3 Serangkai

3 Serangkai

1. Always Aku dan Kamu

..."Hari yang bahagia, Masa kecil adalah pemenang dalam kenangan yang indah"...

                    ***

Alarm berbunyi...

“Woyyyyyyy, Amel ayo kita main, sudah pagi liat keluar,” sahut Dewita.

Dewita yang terlalu pagi mengajak Amel pergi bermain, sedangkan Amel, masih tertidur lelap. Dewita membuka kan jendela agar sinar matahari yang di luar terkena wajah Amel, Dewita yang terus mengganggu Amel, untuk terus membuka matanya, dikarenakan ini adalah hari libur sekolahnya, dan sudah berjanji untuk bermain sepeda di hari liburnya. Sedangkan Amel terlihat kesal yang terus saja diganggu oleh sahabatnya ini.

“Apaan sih, aku masih ngantuk, nanti saja main nya kalau sudah jam 10,” Amel angkat suara karena terasa terganggu oleh Dewita.

“Kalau jam segitu main nya nanti panas, ayo kan katanya kamu janji, mau main sepeda,” 

Dewita yang kesal karena dari tadi Amel belum saja membuka matanya.

Setengah jam berlalu, Dewita akhirnya ikut tertidur di samping Amel, Amel yang barusan tersadar dan bangun untuk membangunkan Dewita.

“Eh Dew bangun, aku sudah bangun nih, cepetan ini sudah jam tengah 7 katanya mau main sepeda ayo!” Amel memencet hidung Dewita.

“Awwwww sakit tahu, orang kamu tuh yang kebo, ya sudah sana kamu mandi dulu.” 

Dewita mendorong Amel untuk mandi, dan akhirnya Amel beranjak ke kamar mandi.

Dewita menunggu Amel yang sedang mandi, sambil menunggu, Dewita menggambar dibuku gambarnya Amel, yang disimpan di tempat meja belajarnya.

“Kamu tuh ya, curat coret buku gambar aku" Amel merebut buku gambarnya dari tangan Dewita, tapi untungnya Dewita telah selesai menggambarnya.

“Lihat itu gambar kita, ini aku dan ini kamu, sahabat selamanya, bagus kan gambar aku,” Dewita tersenyum kepada Amel sambil menunjuk kan gambarnya.

“iya bagus, untung nya bikinan kamu, jadi gak jadi marah deh, ya sudah yuk aku sudah selesai mandi, sudah memakai baju pula”

Amel dan Dewita beranjak untuk pergi keluar bermain sepeda. Tiba-tiba saat melewati ruang tamu Bunda Amel memanggilnya.

“Eh mau pada ke mana kalian?"

“Aku mau main sepeda bun,” sahut Amel

“Iya, main sepeda nya setelah kamu sarapan, Dewita kamu juga ikut sarapan ya, belum makan kan?”

“Aku sudah makan tante, tadi ibu aku, buatin aku sop iga"

“Oh ya sudah, Amel nya suruh makan dulu ya sama tante, Dewita kalo mau makan, makan saja ya atau kalau mau makanan ambil saja ya,”

“Siap Tante,”

     Amel dan Dewita pergi ke meja makan, karena suruhan Bunda nya Amel untuk makan pagi terlebih dahulu.

Setelah Makan, mereka berdua langsung berlari untuk bermain sepeda, tidak lupa dengan membawa air dalam keranjang sepeda nya.

Setelah lama mereka berputar balapan sepeda, akhirnya mereka beristirahat terlebih dahulu di tengah lapangan di dekat rumah komplek mereka. Amel dan Dewita memejamkan matanya satu sama lain, beruntungnya hari ini cuaca sedang sejuk, sinar matahari tidak begitu terik sehingga tidak ada masalah untuk tiduran sejenak di tengah lapang, dan inilah tempat mereka bermain dan beristirahat jika sepulang sekolah ataupun hari liburnya.

“Mel, aku mau persahabatan kita selamanya, jika suatu saat aku menghilang, kamu tetap selalu ingat aku yah,” meskipun Dewita berbicara tapi tetap Mata Dewita masih terpejam.

“Memangnya kamu mau ke mana? kaya mau menghilang saja dari muka bumi,haha” Amel yang menanggapinya dengan candaan.

“Ya jika suatu nanti kita sudah besar, aku mau kita tetap seperti ini,” hembusan nafas Dewita sangat berat untuk di dengar oleh Amel, ternyata Amel menyadari bahwa Dewita sedang tidak bercanda.

“Iya Dew, aku janji kita akan tetap seperti ini selamanya,” Amel terbangun dan tersenyum bersamaan dengan Dewita. Amel menjulurkan jari kelingkingnya sebagai tanda perjanjian mereka, Dewita akhirnya memberikan jari kelingkingnya kepada Amel, dan setalah itu mereka saling berpelukan.

