NovelToon NovelToon

3 Serangkai

1. Always Aku dan Kamu

..."Hari yang bahagia, Masa kecil adalah pemenang dalam kenangan yang indah"...

                    ***

Alarm berbunyi...

“Woyyyyyyy, Amel ayo kita main, sudah pagi liat keluar,” sahut Dewita.

Dewita yang terlalu pagi mengajak Amel pergi bermain, sedangkan Amel, masih tertidur lelap. Dewita membuka kan jendela agar sinar matahari yang di luar terkena wajah Amel, Dewita yang terus mengganggu Amel, untuk terus membuka matanya, dikarenakan ini adalah hari libur sekolahnya, dan sudah berjanji untuk bermain sepeda di hari liburnya. Sedangkan Amel terlihat kesal yang terus saja diganggu oleh sahabatnya ini.

“Apaan sih, aku masih ngantuk, nanti saja main nya kalau sudah jam 10,” Amel angkat suara karena terasa terganggu oleh Dewita.

“Kalau jam segitu main nya nanti panas, ayo kan katanya kamu janji, mau main sepeda,” 

Dewita yang kesal karena dari tadi Amel belum saja membuka matanya.

Setengah jam berlalu, Dewita akhirnya ikut tertidur di samping Amel, Amel yang barusan tersadar dan bangun untuk membangunkan Dewita.

“Eh Dew bangun, aku sudah bangun nih, cepetan ini sudah jam tengah 7 katanya mau main sepeda ayo!” Amel memencet hidung Dewita.

“Awwwww sakit tahu, orang kamu tuh yang kebo, ya sudah sana kamu mandi dulu.” 

Dewita mendorong Amel untuk mandi, dan akhirnya Amel beranjak ke kamar mandi.

Dewita menunggu Amel yang sedang mandi, sambil menunggu, Dewita menggambar dibuku gambarnya Amel, yang disimpan di tempat meja belajarnya.

“Kamu tuh ya, curat coret buku gambar aku" Amel merebut buku gambarnya dari tangan Dewita, tapi untungnya Dewita telah selesai menggambarnya.

“Lihat itu gambar kita, ini aku dan ini kamu, sahabat selamanya, bagus kan gambar aku,” Dewita tersenyum kepada Amel sambil menunjuk kan gambarnya.

“iya bagus, untung nya bikinan kamu, jadi gak jadi marah deh, ya sudah yuk aku sudah selesai mandi, sudah memakai baju pula”

Amel dan Dewita beranjak untuk pergi keluar bermain sepeda. Tiba-tiba saat melewati ruang tamu Bunda Amel memanggilnya.

“Eh mau pada ke mana kalian?"

“Aku mau main sepeda bun,” sahut Amel

“Iya, main sepeda nya setelah kamu sarapan, Dewita kamu juga ikut sarapan ya, belum makan kan?”

“Aku sudah makan tante, tadi ibu aku, buatin aku sop iga"

“Oh ya sudah, Amel nya suruh makan dulu ya sama tante, Dewita kalo mau makan, makan saja ya atau kalau mau makanan ambil saja ya,”

“Siap Tante,”

     Amel dan Dewita pergi ke meja makan, karena suruhan Bunda nya Amel untuk makan pagi terlebih dahulu.

Setelah Makan, mereka berdua langsung berlari untuk bermain sepeda, tidak lupa dengan membawa air dalam keranjang sepeda nya.

Setelah lama mereka berputar balapan sepeda, akhirnya mereka beristirahat terlebih dahulu di tengah lapangan di dekat rumah komplek mereka. Amel dan Dewita memejamkan matanya satu sama lain, beruntungnya hari ini cuaca sedang sejuk, sinar matahari tidak begitu terik sehingga tidak ada masalah untuk tiduran sejenak di tengah lapang, dan inilah tempat mereka bermain dan beristirahat jika sepulang sekolah ataupun hari liburnya.

“Mel, aku mau persahabatan kita selamanya, jika suatu saat aku menghilang, kamu tetap selalu ingat aku yah,” meskipun Dewita berbicara tapi tetap Mata Dewita masih terpejam.

