Ku Lempar Benang Merah, Pangeran Tampan Ku Dapat.

Ku Lempar Benang Merah, Pangeran Tampan Ku Dapat.

Chapter 1.

"Xing'er!" teriak seorang wanita paruh baya sambil mengetuk pintu kamar milik putrinya — Jin Cai, ibunya Xuan Xing'er.

Suaranya yang menggelegar bak petir, sampai mengejutkan burung-burung yang bertengger diatas atap serta mengguncangkan sedikit kaca rumahnya. 

"Aiyo Jin Cai, kau ingin merobohkan rumah ini?" tegur Xuan Ziyu — ayah Xuan Xing'er. 

"Sstt, kau ini selalu saja mengatakan hal itu apa kau lupa aku pernah memenangkan lomba teriak satu Tiongkok," timpal Jin Cai. 

"Aku tahu … aku tahu, tapi kali ini kau simpan dulu suaramu itu ya sebaiknya kau pergi memasak aku sudah lapar," bujuk Xuan Ziyu yang tak tahan mendengar suara istrinya yang memekakan telinga di pagi hari. 

"Baik, kalau begitu kau bangunkan putri kesayangan mu itu." 

"Baiklah," angguk Ziyu ia menggelengkan kepalanya perlahan sambil menatap kepergian istrinya dari depan kamar putri semata wayangnya. 

Pria yang memiliki bisnis toko kelontong kecil itu mengetuk pintu kamar putrinya dan memanggil nama sang anak dengan begitu lembut, berbeda dengan Jin Cai yang selalu memanggil nama putrinya seperti memanggil maling, berteriak kencang dan selalu mengajak Xing'er untuk berdebat. 

Jika ditanya apakah Ziyu lebih mencintai Xing'er dibanding Jin Cai? Jawabannya tentu saja tidak, kedua orang tua Xing'er sangat mencintainya hanya saja mereka memiliki cara masing-masing untuk mengungkapkannya.  

Ziyu membesarkan Xing'er dengan kasih sayang dan penuh kelembutan, sementara Jin Cai membesarkan Xing'er dengan ketegasan serta kedisiplinan yang ketat dengan alasan agar putri satu-satunya itu tidak mudah menyerah dan bergantung pada orang lain. 

"Xing'er, apa kau sudah bangun?" seru Ziyu menunggu  jawaban.

Sementara itu di dalam kamar, gadis yang dipanggil sejak tadi masih saja bersembunyi di dalam selimut yang menyerupai sebuah gundukan besar. 

"Ehm, aku sudah bangun Die," sahut Xing'er, membuka selimutnya yang tadi menutupi wajah serta sekujur tubuhnya. 

"Kalau begitu cepatlah bersiap, jika tidak Niang mu akan kembali mengomel," kata Ziyu. 

"Hei kau sedang membicarakan ku!" teriak Jin Cai dari arah dapur. 

Ziyu hanya terkekeh dan kembali duduk di sebuah kursi setelah mendapatkan jawaban dari putrinya. 

Beberapa saat kemudian. Xing'er sudah terlihat rapi dengan pakaian kantornya dan bersiap untuk pergi. 

"Niang, Die aku pergi ke kantor dulu," pamit Xing'er tergesa.

"Hei sarapan dulu," sahut Jin Cai. 

"Sudah terlambat, bye Niang Die aku mencintai kalian," usai memberikan kecupan pada kedua orang tuanya, Xing'er masuk ke dalam mobil dan melajukan mesin roda empatnya menuju kantor. 

"His anak itu, pasti sedang menghindar lagi dari perjodohan yang aku bicarakan," omel Jin Cai kesal. 

"Sudahlah, Cai … anak kita sudah dewasa, dia bisa mendapatkan jodohnya sendiri," seloroh Ziyu.

"Kau ini tidak tahu apa-apa, usianya sudah menginjak usia pernikahan tapi lihat … dia tidak pernah mengenalkan satupun pria pada kita, jika aku tidak membantunya mencari jodoh aku khawatir dia akan menjadi perawan tua dan teman-teman ku pasti akan mengejeknya." 

"Jin Cai, sebenarnya kau ini lebih menyayangi putrimu atau teman-temanmu. Biarkan saja Xing'er memilih jalannya sendiri, dia sudah dewasa dan pasti akan menemukan jodohnya sendiri tanpa campur tangan kita." 

"Heuh, berbicara denganmu memang tidak ada manfaatnya sudahlah sarapan dulu aku mau mengirim beberapa foto pria tampan pada Xing'er." 

"Aiyoh," desah Ziyu menggelengkan kepalanya lagi sambil mengambil sumpit dan mulai mencapit sepotong daging yang ada di depannya. 

.

.

.

Perusahaan Bintang emas. 

"Xing'er, telat lagi," tegur Yan Xun — CEO perusahaan tempat Xing'er bekerja.

Pria bertubuh tinggi dengan paras tampan itu mendekati karyawannya yang tengah tersenyum kikuk karena ketahuan terlambat masuk kantor.

