...“Merindukan yang memang sudah hilang memang lebih sakit, di mana kamu berada?”...
...****...
Dewita merasakan hatinya sakit kembali, ketika melihat Ayah dan Ibunya sedang berkemas untuk besok pindahan rumahnya.
“Eh kamu sudah pulang sayang?langsung mandi yah, biar kamu tidak masuk angin basah kuyup tuh kamu,” Dewita hanya mengangguk dan ke atas menuju kamar untuk mandi.
Dewita tidak langsung saja mandi, dia menatap fotonya, yang beberapa di pajang di dinding, foto Dewita dan Amelia. Lalu Dewita bergegas menuju kamar mandi untuk mandi.
Setelah mandi, ternyata ini sudah larut malam hingga sekarang menunjukan pukul 07.00 malam, ini waktunya keluarga Dewita makan malam, dan benar sekali, Dewita di panggil oleh Bibi nya untuk segera ke meja makan karena Ibu dan Ayah nya sudah menunggu.
Dewita mau tidak mau harus mengikhlaskan semuanya, dan tidak boleh terus menerus mendiamkan orang tuanya, Dewita melihat makanan yang tadi sore di meja dekat kasur nya yang juga belum di makan, tapi Dewita memilih untuk makan bersama kedua orang tuanya.
“Ayah, Ibu, Aku mau kita berangkat ke Jakarta nya nanti pagi saja jam 6,” Dewita akhirnya angkat bicara setelah selesai makan malam nya, dan ini cukup mengagetkan Ayah dan Ibu nya.
“Kenapa Nak, Ayah kan sudah putuskan untuk berangkat besok sore,”
“Pokonya, aku mau berangkatnya nanti Pagi,” Dewita tidak mendengarkan apa lagi yang dikatakan Ayah atau ibu nya, karena langsung lari ke atas menuju kamarnya.
“Ya sudah yah, kita turuti saja maunya Dewita, toh dia juga tidak menolak untuk pergi malah ingin mempercepat,”
Dewita menutup pintunya, dan langsung berbaring di kasurnya memeluk foto yang bersama Amel.
“Sayang, kamu sudah tidur, boleh Ibu masuk?” Dewita menghapus air matanya dan membolehkan Ibu nya masuk ke dalam kamar.
Ibunya menghampiri Dewita dan mengusap lembut rambut Dewita, sedangkan Dewita membelakangi Ibunya.
“Ibu tahu kamu gak mau kehilangan sahabat kamu Amel, tapi mau bagaimana lagi ini sudah sebagian takdir kamu untuk tinggal di Jakarta, dan kamu harus mengikhlaskan nya sayang,”
Dewita berbalik arah dan bangun dari tidurnya lalu Dewita memeluk Ibunya.
“Ibu, Aku mau nanti besok kita berangkatnya pagi, Aku gak mau Amel tahu Aku mau pindah ke Jakarta, dan Ibu harus janji jangan kasih tahu Amel, pokok nya Aku mau pergi nanti pagi,” Jelas Dewita kepada Ibu nya.
“Kenapa sayang, bukannya kamu harus pamitan kepada Amel, Ibu dan Ayah berencana pergi sore itu karena takut kamu mau main dulu sama Ame,l mangkanya ibu memutuskan pergi nya Sore, kok ini kamu malah minta pagi dan untuk merahasiakan kepergian kita?" Dewita merasakan keheranan dari Ibunya.
“Semakin lama, semakin aku sakit untuk meninggalkan Amel Bu,”
Ibunya mengangguk menandakan mengerti apa yang dirasakan Dewita.
“Ya sudah sekarang kamu tidur yah, besok kamu harus bangun pagi sekali, Ibu mau melanjutkan beres-beres nya, nanti Ibu menyuruh Bibi untuk bereskan baju Kamu yah, selamat tidur sayang,” Ibunya mengecup kening Dewita, Dewita berusaha tertidur memejamkan matanya, sedangkan Ibunya keluar dari kamarnya Dewita.
Dewita gelisah, tidak tenang dan tidak bisa tidur, Dewita bangun mengambil sebuah kertas dan pulpen, Dewita menulis sebuah surat kecil untuk Amel, Setelah menulisnya Dewita kembali tertidur. Tetap saja Dewita resah dengan kepergian Dewita nanti pagi, Dewita melihat Jam menunjukan pukul 11 malam, ini sudah larut malam bagi Dewita, Dewita harus memaksakan untuk tidur, Akhirnya Dewita tertidur setelah ia tutupi oleh bantal dalam wajahnya.