“Memangnya kamu mau ke mana? kaya mau menghilang saja dari muka bumi,haha” Amel yang menanggapinya dengan candaan.

“Ya jika suatu nanti kita sudah besar, aku mau kita tetap seperti ini,” hembusan nafas Dewita sangat berat untuk di dengar oleh Amel, ternyata Amel menyadari bahwa Dewita sedang tidak bercanda.

“Iya Dew, aku janji kita akan tetap seperti ini selamanya,” Amel terbangun dan tersenyum bersamaan dengan Dewita. Amel menjulurkan jari kelingkingnya sebagai tanda perjanjian mereka, Dewita akhirnya memberikan jari kelingkingnya kepada Amel, dan setalah itu mereka saling berpelukan.

“Ayo kita pulang, ini sudah terlalu siang,”

Mereka berdua pulang dengan sepedanya, ternyata baru saja mau menaiki, sepeda Amel rante nya lepas.

“Yah gimana dong, rante sepeda aku, aku gak bisa benerin nya,”

“Aku juga gak bisa Mel,” Semuanya terlihat bingung, karena gak mungkin harus dorong sepedanya sampai rumah, karena cukup lumayan bagi mereka berdua untuk mendorong sepeda nya.

“Mau Aku bantu?”

Tiba-tiba seorang cowok seumuran mereka berdiri di hadapan Amel dan Dewita, Amel dan Dewita hanya mengangguk saja dan mereka bingung siapa cowok ini yang sedang membetulkan sepeda Amel, mereka berdua baru saja melihat cowok ini, karena sebelumnya mereka berdua tidak pernah melihat cowok ini, dan setahu nya tidak ada penghuni baru yang masuk di komplek Amel dan Dewita.

“Nih sepedamu sudah selesai, kenalin nama aku Aksa Fadila,”

“Nama Aku Dewita,”

“Nama Aku Amelia,”

Setelah bersalaman dengan keduanya, cowok itu pergi menaiki sepeda miliknya, mereka tidak tahu cowok itu pergi ke mana karena berbelok arah.

Amel dan Dewita hanya bisa tersenyum setelah mengucapkan terima kasih kepada laki-laki yang sudah membantunya, dan setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing.

“Eh kamu sudah pulang Nak, Amel mana gak ikut main kesini?” Dewita menengok ke arah ruang TV ternyata Ibu dan Ayah Dewita sedang Nonton TV bersama.

“Iya Bu sudah, enggak tuh Bu, Amel langsung pulang di suruh main juga gak mau, nanti saja katanya.”

“Nak ayo sini, ada yang mau dibicarakan sama Ibu dan Ayah kamu,”

Dewita yang kehausan mengambil air minum terlebih dahulu, sebelum Ayah dan Ibu nya menyuruh untuk bergabung bersamanya.

Dewita berjalan menghampiri kedua orang tuanya, tidak biasanya Ibu dan Ayah nya berbicara serius kepada Dewita, Dewita melihat Ibu dan Ayah nya saling menatap satu sama lain, Dewita berada di tengah-tengah Ibu dan Ayahnya.

“Nak, Ayah kamu kan punya rumah di Jakarta, sedangkan Nenek kamu di sana sudah sakit-sakitan, kasihan tidak ada yang merawat nenek kamu, gimana kalau kita pindah saja ke Jakarta yah sayang?"

Jantung Dewita bergerak cepat tidak seperti biasanya, hembusan nafas Dewita tidak karuhan. Dalam pikirannya terus berkata.

“Aku tidak ingin pindah Rumah!”

“Sayang kenapa kamu, kamu mau kan?” Ayah Dewita terus berbicara, Ayah Dewita tidak merasakan apa yang Dewita rasakan Ayah dan Ibunya terus saja membujuk Dewita.

“Tidak Ibu, Yah , Aku tidak mau,” Ucap Dewita.

