidak peduli. Suatu sikap yang membuat pria itu semakin tertarik padanya.
“Baiklah, karena kau sudah melihatnya maka, aku akan …” Dengan gerakan dramatis, seraya menyeringai ketika menatap lekat Arsyelin, seolah ingin menikmati reaksi yang akan ditunjukkan gadis itu begitu melihat
apa yang akan dirinya lakukan, pria itu menjatuhkan kotak itu ke dalam air. Membuat Arsyelin segera berlari dan membentur pagar besi di samping sang pria dengan kepala melongok ke dalam air yang tampak begitu gelap. Satu-satunya sumber cahaya yang ada hanyalah cahaya keperakan purnama yang tampak bergelombang di permukaan air danau. Berkilat-kilat laksana perak yang tersorot cahaya.
Mata Arsyelin bahkan masih sempat menangkap benda kotak itu yang perlahan mulai tenggelam. Membuatnya membuka mulut tak percaya. Bukankah
kotak itu terlihat seperti terbuat dari plastik saja? Kenapa bisa tenggelam?
Berharap menemukan jawaban dari si pria, Arsyelin
segera menoleh dengan tatapan kejengkelan yang tampak begitu nyata. Yang sialnya, justru dibalas dengan senyum lebar yang tampak begitu puas dengan apa yang telah ia lakukan.
“Kenapa? Apa kau mulai meragukan keputusanmu sekarang?”
“Kau gila! Apa kau menyuruhku menyelam dan mengambil benda itu untuk memuaskan hasrat kejammu pada manusia?” geram Arsyelin seraya menatap tajam pria di hadapannya. Wajah yang sangat rupawan, namun siapa sangka, karakternya begitu busuk sampai-sampai membuatnya ingin muntah.
“Ya, tentu saja. Memangnya apa yang kau pikirkan? Semakin cepat kau melompat, maka semakin cepat kau akan mendapatkan benda itu. Atau, kau tidak hanya akan kehilangan benda itu, namun juga teman polisi tersayangmu itu dan menjadi tawananku. Kau boleh memilih salah satu," sahut si pria santai dengan seringai lebar. Benar-benar menguras kesabaran Arsyelin sampai ke dasar.
Tanpa mengalihkan tatapan sengitnya pada pria gila di
sampingnya, Arsyelin melepas dan melemparkan mantel panjangnya dengan kasar ke wajah si pria. Dan tanpa keraguan sedikit pun, gadis itu langsung melompat ke dalam air. Akankah ia bisa menjaga dirinya tetap hidup kali ini? Seperti janjinya pada Adam? Ataukah ia akan segera bertemu dengan Tuhan? Hanya Tuhan yang tahu.
Tuan muda kampret musuh tak tergantikan Arsyelin. 🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
imah umaraya
asli beneran kampret.. apalagi sampai Arsyelin jatuh hati sama si kampret nanti..🤬
2021-09-19
1
Fikah Herawati
ini sih. bnran kampret klakuan ny...
2021-04-16
3
Queensha Cantika Saefullah
kampret bnr2 mengusik singa betina yg lg tidur...awas loh tanggung sdri akibatnya...
2021-03-13
1