"Xing'er!" teriak seorang wanita paruh baya sambil mengetuk pintu kamar milik putrinya — Jin Cai, ibunya Xuan Xing'er.
Suaranya yang menggelegar bak petir, sampai mengejutkan burung-burung yang bertengger diatas atap serta mengguncangkan sedikit kaca rumahnya.
"Aiyo Jin Cai, kau ingin merobohkan rumah ini?" tegur Xuan Ziyu — ayah Xuan Xing'er.
"Sstt, kau ini selalu saja mengatakan hal itu apa kau lupa aku pernah memenangkan lomba teriak satu Tiongkok," timpal Jin Cai.
"Aku tahu … aku tahu, tapi kali ini kau simpan dulu suaramu itu ya sebaiknya kau pergi memasak aku sudah lapar," bujuk Xuan Ziyu yang tak tahan mendengar suara istrinya yang memekakan telinga di pagi hari.
"Baik, kalau begitu kau bangunkan putri kesayangan mu itu."
"Baiklah," angguk Ziyu ia menggelengkan kepalanya perlahan sambil menatap kepergian istrinya dari depan kamar putri semata wayangnya.
Pria yang memiliki bisnis toko kelontong kecil itu mengetuk pintu kamar putrinya dan memanggil nama sang anak dengan begitu lembut, berbeda dengan Jin Cai yang selalu memanggil nama putrinya seperti memanggil maling, berteriak kencang dan selalu mengajak Xing'er untuk berdebat.
Jika ditanya apakah Ziyu lebih mencintai Xing'er dibanding Jin Cai? Jawabannya tentu saja tidak, kedua orang tua Xing'er sangat mencintainya hanya saja mereka memiliki cara masing-masing untuk mengungkapkannya.
Ziyu membesarkan Xing'er dengan kasih sayang dan penuh kelembutan, sementara Jin Cai membesarkan Xing'er dengan ketegasan serta kedisiplinan yang ketat dengan alasan agar putri satu-satunya itu tidak mudah menyerah dan bergantung pada orang lain.
"Xing'er, apa kau sudah bangun?" seru Ziyu menunggu jawaban.
Sementara itu di dalam kamar, gadis yang dipanggil sejak tadi masih saja bersembunyi di dalam selimut yang menyerupai sebuah gundukan besar.
"Ehm, aku sudah bangun Die," sahut Xing'er, membuka selimutnya yang tadi menutupi wajah serta sekujur tubuhnya.
"Kalau begitu cepatlah bersiap, jika tidak Niang mu akan kembali mengomel," kata Ziyu.
"Hei kau sedang membicarakan ku!" teriak Jin Cai dari arah dapur.
Ziyu hanya terkekeh dan kembali duduk di sebuah kursi setelah mendapatkan jawaban dari putrinya.
Beberapa saat kemudian. Xing'er sudah terlihat rapi dengan pakaian kantornya dan bersiap untuk pergi.
"Niang, Die aku pergi ke kantor dulu," pamit Xing'er tergesa.
"Hei sarapan dulu," sahut Jin Cai.
"Sudah terlambat, bye Niang Die aku mencintai kalian," usai memberikan kecupan pada kedua orang tuanya, Xing'er masuk ke dalam mobil dan melajukan mesin roda empatnya menuju kantor.
"His anak itu, pasti sedang menghindar lagi dari perjodohan yang aku bicarakan," omel Jin Cai kesal.
"Sudahlah, Cai … anak kita sudah dewasa, dia bisa mendapatkan jodohnya sendiri," seloroh Ziyu.
"Kau ini tidak tahu apa-apa, usianya sudah menginjak usia pernikahan tapi lihat … dia tidak pernah mengenalkan satupun pria pada kita, jika aku tidak membantunya mencari jodoh aku khawatir dia akan menjadi perawan tua dan teman-teman ku pasti akan mengejeknya."
"Jin Cai, sebenarnya kau ini lebih menyayangi putrimu atau teman-temanmu. Biarkan saja Xing'er memilih jalannya sendiri, dia sudah dewasa dan pasti akan menemukan jodohnya sendiri tanpa campur tangan kita."
"Heuh, berbicara denganmu memang tidak ada manfaatnya sudahlah sarapan dulu aku mau mengirim beberapa foto pria tampan pada Xing'er."
"Aiyoh," desah Ziyu menggelengkan kepalanya lagi sambil mengambil sumpit dan mulai mencapit sepotong daging yang ada di depannya.
.
.
.
Perusahaan Bintang emas.
"Xing'er, telat lagi," tegur Yan Xun — CEO perusahaan tempat Xing'er bekerja.
Pria bertubuh tinggi dengan paras tampan itu mendekati karyawannya yang tengah tersenyum kikuk karena ketahuan terlambat masuk kantor.
"Hihi, i-itu pak—,"
"Kencan buta sampai malam lagi? Gajimu dipotong sebanyak 20%," sela Yan Xun langsung pergi begitu saja meninggalkan Xing'er yang sedang ternganga.