“Sayang kasihan Nenek kamu, tapi Ibu dan Ayah kamu sudah memutuskan untuk pergi besok sore,”

“Aku tidak mau!"

Dewita lari menuju kamarnya, menangis sejadi jadinya. Mereka tidak tahu tentang suasana yang menjadi baru seperti apa, mereka tidak tahu senyaman apakah jika aku bersama orang yang aku sayangi dan harus pergi meninggalkan sahabatku, aku tidak sanggup untuk memulai menjadi baru lagi. Gumamnya dalam pikiran Dewita. Ayah dan Ibunya terus saja memanggil tanpa memikirkan perasaan Dewita.

Dewita menangis hingga tertidur, membawa beban dalam pikirannya sehingga Dewita bermimpi disiang hari, berlari tadi pagi bersama Amel itu termimpikan oleh Dewita hingga terngiang di dalam mimpinya.

“Kita sahabat selamanya, kita janji kita akan seperti ini selamanya,”

Kata-kata dalam mimpi itu terus saja terdengar, sehingga Dewita terbangun. Keringat dingin terus saja keluar, Dewita masih saja memikirkan mimpi itu, Dewita mengambil foto Dewita bersama Amelia yang ada di tempat Meja belajarnya.

“Bagaimana dengan kita nantinya Mel, persahabatan kita, ” Gumamnya dalam hati, sambil mata Dewita terpejam.

Dewita melihat jam dinding menunjukan pukul 16.00 ternyata Dewita tertidur sangat lama hingga ini sudah sore lagi. Dewita merasakan perutnya berbunyi menangis menguras tenaganya ternyata.

Dewita memutuskan untuk turun ke bawah mencari makanan dengan sembunyi-sembunyi, karena masih tidak ingin bertemu dengan Ibu dan Ayah nya.

Bi Idah melewat dan melihat Dewita sembunyi di pojok bawah tangga.

“Syuttttt, Bi sini, Aku lapar Bi, tolong bawakan Aku makanan ke Kamar, tapi jangan bilang Ibu dan Ayah Bi,”

“Em baik non, nanti Bibi bawakan,” Dewita mengacungkan jempolnya. Saat Dewita berdiri, dan ingin pergi ke kamar, ternyata Ayah Dewita sedang berada di belakang Dewita. Dewita terkejut namun Dewita berusaha menampak kan wajah nya seperti biasa saja.

“Nak kalau kamu lapar, ambil saja makanan, jangan sembunyi seperti ini,”

Dewita tidak menjawab sama sekali dan bahkan mendengarkan Ayahnya pun tidak, Dewita langsung saja pergi meninggalkan Ayah nya ke kamar.

Setelah di kamar, Dewita baru saja menyadari bahwa sebentar lagi akan turun hujan karena cuacanya sangat gelap sekali, dan benar sekali hujan turun sangat deras.

“Non, ini makanan nya,”

“Masuk Bi, simpan saja di Meja,”

Dewita malah lompat dari kasur menuju keluar, makanan nya diabaikan begitu saja, Bi idah terus saja memanggil menyuruh agar makanan nya di makan, tapi Dewita tetap saja lari keluar mengahampiri hujan. Ayah dan Ibunya kali ini membiarkan Dewita main hujan karena mengerti dengan anaknya yang berlarut dalam kesedihan nya.

Dewita sangat menikmati hujan, dia berkali kali melompat dan berputar di bawah hujan, tidak peduli dengan suara petir, Dewita pergi ke depan rumah Amel dan berdiam diri di depan rumah Amel, sambil menangis karena kesedihan nya yang saat ini sedang Dewita rasakan.

“Sayang di depan rumah ada Dewita sedang hujan-hujanan,” Bundanya Amel memberi tahu Amel yang sedang bermain Games, Amel langsung saja melihat dari jendela, ternyata benar saja Dewita sedang berdiri di depan rumahnya.

Amel meminta izin terlebih dahulu kepada Bundanya untuk bermain hujan-hujanan, karena Amel sedikit memaksa maka Bundanya mengizinkan Amel.