“Ayo kita pulang, ini sudah terlalu siang,”

Mereka berdua pulang dengan sepedanya, ternyata baru saja mau menaiki, sepeda Amel rante nya lepas.

“Yah gimana dong, rante sepeda aku, aku gak bisa benerin nya,”

“Aku juga gak bisa Mel,” Semuanya terlihat bingung, karena gak mungkin harus dorong sepedanya sampai rumah, karena cukup lumayan bagi mereka berdua untuk mendorong sepeda nya.

“Mau Aku bantu?”

Tiba-tiba seorang cowok seumuran mereka berdiri di hadapan Amel dan Dewita, Amel dan Dewita hanya mengangguk saja dan mereka bingung siapa cowok ini yang sedang membetulkan sepeda Amel, mereka berdua baru saja melihat cowok ini, karena sebelumnya mereka berdua tidak pernah melihat cowok ini, dan setahu nya tidak ada penghuni baru yang masuk di komplek Amel dan Dewita.

“Nih sepedamu sudah selesai, kenalin nama aku Aksa Fadila,”

“Nama Aku Dewita,”

“Nama Aku Amelia,”

Setelah bersalaman dengan keduanya, cowok itu pergi menaiki sepeda miliknya, mereka tidak tahu cowok itu pergi ke mana karena berbelok arah.

Amel dan Dewita hanya bisa tersenyum setelah mengucapkan terima kasih kepada laki-laki yang sudah membantunya, dan setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing.

“Eh kamu sudah pulang Nak, Amel mana gak ikut main kesini?” Dewita menengok ke arah ruang TV ternyata Ibu dan Ayah Dewita sedang Nonton TV bersama.

“Iya Bu sudah, enggak tuh Bu, Amel langsung pulang di suruh main juga gak mau, nanti saja katanya.”

“Nak ayo sini, ada yang mau dibicarakan sama Ibu dan Ayah kamu,”

Dewita yang kehausan mengambil air minum terlebih dahulu, sebelum Ayah dan Ibu nya menyuruh untuk bergabung bersamanya.

Dewita berjalan menghampiri kedua orang tuanya, tidak biasanya Ibu dan Ayah nya berbicara serius kepada Dewita, Dewita melihat Ibu dan Ayah nya saling menatap satu sama lain, Dewita berada di tengah-tengah Ibu dan Ayahnya.

“Nak, Ayah kamu kan punya rumah di Jakarta, sedangkan Nenek kamu di sana sudah sakit-sakitan, kasihan tidak ada yang merawat nenek kamu, gimana kalau kita pindah saja ke Jakarta yah sayang?"

Jantung Dewita bergerak cepat tidak seperti biasanya, hembusan nafas Dewita tidak karuhan. Dalam pikirannya terus berkata.

“Aku tidak ingin pindah Rumah!”

“Sayang kenapa kamu, kamu mau kan?” Ayah Dewita terus berbicara, Ayah Dewita tidak merasakan apa yang Dewita rasakan Ayah dan Ibunya terus saja membujuk Dewita.

“Tidak Ibu, Yah , Aku tidak mau,” Ucap Dewita.

“Sayang kasihan Nenek kamu, tapi Ibu dan Ayah kamu sudah memutuskan untuk pergi besok sore,”

“Aku tidak mau!"

Dewita lari menuju kamarnya, menangis sejadi jadinya. Mereka tidak tahu tentang suasana yang menjadi baru seperti apa, mereka tidak tahu senyaman apakah jika aku bersama orang yang aku sayangi dan harus pergi meninggalkan sahabatku, aku tidak sanggup untuk memulai menjadi baru lagi. Gumamnya dalam pikiran Dewita. Ayah dan Ibunya terus saja memanggil tanpa memikirkan perasaan Dewita.

Dewita menangis hingga tertidur, membawa beban dalam pikirannya sehingga Dewita bermimpi disiang hari, berlari tadi pagi bersama Amel itu termimpikan oleh Dewita hingga terngiang di dalam mimpinya.

“Kita sahabat selamanya, kita janji kita akan seperti ini selamanya,”

Kata-kata dalam mimpi itu terus saja terdengar, sehingga Dewita terbangun. Keringat dingin terus saja keluar, Dewita masih saja memikirkan mimpi itu, Dewita mengambil foto Dewita bersama Amelia yang ada di tempat Meja belajarnya.

“Bagaimana dengan kita nantinya Mel, persahabatan kita, ” Gumamnya dalam hati, sambil mata Dewita terpejam.

Dewita melihat jam dinding menunjukan pukul 16.00 ternyata Dewita tertidur sangat lama hingga ini sudah sore lagi. Dewita merasakan perutnya berbunyi menangis menguras tenaganya ternyata.

