5. Harapan Yang Tersimpan

...“Lekas akan tersimpan sebuah kenangan,”...

...        ***...

Di mana sekarang pukul 6 pagi tepat hari libur panjangnya, karena Amel sudah naik kelas, menjadi kelas XII di waktu minggu yang lalu setelah perlombaan Amel, Amel terbangun tepat Alarm berbunyi, yang biasanya Amel tidur lagi sekarang Amel bangun untuk ke dapur menyiapkan makanan sarapan pagi bersama bibi.

“Ayah, Bunda, Ayo kita sarapan Pagi,” teriak Amel dari meja makan yang telah selesai masak dengan bibi.

“Kamu yang bantuin bibi masak di dapur Nak?” Ayah Amel merasa heran dengan tingkah Amel yang mendadak bantuin bibinya masak di dapur, karena rasa Amel belum pernah masak.

“Iya Tuan, Non Amel bantuin bibi masak,” rengkuhan Bibinya yang mengatakan sejujurnya, dan langsung pergi lagi ke dapur.

“ya sudah Ayah panggilkan Bunda kamu yah buat sarapan buatan kamu, jarang-jarang loh kamu menyiapkan. Bunda, Bunda, Ayo sarapan pagi dulu, nih siapa yang menyiapkannya,” Amel tertawa mendengarkan Ayahnya yang memanggilkan bundanya, suatu kebahagiaan buat Amel karena Ayahnya jarang di rumah karena sibuk dalam pekerjaan nya.

“Aduh yah, kenapa teriak-teriak masih pagi, siapa memangnya yang bikin sarapan bukannya bibi?” Bunda Amel baru saja keluar dari kamar nya, dan setelah menengok ke depan ternyata sudah ada Amel di hadapannya.

“Anak kita lah bun,” Amel dan Ayah nya tertawa, karena bundanya baru saja bangun tidur yang langsung kaget melihat Amel masak.

“Apa bunda gak salah dengar?” Bundanya langsung duduk diikuti Amel dan Ayahnya. Setelah selesai makan baru saja Amel ingin beranjak dari tempat duduknya, Bunda sama Ayahnya berbicara.

“Bunda sama Ayah punya kabar gembira buat kamu sayang, iya kan pah,” Keluarga Amel memang kebiasaan membicarakan yang penting setelah makan bersama, dan Amel penasaran apa yang ingin dibicarakan oleh Ayah dan Bunda nya.

“Apaan memangnya yah bun?" Amel mengerutkan keningnya, karena Ayah memanggil bibinya untuk mengetahui apa yang ingin di bicarakan Ayahnya, aneh sekali bibi juga harus tahu dengan pembicaraannya.

“Ini soal pekerjaan Ayah, Ayah harus pindah bertugas di Jakarta Timur, sedangkan Ayah gak bisa dong jauh dari keluarga Ayah, Ayah mau kalian juga semua ikut dengan Ayah ke Jakarta gimana?” Amel hanya terdiam tidak mengeluarkan kata-katanya, Amel tidak tahu harus senang atau sedih, harus mau atau tidak, karena satu sisi kemungkinan Amel bisa menemui Sahabatnya, tapi satu sisi Amel enggan untuk beradaptasi kembali lagi, sedangkan Amel sudah kelas XII.

“Yah kan Amel sudah kelas XII apa bisa pindah sekolah?”

“Pasti bisa, Ayah akan usahakan kamu sekolah di sekolah ternama,”

“Yang benar Yah? Ya sudah Amel mau ikut Ayah ke Jakarta,” Semuanya tersenyum mendengar perkataan Amel, karena ketakutannya Amel tidak mau ikut bersama Ayah nya, tapi bagi Amel apa salahnya menuruti kemauan Ayah Bunda nya, dan bagi Amel, mungkin ini sudah takdirnya kemungkinan besar Amel bisa menemui sahabatnya.

“Ya Sudah besok kita berangkat, masalah sekolah kamu, nanti Ayah akan urus semuanya,”

“Iya yah,”

Amel bersama keluarganya mengemas barang-barang yang ingin di bawa ke Jakarta, seketika Amel ingat dengan buku diary nya, baru saja Amel akan menulisnya membuka tas sekolahnya, ternyata buku diary Amel tidak ada dalam tas nya, Amel mencari cari nya ke mana-mana, barang kali ada dalam selipan buku yang lain nya tapi ternyata tidak ada.