“Dewita kamu lagi ngapain?” teriak Amel di depan pintu, karena hujan nya cukup deras maka suara pun harus ditinggikan.

“Eh kamu, kenapa kamu keluar sana masuk, hujannya deras,” Dewita terkejut karena tiba-tiba Amel keluar melihatnya.

“Enggak, aku mau sama kamu bermain hujan” Dewita tersenyum, dan Amel menarik tangan Dewita untuk berlari-lari di bawah hujan di sekeliling halaman kompleks mereka, tetapi Dewita malah berlari menuju lapangan yang tadi mereka bermain sepeda, Amel mengikuti saja Dewita kemana pun.

“Ta kenapa kita ke lapang? gak terlalu jauh memangnya? lalu kenapa kamu menangis?" sahut Amel yang baru sadar karena Dewita berlari dengan keadaan menangis.

“Enggak, Aku gak papa Mel,”

Dewita mengambil batu yang tajam dan menulis di pohon yang ada di sekeliling lapangan.

"Amelia dan Dewita"

Amel hanya melihat Dewita menulis di pohon, dan setalah selesai menulisnya, Dewita menarik tangan Amel untuk berdiam diri tengah lapangan, lalu Dewita memeluk erat Amel, Amel bingung ada apa dengan Dewita, Amel membalas pelukan Dewita. Di dalam pelukan Dewita berkata. “Aku sayang kamu, jangan pernah lupain Aku mel, jika suatu saat nanti kamu rindu aku, kamu lihat tulisan aku di pohon sana ya,” Tunjuk Dewita ke pohon yang telah ia tulis.

Amel hanya mengangguk mendengarkan perkataan Dewita, karena menurutnya Dewita sedang sedih, tapi Amel pun tidak mengetahuinya.

“Yuk kita pulang, nanti kamu sakit lama-lama hujan-hujanan, kamu kan jarang main hujan, aku sih ya memang sudah bersahabat dengan hujan,” keduanya saling tertawa tapi hati Dewita menangis.

2. Merindukan Yang Hilang

...“Merindukan yang memang sudah hilang memang lebih sakit, di mana kamu berada?”...

...****...

Dewita merasakan hatinya sakit kembali, ketika melihat Ayah dan Ibunya sedang berkemas untuk besok pindahan rumahnya.

“Eh kamu sudah pulang sayang?langsung mandi yah, biar kamu tidak masuk angin basah kuyup tuh kamu,” Dewita hanya mengangguk dan ke atas menuju kamar untuk mandi.

Dewita tidak langsung saja mandi, dia menatap fotonya, yang beberapa di pajang di dinding, foto Dewita dan Amelia. Lalu Dewita bergegas menuju kamar mandi untuk mandi.

Setelah mandi, ternyata ini sudah larut malam hingga sekarang menunjukan pukul 07.00 malam, ini waktunya keluarga Dewita makan malam, dan benar sekali, Dewita di panggil oleh Bibi nya untuk segera ke meja makan karena Ibu dan Ayah nya sudah menunggu.

Dewita mau tidak mau harus mengikhlaskan semuanya, dan tidak boleh terus menerus mendiamkan orang tuanya, Dewita melihat makanan yang tadi sore di meja dekat kasur nya yang juga belum di makan, tapi Dewita memilih untuk makan bersama kedua orang tuanya.

“Ayah, Ibu, Aku mau kita berangkat ke Jakarta nya nanti pagi saja jam 6,” Dewita akhirnya angkat bicara setelah selesai makan malam nya, dan ini cukup mengagetkan Ayah dan Ibu nya.

“Kenapa Nak, Ayah kan sudah putuskan untuk berangkat besok sore,”

“Pokonya, aku mau berangkatnya nanti Pagi,” Dewita tidak mendengarkan apa lagi yang dikatakan Ayah atau ibu nya, karena langsung lari ke atas menuju kamarnya.

“Ya sudah yah, kita turuti saja maunya Dewita, toh dia juga tidak menolak untuk pergi malah ingin mempercepat,”

Dewita menutup pintunya, dan langsung berbaring di kasurnya memeluk foto yang bersama Amel.