Tepat pukul jam 5 pagi Dewita dibangunkan oleh Ibunya, untuk segera bersiap siap berangkat ke Jakarta setelah selesai semuanya, Dewita dan keluarganya langsung berangkat ke Jakarta.
Setelah kepergian Dewita...
Amel berusaha menghela nafas sedalam dalamnya, melihat awan yang tidak berpihak padanya, Angin bertiup kencang ke dalam tubuh Amel yang sedang kelam, menyadari dirinya tak lagi bersemangat dalam hidupnya kehilangan sahabat yang ia sangat takuti dalam hidupnya jika ia pergi.
Keesokan harinya..
Jejak kaki Amel berjalan tanpa arah, dengan jejak yang terasa berat untuk dilalui langkah demi langkahnya, Melihat jalan yang kian pernah dilalui bersama Dewita terus menerus membuat kaki Amel melangkah, menyusuri kenangan yang pernah dilewati bersama dengan sahabat nya.
"Amel, Yuk kita makan" Teriakan Bunda nya yang kian terdengar.
"Iya bun, Aku pulang" Amel bergegas menghampiri rumah nya kembali, dengan larian kecilnya.
Bunda Amel, mengetahui perasaan Amel yang tengah kesepian dengan kepergian Dewita dalam hidupnya, Bunda Amel menyadari, Amel yang tengah menyendiri terus menerus dalam kamar, namun Bunda nya enggan untuk bertanya, karena akan membuat semakin hatinya buruk. Bunda Amel memberi kesempatan untuk anaknya merasakan ketenangan, dan keikhlasan untuk menjalani hari selanjutnya.
"Nak setelah makan temani Bunda kepasar ya,"
Amel yang kian anak penurut langsung meng iyakan perintah Bunda nya meskipun hatinya terasa masih kian tak karuhan.
"Iya Bun"
Bunda Amel tersenyum mendengar jawaban Amel, Bunda Amel hanya ingin menghibur putrinya dengan mengajaknya ketempat keramaian.
Ditengah keramaian Amel bertanya pada Bunda nya.
"Bu, kenapa ya aku tidak menyukai keramaian?"
"Dalam satu sisi setiap orang berbeda, Bunda tidak menyuruhmu untuk menyukainya, namun setiap orang harus bisa menyesuaikan dirinya, dan tidak boleh terlarut dalam satu sisi apa yang kamu sukai" Bunda Amel menjawab dengan penuh keyakinan, bahwa putrinya akan tumbuh menjadi dewasa kelak ketika menemukan jawaban yang setiap ia tanyakan pada diri nya.
Dalam hidup memang tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan, dengan siapa kita berteman, dengan siapa kita berjalan, ber arah sesama, namun apa yang kita jalani, kita harus yakin bahwa setiap masa selalu punya cerita.
"Tolong bawakan ini ya Mel" Bunda Amel memberikan sekantong buah-buahan untuk keperluan dirumah nya, dan buah anggur kesukaan Amel.
Amel langsung membawakan apa yang Bunda dan Amel beli di pasar, dan menaruh nya beberapa bagian ke dalam kulkas dan ditata dengan rapih oleh nya.
Amel pergi ke kamar dan melihat beberapa bagian foto milik nya bersama dewita, tangan amel sebagian menyeka kotoran debu dibeberapa foto bersamanya, dan meniupnya sehingga fotonya kian bersih kembali.
Amel menaiki kasurnya dan berbaring menutup matanya sekejap, dengan kerutan di dahinya dan menyeka tetesan air matanya yang kian menetes, sehingga ia selalu berharap setelah tertidur dan terbangun, hari kian sama seperti sebelumnya dengan tawa yang ia miliki bersama Dewita setiap harinya.
Amel mencoba untuk tertidur, beristirahat setelah mengantar Bunda nya ke pasar, dengan tiupan angin yang menghembus seluruh tubuh nya, rintikan hujan membuat pikiran yang buruk menjadi tenang, dengan suara rintikan nya, membuat tidur yang kian terlelap dalam ketenangan yang ia rasakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Xia Lily3056
Seru abiss
2023-08-24
1