"Apa, dipotong lagi? Ck, Yan Xun oh Yan Xun kenapa dia begitu perhitungan pada karyawan kecil seperti ku … ini gara-gara Niang yang menyuruhku untuk menemui pria jelek itu, jadi aku terlambat lagi," gerutu Xing'er menyalahkan ibunya yang selalu memintanya bertemu dengan anak temannya untuk di jodohkan dan dia tidak diperbolehkan pulang cepat sebelum pukul dua pagi, alhasil pagi ini Xing'er bangun terlambat dan harus menerima jika upah kerjanya dipotong perusahaan.
Sebenarnya terlambat pergi ke kantor bukanlah hal pertama bagi Xing'er, semenjak ibunya berinisiatif mengenalkannya pada pria-pria aneh anak temannya Xing'er sering terlambat ke perusahaan dan berulang kali upahnya dipotong oleh bosnya membuat Xing'er mengalami dua kali kerugian secara berturut-turut.
"Jie Li," rengek Xing'er berjalan gontai menghampiri sahabatnya.
"Eh eh, ada apa?" pekik Jie Lie menahan tubuh Xing'er yang hampir terjatuh.
"Aku mau mati saja," ucap Xing'er menatap langit-langit perusahaan dengan tatapan kosong.
"Hah, kenapa tiba-tiba … ah aku tahu, pasti CEO Yan Xun memotong gajimu lagi," tebak Jie Li.
Xing'er mengangguk lesu.
Jie Li mendudukkan Xing'er di tempat kerjanya. "Apa ibumu masih menyuruhmu untuk bertemu pria-pria itu?"
Lagi Xing'er mengangguk, dia kembali merengek dan menunjukan ponselnya yang berisi pesan dari sang ibu yang mengirimnya banyak foto laki-laki.
"Wah, tidak disangka nyonya Jin Cai teguh sekali mencarikan mu suami," celoteh Jie Li.
"Usiaku baru saja 25 tahun, tapi ibuku selalu saja menuntut agar aku segera menikah dan memberinya cucu … memangnya aku terlihat tua sampai-sampai ibuku memaksa untuk segera menikah."
Jie lie memperhatikan wajah Xing'er dengan teliti, ia menaruh telunjuk di dagunya seraya berpikir. "Tidak terlihat Tua, hanya saja ada kerutan halus yang sedikit terlihat."
"Ck, Jie Li aku tidak tahu kau ini sedang memuji atau meledekku," decak Xing'er menatap tajam sahabatnya.
Gadis dengan gaya rambut kepang dua itu hanya terkekeh kikuk dan kembali melihat poto-poto yang dikirimkan oleh ibunya Xing'er.
"Eh ini lumayan tampan," celoteh Jie Li menunjukan foto itu pada Xing'er.
Wanita dengan rambut ikal dibawah itu menarik napasnya dalam, kemudian tersenyum lebar pada sahabatnya tersebut. "Tampan?"
"Ehm."
"Kamu suka?"
"Hah?" Jie Li mengerutkan dahinya tidak mengerti.
"Sudahlah curhat denganmu, bukannya mengurangi beban ku malah aku semakin terbebani," ujar Xing'er beranjak dari duduknya.
"Eh tunggu-tunggu, Xing'er jangan marah dulu aku punya ide biar kamu tidak selalu dijodohkan oleh nyonya Jin."
"Benarkan?"
"Hem, sini aku bisikin." Jie lie membisikan sesuatu ditelinga Xing'er dan di detik berikutnya Xing'er langsung terperanjat dengan usulan Jie Li yang tidak masuk diakal.
"Apa! Kau gila, aku tidak mau lebih baik aku berkencan dengan pria-pria itu dari pada harus dengan CEO kejam itu," pekik Xing'er.
"Haiyo, Xing'er ini kesempatan bagus memangnya kamu tidak lelah setiap malam harus bertemu banyak pria yang selalu membuatmu muak."
"Lelah sih, tapi tidak bisa … aku tidak mau mendekatinya."
"Xing'er," lirih Jie Li menatap penuh mohon.
Xing'er menggelengkan kepalanya beberapa kali, ia tidak mau ambil resiko jika harus mendekati Yan Xun. Melihat dirinya yang hanya berstatus karyawan biasa, mana mungkin ia bisa mendekati CEOnya itu meskipun dulu mereka sempat satu sekolah tetap saja Xing'er merasa segan terlebih hubungan keduanya yang selalu tidak cocok setiap bertemu pasti saja bertengkar.
.
.
.
.
Bersambung.
Brak!
Satu tumpukan file berisi laporan keuangan menumpuk diatas meja Xing'er. Wanita yang semula sedang fokus pada layar komputernya seketika terkejut kemudian menoleh pada file-file itu dan kedua matanya berakhir pada wajah Yan Xun yang tengah tersenyum.
Sebuah senyuman mematikan dari pria yang sulit ditebak isi hatinya.