“Sayang, kamu sudah tidur, boleh Ibu masuk?” Dewita menghapus air matanya dan membolehkan Ibu nya masuk ke dalam kamar.

Ibunya menghampiri Dewita dan mengusap lembut rambut Dewita, sedangkan Dewita membelakangi Ibunya.

“Ibu tahu kamu gak mau kehilangan sahabat kamu Amel, tapi mau bagaimana lagi ini sudah sebagian takdir kamu untuk tinggal di Jakarta, dan kamu harus mengikhlaskan nya sayang,”

Dewita berbalik arah dan bangun dari tidurnya lalu Dewita memeluk Ibunya.

“Ibu, Aku mau nanti besok kita berangkatnya pagi, Aku gak mau Amel tahu Aku mau pindah ke Jakarta, dan Ibu harus janji jangan kasih tahu Amel, pokok nya Aku mau pergi nanti pagi,” Jelas Dewita kepada Ibu nya.

“Kenapa sayang, bukannya kamu harus pamitan kepada Amel, Ibu dan Ayah berencana pergi sore itu karena takut kamu mau main dulu sama Ame,l mangkanya ibu memutuskan pergi nya Sore, kok ini kamu malah minta pagi dan untuk merahasiakan kepergian kita?" Dewita merasakan keheranan dari Ibunya.

“Semakin lama, semakin aku sakit untuk meninggalkan Amel Bu,”

Ibunya mengangguk menandakan mengerti apa yang dirasakan Dewita.

“Ya sudah sekarang kamu tidur yah, besok kamu harus bangun pagi sekali, Ibu mau melanjutkan beres-beres nya, nanti Ibu menyuruh Bibi untuk bereskan baju Kamu yah, selamat tidur sayang,” Ibunya mengecup kening Dewita, Dewita berusaha tertidur memejamkan matanya, sedangkan Ibunya keluar dari kamarnya Dewita.

Dewita gelisah, tidak tenang dan tidak bisa tidur, Dewita bangun mengambil sebuah kertas dan pulpen, Dewita menulis sebuah surat kecil untuk Amel, Setelah menulisnya Dewita kembali tertidur. Tetap saja Dewita resah dengan kepergian Dewita nanti pagi, Dewita melihat Jam menunjukan pukul 11 malam, ini sudah larut malam bagi Dewita, Dewita harus memaksakan untuk tidur, Akhirnya Dewita tertidur setelah ia tutupi oleh bantal dalam wajahnya.

Tepat pukul jam 5 pagi Dewita dibangunkan oleh Ibunya, untuk segera bersiap siap berangkat ke Jakarta setelah selesai semuanya, Dewita dan keluarganya langsung berangkat ke Jakarta.

Setelah kepergian Dewita...

Amel berusaha menghela nafas sedalam dalamnya, melihat awan yang tidak berpihak padanya, Angin bertiup kencang ke dalam tubuh Amel yang sedang kelam, menyadari dirinya tak lagi bersemangat dalam hidupnya kehilangan sahabat yang ia sangat takuti dalam hidupnya jika ia pergi.

Keesokan harinya..

Jejak kaki Amel berjalan tanpa arah, dengan jejak yang terasa berat untuk dilalui langkah demi langkahnya, Melihat jalan yang kian pernah dilalui bersama Dewita terus menerus membuat kaki Amel melangkah, menyusuri kenangan yang pernah dilewati bersama dengan sahabat nya.

"Amel, Yuk kita makan" Teriakan Bunda nya yang kian terdengar.

"Iya bun, Aku pulang" Amel bergegas menghampiri rumah nya kembali, dengan larian kecilnya.

Bunda Amel, mengetahui perasaan Amel yang tengah kesepian dengan kepergian Dewita dalam hidupnya, Bunda Amel menyadari, Amel yang tengah menyendiri terus menerus dalam kamar, namun Bunda nya enggan untuk bertanya, karena akan membuat semakin hatinya buruk. Bunda Amel memberi kesempatan untuk anaknya merasakan ketenangan, dan keikhlasan untuk menjalani hari selanjutnya.