"Hihi, i-itu pak—," 

"Kencan buta sampai malam lagi? Gajimu dipotong sebanyak 20%," sela Yan Xun langsung pergi begitu saja meninggalkan Xing'er yang sedang ternganga.

"Apa, dipotong lagi? Ck, Yan Xun oh Yan Xun kenapa dia begitu perhitungan pada karyawan kecil seperti ku … ini gara-gara Niang yang menyuruhku untuk menemui pria jelek itu, jadi aku terlambat lagi," gerutu Xing'er menyalahkan ibunya yang selalu memintanya bertemu dengan anak temannya untuk di jodohkan dan dia tidak diperbolehkan pulang cepat sebelum pukul dua pagi, alhasil pagi ini Xing'er bangun terlambat dan harus menerima jika upah kerjanya dipotong perusahaan.

Sebenarnya terlambat pergi ke kantor bukanlah hal pertama bagi Xing'er, semenjak ibunya berinisiatif mengenalkannya pada pria-pria aneh anak temannya Xing'er sering terlambat ke perusahaan dan berulang kali upahnya dipotong oleh bosnya membuat Xing'er mengalami dua kali kerugian secara berturut-turut. 

"Jie Li," rengek Xing'er berjalan gontai menghampiri sahabatnya. 

"Eh eh, ada apa?" pekik Jie Lie menahan tubuh Xing'er yang hampir terjatuh. 

"Aku mau mati saja," ucap Xing'er menatap langit-langit perusahaan dengan tatapan kosong. 

"Hah, kenapa tiba-tiba … ah aku tahu, pasti CEO Yan Xun memotong gajimu lagi," tebak Jie Li.

Xing'er mengangguk lesu.

Jie Li mendudukkan Xing'er di tempat kerjanya. "Apa ibumu masih menyuruhmu untuk bertemu pria-pria itu?" 

Lagi Xing'er mengangguk, dia kembali merengek dan menunjukan ponselnya yang berisi pesan dari sang ibu yang mengirimnya banyak foto laki-laki. 

"Wah, tidak disangka nyonya Jin Cai teguh sekali mencarikan mu suami," celoteh Jie Li. 

"Usiaku baru saja 25 tahun, tapi ibuku selalu saja menuntut agar aku segera menikah dan memberinya cucu … memangnya aku terlihat tua sampai-sampai ibuku memaksa untuk segera menikah." 

Jie lie memperhatikan wajah Xing'er dengan teliti, ia menaruh telunjuk di dagunya seraya berpikir. "Tidak terlihat Tua, hanya saja ada kerutan halus yang sedikit terlihat." 

"Ck, Jie Li aku tidak tahu kau ini sedang memuji atau meledekku," decak Xing'er menatap tajam sahabatnya.

Gadis dengan gaya rambut kepang dua itu hanya terkekeh kikuk dan kembali melihat poto-poto yang dikirimkan oleh ibunya Xing'er. 

"Eh ini lumayan tampan," celoteh Jie Li menunjukan foto itu pada Xing'er.

Wanita dengan rambut ikal dibawah itu menarik napasnya dalam, kemudian tersenyum lebar pada sahabatnya tersebut. "Tampan?" 

"Ehm."

"Kamu suka?" 

"Hah?" Jie Li mengerutkan dahinya tidak mengerti.

"Sudahlah curhat denganmu, bukannya mengurangi beban ku malah aku semakin terbebani," ujar Xing'er beranjak dari duduknya. 

"Eh tunggu-tunggu, Xing'er jangan marah dulu aku punya ide biar kamu tidak selalu dijodohkan oleh nyonya Jin." 

"Benarkan?" 

"Hem, sini aku bisikin." Jie lie membisikan sesuatu ditelinga Xing'er dan di detik berikutnya Xing'er langsung terperanjat dengan usulan Jie Li yang tidak masuk diakal. 

"Apa! Kau gila, aku tidak mau lebih baik aku berkencan dengan pria-pria itu dari pada harus dengan CEO kejam itu," pekik Xing'er.

"Haiyo, Xing'er ini kesempatan bagus memangnya kamu tidak lelah setiap malam harus bertemu banyak pria yang selalu membuatmu muak."

"Lelah sih, tapi tidak bisa … aku tidak mau mendekatinya." 

"Xing'er," lirih Jie Li menatap penuh mohon. 

Xing'er menggelengkan kepalanya beberapa kali, ia tidak mau ambil resiko jika harus mendekati Yan Xun. Melihat dirinya yang hanya berstatus karyawan biasa, mana mungkin ia bisa mendekati CEOnya itu meskipun dulu mereka sempat satu sekolah tetap saja Xing'er merasa segan terlebih hubungan keduanya yang selalu tidak cocok setiap bertemu pasti saja bertengkar. 

.

.

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Andi Ilma Apriani

Andi Ilma Apriani

hadiiirrr

2024-02-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!