Amel terus saja mencari carinya menanyakan kepada Bunda dan Bibi yang barangkali melihatnya, tapi tetap saja tidak tahu, dan berharap Amel menemuinya karena bagi Amel diary itu penting, semua curahan Amel tumpahkan ke dalam diary itu tentang masalalu nya, Amel terlelap tidur hanya karena mencari buku diary nya.

Pagi Hari

“Mel ayo sudah siap belum?” teriakan Bundanya yang sudah menunggu bersama Ayahnya di bawah, semuanya sudah siap kecuali Amel karena Amel baru saja bangun. 

“Iya bunda, nih sudah selesai,” Teriakan Amel dalam kamar nya yang sudah menuju turun ke bawah.

Semuanya sudah siap, sekarang Amel dan keluarganya masuk dalam mobil untuk segera berangkat.

“Yah, jalannya lewat lapang yah,” Ayahnya menuruti saja permintaan Amel, dan setelah itu Amel izin dulu sebentar untuk turun dan menuju pohon di dekat lapang, Amel hanya memegang pohon itu, pohon yang akan menjadi kenangan. Amel sedikit mengeluarkan Air matanya, karena setelah ini Amel tidak akan lagi bermain di lapang dan menikmati di bawah pohon yang sejuk ini.

Setelah itu Amel berlari lagi menuju mobil, melanjutkan perjalanannya.

“Amel, ayo kita turun, kita sudah sampai,”

Amel membuka matanya, melihat di sekeliling Amel yang ramai sekali berbeda dengan Bandung, inilah Amel yang akan memulai kehidupan baru di Jakarta. Amel dan keluarganya memasuki rumahnya yang baru. Rumahnya tidak jauh beda dengan Rumah yang ada di Bandung.

“Oh ya Nak, Ayah sudah memilihkan sekolah baru untuk kamu, dan besok sudah bisa masuk sekolah, karena pemilik sekolahnya itu, adalah teman Ayah jadi Ayah sudah hubunginya,” tiba-tiba Ayah nya membahas tentang sekolahnya Amel, bahkan Amel sendiri tidak tahu seperti apa sekolah baru nya Amel, tapi yang penting bagi Amel, Amel bisa sekolah.

“Ya sudah itu kamar kamu, kamu istirahat, besok kan langsung sekolah ya sayang,”

“Iya Ayah,” Amel menuruti apa yang dikatakan Ayah nya, Amel pergi ke kamar untuk istirahat, Amel melihat kamar barunya memang lebih nyaman dari pada sebelumnya, tapi tetap saja Amel masih nyaman dengan sebelumnya dari pada yang baru, seperti biasa Amel tidak langsung tidur melamun saja terus yang ada di pikiran Amel. Amel hanya melamun seperti apa sekolahan Amel yang baru, apakah akan lebih menyenangkan daripada sebelumnya, tapi lamunan Amel dihiraukan seketika, karena sekolah sama saja.

"Semoga aku bisa menemui mu" Gumam dalam hati yang menyimpan begitu harapan hari demi harinya, harapan yang sama sekali ingin terwujud olehnya.

Sesekali Amel sempat menanyakan keberadaan Dewita kepada Bundanya, namun sayangnya Bunda Amel tidak mengetahui keberadaan keluarga Dewita karena sudah berapa tahun lamanya tidak saling berkabar, Amel yang kian lama dari kecil ditinggal oleh sahabatnya, tak pernah lagi mempunyai sahabat baru selain Dewita, ia tidak akan pernah mengingkari janjinya kepada Dewita, namun Amelia tidak tahu apakah Dewita sama sepertinya yang merindukan kebersamaanya atau melainkan Dewita sudah mempunyai kehidupan baru dengan sahabat yang barunya.

Itulah yang kian kerap ada dipikiran Amel selama ini.

Suara pintu terdengar, suara langkah kaki yang menuju kamar Amel.

"Nak belum tidur?" Usapan lembut tangan Bunda amel yang membuat Amel memejamkan matanya, menuai sedikit senyuman yang dibuatnya.

"Belum bunda," Amel membalas senyuman Bunda

"Kenapa?" Tanyanya Bunda

"Aku selalu berharap bertemu dengan Dewita Bun," Senyuman kecil yang dilontarkan kepada sang Bunda tanpa basa basi Amel mengungkapkan harapan dihatinya.

"Jika kamu ditakdirkan maka kamu akan bertemu dengan nya" Sembari memberikan selimut kepada amel yang kerap agar amel segera tertidur.

Terpopuler

Comments

Caecilia

Caecilia

wah Jaktim, tetanggaan yuk mel 😁

2023-09-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!