"Nak setelah makan temani Bunda kepasar ya,"

Amel yang kian anak penurut langsung meng iyakan perintah Bunda nya meskipun hatinya terasa masih kian tak karuhan.

"Iya Bun"

Bunda Amel tersenyum mendengar jawaban Amel, Bunda Amel hanya ingin menghibur putrinya dengan mengajaknya ketempat keramaian.

Ditengah keramaian Amel bertanya pada Bunda nya.

"Bu, kenapa ya aku tidak menyukai keramaian?"

"Dalam satu sisi setiap orang berbeda, Bunda tidak menyuruhmu untuk menyukainya, namun setiap orang harus bisa menyesuaikan dirinya, dan tidak boleh terlarut dalam satu sisi apa yang kamu sukai" Bunda Amel menjawab dengan penuh keyakinan, bahwa putrinya akan tumbuh menjadi dewasa kelak ketika menemukan jawaban yang setiap ia tanyakan pada diri nya.

Dalam hidup memang tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan, dengan siapa kita berteman, dengan siapa kita berjalan, ber arah sesama, namun apa yang kita jalani, kita harus yakin bahwa setiap masa selalu punya cerita.

"Tolong bawakan ini ya Mel" Bunda Amel memberikan sekantong buah-buahan untuk keperluan dirumah nya, dan buah anggur kesukaan Amel.

Amel langsung membawakan apa yang Bunda dan Amel beli di pasar, dan menaruh nya beberapa bagian ke dalam kulkas dan ditata dengan rapih oleh nya.

Amel pergi ke kamar dan melihat beberapa bagian foto milik nya bersama dewita, tangan amel sebagian menyeka kotoran debu dibeberapa foto bersamanya, dan meniupnya sehingga fotonya kian bersih kembali.

Amel menaiki kasurnya dan berbaring menutup matanya sekejap, dengan kerutan di dahinya dan menyeka tetesan air matanya yang kian menetes, sehingga ia selalu berharap setelah tertidur dan terbangun, hari kian sama seperti sebelumnya dengan tawa yang ia miliki bersama Dewita setiap harinya.

Amel mencoba untuk tertidur, beristirahat setelah mengantar Bunda nya ke pasar, dengan tiupan angin yang menghembus seluruh tubuh nya, rintikan hujan membuat pikiran yang buruk menjadi tenang, dengan suara rintikan nya, membuat tidur yang kian terlelap dalam ketenangan yang ia rasakan.

3. Sebuah Penantian

...“Aku mencarimu, Aku merindukanmu"...

...  ***...

“Kamu kenapa sayang melamun terus,” Sayangnya Bundanya Amel membuyarkan lamunan Amel dari ingatan masa lalu nya 8 tahun yang lalu. Amel yang tengah duduk di kursi di depan rumah, melihat rincikan hujan yang mengingatkan masa kecilnya. Bunda nya Amel mengusap rambut Amel, Bundanya tahu akan kesedihan Amel yang bertahun tahun.

“Bun, di mana yah sekarang Dewita?”

Ada Satu hal yang Bundanya tidak menceritakan kepada Amel kemana Dewita pergi, mungkin saatnya bundanya harus menceritakannya sekarang. Bunda Amel mengambil sebuah kotak di dalam kamarnya dan diberikan kepada Amel.

“Apa ini Bunda?” Amel melihat wajah Bundanya yang menjadi haru, Amel membukanya perlahan, ternyata sebuah surat kecil dan kalung berbentuk setengah paruh Love, di mana jika seseorang yang memakai separuhnya lagi bisa dihubungkan menjadi Love.