Dewita memutuskan untuk turun ke bawah mencari makanan dengan sembunyi-sembunyi, karena masih tidak ingin bertemu dengan Ibu dan Ayah nya.

Bi Idah melewat dan melihat Dewita sembunyi di pojok bawah tangga.

“Syuttttt, Bi sini, Aku lapar Bi, tolong bawakan Aku makanan ke Kamar, tapi jangan bilang Ibu dan Ayah Bi,”

“Em baik non, nanti Bibi bawakan,” Dewita mengacungkan jempolnya. Saat Dewita berdiri, dan ingin pergi ke kamar, ternyata Ayah Dewita sedang berada di belakang Dewita. Dewita terkejut namun Dewita berusaha menampak kan wajah nya seperti biasa saja.

“Nak kalau kamu lapar, ambil saja makanan, jangan sembunyi seperti ini,”

Dewita tidak menjawab sama sekali dan bahkan mendengarkan Ayahnya pun tidak, Dewita langsung saja pergi meninggalkan Ayah nya ke kamar.

Setelah di kamar, Dewita baru saja menyadari bahwa sebentar lagi akan turun hujan karena cuacanya sangat gelap sekali, dan benar sekali hujan turun sangat deras.

“Non, ini makanan nya,”

“Masuk Bi, simpan saja di Meja,”

Dewita malah lompat dari kasur menuju keluar, makanan nya diabaikan begitu saja, Bi idah terus saja memanggil menyuruh agar makanan nya di makan, tapi Dewita tetap saja lari keluar mengahampiri hujan. Ayah dan Ibunya kali ini membiarkan Dewita main hujan karena mengerti dengan anaknya yang berlarut dalam kesedihan nya.

Dewita sangat menikmati hujan, dia berkali kali melompat dan berputar di bawah hujan, tidak peduli dengan suara petir, Dewita pergi ke depan rumah Amel dan berdiam diri di depan rumah Amel, sambil menangis karena kesedihan nya yang saat ini sedang Dewita rasakan.

“Sayang di depan rumah ada Dewita sedang hujan-hujanan,” Bundanya Amel memberi tahu Amel yang sedang bermain Games, Amel langsung saja melihat dari jendela, ternyata benar saja Dewita sedang berdiri di depan rumahnya.

Amel meminta izin terlebih dahulu kepada Bundanya untuk bermain hujan-hujanan, karena Amel sedikit memaksa maka Bundanya mengizinkan Amel.

“Dewita kamu lagi ngapain?” teriak Amel di depan pintu, karena hujan nya cukup deras maka suara pun harus ditinggikan.

“Eh kamu, kenapa kamu keluar sana masuk, hujannya deras,” Dewita terkejut karena tiba-tiba Amel keluar melihatnya.

“Enggak, aku mau sama kamu bermain hujan” Dewita tersenyum, dan Amel menarik tangan Dewita untuk berlari-lari di bawah hujan di sekeliling halaman kompleks mereka, tetapi Dewita malah berlari menuju lapangan yang tadi mereka bermain sepeda, Amel mengikuti saja Dewita kemana pun.

“Ta kenapa kita ke lapang? gak terlalu jauh memangnya? lalu kenapa kamu menangis?" sahut Amel yang baru sadar karena Dewita berlari dengan keadaan menangis.

“Enggak, Aku gak papa Mel,”

Dewita mengambil batu yang tajam dan menulis di pohon yang ada di sekeliling lapangan.

"Amelia dan Dewita"

Amel hanya melihat Dewita menulis di pohon, dan setalah selesai menulisnya, Dewita menarik tangan Amel untuk berdiam diri tengah lapangan, lalu Dewita memeluk erat Amel, Amel bingung ada apa dengan Dewita, Amel membalas pelukan Dewita. Di dalam pelukan Dewita berkata. “Aku sayang kamu, jangan pernah lupain Aku mel, jika suatu saat nanti kamu rindu aku, kamu lihat tulisan aku di pohon sana ya,” Tunjuk Dewita ke pohon yang telah ia tulis.

Amel hanya mengangguk mendengarkan perkataan Dewita, karena menurutnya Dewita sedang sedih, tapi Amel pun tidak mengetahuinya.

“Yuk kita pulang, nanti kamu sakit lama-lama hujan-hujanan, kamu kan jarang main hujan, aku sih ya memang sudah bersahabat dengan hujan,” keduanya saling tertawa tapi hati Dewita menangis.

Terpopuler

Comments

Mr. Jaber

Mr. Jaber

👍👍👍
mampir ya ke novel perdana saya===>>semangat sLL untk berkarya

2023-12-14

0

Mister Y

Mister Y

aku mmpir kk, smngt.. lnjut

2023-11-26

0

Muliana

Muliana

Berpisah sama org yang kita sayang, emang sesakit itu 😩

2023-09-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!