"Hey Sahabatku, Apa kabar? Sehatkan? Gimana pasti disekolahnya kamu sudah mempunyai sahabat barukan, Aku bahagia jika kamu sudah menemukan sahabat baru, tapi kamu gak lupakan sama aku? Gimana ya sekarang wajah kamu pasti tambah lebih cantik, sekarang saja sudah cantik apalagi nanti sudah dewasa. Maaf Amel aku tidak memberitahumu soal kepergianku, karena aku tahu meninggalkan bukan soal meninggalkan pasti ada luka yang harus kita lewati yaitu soal kenangan yang selama ini kita tanam dari kecil, dan ini ada separuh kalung Love untukmu jangan lupa dipakai, dan separuhnya lagi ada di leherku aku pakai dan aku berharap suatu saat kita akan bertemu kembali lagi, Aku akan selalu menyayangimu Mel, Aku akan selalu menjadi sahabatmu selamanya, Aku merindukanmu sahabat kecilku"

From: Dewita Putri

"Aku memang punya teman baru di tempat baruku, tapi aku tidak pernah melupakan teman lamaku yang ku sebut sebagai keluarga bagiku" Gumam dalam hatinya

“Bunda, kenapa bunda baru kasih ini kepada Amel? kenapa tidak dari dulu saat Dewita pergi? jadi selama ini Bunda tahu kemana Dewita pergi?” 

Bunda nya hanya terdiam, melihat Amel yang sangat terpuruk setelah membaca surat dari Dewita.

“Dulu saat Dewita akan pergi, Dewita sempat ke rumah terlebih dahulu menitipkan kotak ini, Dewita pergi pukul jam 5 pagi saat kamu masih tertidur, Bunda tadinya mau membangunkan kamu, tapi tangan Bunda di tarik, karena Dewita hanya ingin menitipkan sebuah kotak kecil ini kepada Bunda, dan dia bilang agar Bunda memberikan kotak ini nanti saat kamu dewasa nanti, dan Bunda rasa saat ini kamu harus tahu semuanya,”

Amel terus saja menangis setelah membaca surat kecil, dan saat mendengarkan Bundanya menceritakan semuanya.

“Lalu Bunda tahu kemana Dewita pergi?” Bunda nya hanya mengangguk tapi tidak memberi tahu.

“Bunda ayolah kasih tahu Amel Bun,”

“Dia pergi ke Jakarta karena Nenek nya yang di sana sedang sakit, dan tidak ada yang merawat neneknya dan karena itu orang tuanya memutuskan untuk pindah ke Jakarta,”

Amel menangis dalam pelukan Bunda nya.

“Bunda aku rindu Dewita,”

“Iya Bunda tahu, ya sudah yuk, masuk ke dalam, ini sudah mau magrib,”

Pagi Hari ...

“Selamat Pagi Bunda, Aku mau berangkat sekolah dulu yah,” Amel yang meminta salam kepada Bundanya.

“Loh kamu belum sarapan sayang?”

“Nanti saja lah Bun, di kantin yah sarapan nya bareng teman-teman Amel saja,”

“Ya sudah sana tapi ingat yah sarapan di kantin!"

“Iya Bun, laksanakan,”

Sesampai di sekolah ..

“Hey Lo sudah nyampe saja disekolah, biasanya telat, Lo tahu gak minggu depan kita bakalan jadi perwakilan sekolah kita, untuk lomba Cerdas Cermat,” Baru saja turun dari motor ,Amel sudah di sapa oleh teman sebangkunya yang bernama Mira.

“Lah yang benar Mir? Ko gue sih,”

“Karena perwakilannya harus dari kelas XI dan yang masuk ke kelas unggulan, dan Gue juga gak tahu yang dipilih itu Lo, Gue dan Sinta, dan Lo tahu ke mana kita akan bertanding?”

“Ke mana Mir? Ko Gue gak tahu,” Amel mengerutkan keningnya karena Amel memang ketinggalan berita selama 2 hari tidak masuk sekolah, karena sakit.

“Kita akan bertanding di sekolah ternama yaitu SMK Mutiara Bangsa di Jakarta, Sekolah yang terkenal itu loh, bayangin Mel, kita pokok nya harus benar-benar belajar untuk bisa membawa kejuaraan untuk sekolah kita, dan yang pasti Gue bisa mengunjungi sekolah ternama itu,”

Seketika Amel terdiam, hati Amel berdegup kencang, Amel tidak penasaran dengan sekolah ternama itu, tapi Amel berharap bisa bertemu dengan Dewita.

“Dewita,” Suara Amel yang begitu pelan sehingga tidak terdengar jelas oleh teman nya.

“Hah apa Mel? Lo kenapa kok Lo kaya gak senang gitu mukanya,”

“Eh enggak, gue senang malahan, yuk kita ke kelas sudah mau bel tuh,”

Amel dan Mira masuk ke dalam kelas, karena bel sudah berbunyi.

“Mel, kamu siap kan, minggu depan jadi perwakilan Cerdas Cermat di SMK Mutiara Bangsa?”

Amel yang tengah melamun tidak begitu mendengarkan suara Pak Tino, Mira melihat ternyata Amel sedang melamun, Mira menyiku Amel hingga akhirnya Amel tersadar juga dari lamunan.

“Amelia Anjani,” Seruan Pak Tino yang agak suaranya meninggi.

“Eh iya Pak gimana?” Amel tersenyum tersipu malu.

“Kamu tuh yah, melamun apa sih sampai gak dengar suara Bapak, Bapak tanya gimana kamu siap jadi perwakilan Cerdas Cermat nanti ke Jakarta?”

“hehe iya pak maaf, siap pak siap,”

Setelah lamanya pelajaran, beristirahat, Amel ingin segera pulang dan memberi tahu Bunda nya, bahwa nanti minggu depan Amel akan ke Jakarta.

“Bunda Aku pulang, Bun Bunda,” Amel mencari Bunda nya dari pertama Amel turun dari motor di halaman depannya, karena ke girangan Amel.

“Aduh kamu tuh teriak-teriak, apaan Amel ada apa? Kok kamu kaya senang sekali,”

Amel yang mengecup kening bundanya setelah bersalaman, semakin heran saja Bunda Amel, karena kelakuan Amel yang tidak biasanya.

“Tahu gak Bun, nanti minggu depan aku mau ke Jakarta,”

“Ngapain kamu, jangan nekat deh,” Belum saja selesai berbicara sudah di potong saja pembicaraan Amel.

“Ya masa Aku nekat sih, belum juga selesai ngomongnya Bun, ini loh Bun, Aku dipilih untuk menjadi perwakilan Cerdas Cermat di Jakarta di sekolah ternama yaitu SMK Mutiara Bangsa,” Bunda Amel terlihat gembira sekali melihat Amel senang, tapi ternyata Amel terlihat murung lagi saat bilang.

“Semoga Dewita juga ada di sekolahan itu Bun, biar aku bisa bertemu dengan nya,” nada yang tadinya girang menjadi nada yang sedikit terpendam.

“Iya, bunda selalu doakan itu buat kamu, sudah sana kamu mandi, ganti baju, nanti terus makan yah,”

Amel yang mendengarkan Bunda nya, langsung masuk ke kamar untuk terus mandi, tapi tidak dengan makan.

Amel membuka buku diary dan menuliskan sedikit curahan hatinya, tentang persahabatan nya, karena itu adalah sesuatu kebiasaan Amel semenjak kecilnya, ketika Amel kehilangan Dewita sejak kecilnya. Setelah menulis, Amel pergi keluar menuju lapangan di dekat kompleks yang sering sekali Amel kunjungi, Amel mendekat ke arah pohon di pinggir lapangan, di mana sebuah tulisan 8 tahun yang lalu masih tetap ada tulisan "Amelia dan Dewita"

Amel sering sekali pulang sekolah mampir, hanya karena ingin berteduh di bawah pohon ataupun tidur sejenak di bawah pohon, karena baginya, pohon inilah yang bisa menenangkan pikiran Amel yang sedang kacau. Sekarang pun Amel memejamkan matanya sebentar di bawah pohon, tetapi sayangnya sebentar lagi hujan akan turun, Amel harus segera pulang, karena dikejar akan turun nya hujan, Amel berlari untuk pulang ke rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!