"Kerjakan semuanya sampai selesai ingat tidak boleh pulang sebelum selesai, jika tidak gajimu akan aku potong 30%," cerocos Yan Xun mengarahkan ketika jarinya ke hadapan Xing'er.
"Ap—,"
"Berani protes, bonus tahunan mu hangus," sarkas Yan Xun kembali tersenyum mencurigakan.
Kedua manik mata Xing'er membulat, lagi-lagi dia merutuki Yan Xun seperti biasanya yang selalu memberinya tugas di luar keahliannya.
Padahal Xing'er bekerja sebagai tim marketing, tapi setiap harinya ada saja pekerjaan di luar kendalinya yang Yan Xun berikan padanya dan entah apa tujuannya yang pasti Xing'er hanya menangkap jika Yan Xun sedang menguji ketahan mentalnya dan berapa lama dirinya bisa bertahan di perusahaannya.
"B-baik Pak … dasar manusia berkepala ba*i," umpat Xing'er dalam hati tapi bibirnya sedang tersenyum pada Yan Xun.
Yan Xun mengangguk, dia menepuk kepala Xing'er sembari melontarkan pujiannya pada karyawan sekaligus teman sekolahnya. "Anak baik."
"Cih, berani menyentuhku lagi akan aku potong tanganmu itu dasar tidak punya hati," umpat Xing'er lagi.
Ia menjatuhkan bokongnya ke atas kursi dan menatap getir tumpukan file diatas mejanya. "Yan Xun oh Yan Xun, sebenarnya apa yang kau inginkan dariku kau ingin aku mati karena file-file ini," gumamnya lemas kemudian fokusnya teralihkan pada ponselnya yang bergetar tanda pesan masuk.
Niang cerewet: " Jangan lupa sore ini kau ada janji dengan Mu Yao, jangan kecewakan Niang mu ini!"
"Jangan mencoba beralasan!" Pesan berisi ancaman kembali diterimanya saat ia hendak membalas pesan ibunya dengan alasan lembur.
Usai membaca pesan dari ibunya yang terus mengatur jadwal berkencan dia terlihat frustasi, ingin rasanya Xing'er pindah planet agar tidak menemui orang-orang yang terus menekannya setiap hari karena statusnya yang jomblo.
"Aiyo! Sebenarnya ada apa dengan diriku, kenapa semua orang suka sekali membuatku berada dalam kesulitan," rengeknya sambil menenggelamkan wajahnya di meja dan di detik berikutnya dia mengangkat wajahnya dan kembali bersemangat untuk mengerjakan pekerjaannya.
"Aku harus semangat, ingat tidak apa-apa hidup menjomblo asalkan banyak uang para buaya si*alan itu pasti akan datang menghampiri lagi." Xing'er menganggukan kepalanya dan mengepalkan tangan penuh semangat.
Satu jam kemudian.
Xing'er yang semula sangat bersemangat kini mulai kembali layu dan mengeluh, entah kemana semangatnya yang baru saja membara bak api itu pergi sekarang yang ada hanya gerutuan dan rengekan yang terdengar dari bibirnya.
"Eh Xing'er, kamu tidak akan pulang?" sapa Jie Li yang sudah menenteng tas di pundaknya.
"Pergilah jangan menggodaku," lesu Xing'er mengerlingkan matanya serta wajah yang ditekuk.
Jie Li tersenyum penuh ide dan menghampiri sahabatnya sambil berbisik. "Kedai sapi ujung jalan sedang mengadakan diskon besar-besaran, ayo kita pergi kesana."
"Jie Li, apa kau tidak lihat pekerjaanku banyak mana bisa pulang sekarang jika aku kabur si kejam itu akan memotong gaji serta bonus tahunan ku," keluh Xing'er.
"Aiyah, apa susahnya istirahat sebentar … eh tadi aku lihat CEO Yan Xun sedang pergi dengan Ti Jun dan aku bisa tebak jika dia tidak akan kembali dalam waktu sebentar jadi zou ba." Jie Li menggerakan kepalanya mengajak Xing'er agar ikut makan malam bersamanya sebentar.
(Zou ba \= kurang lebih artinya ayo pergi)
Gadis itu berpikir sejenak ia menatap wajah sahabatnya yang sedang menunggu persetujuan, setelah berpikir beberapa saat ia pun mengangguk membuat Jie Li tersenyum bahagia dan langsung menarik tangan Xing'er untuk segera pergi ke restoran daging sapi ujung jalan.
Sesampainya mereka di restoran, keduanya duduk di dekat jendela menanti pesanan mereka datang.
"Jie Li, apa kau tidak lihat papan pengumuman di depan bilang diskon hanya untuk orang berpasangan saja," kata Xing'er curiga.
"Benar," jawab Jie Li singkat.
"Lalu kenapa kau mengajakku kesini, itu berarti kita tidak mendapatkan diskon."
Gadis berambut kepang itu kembali tersenyum pada Xing'er yang tengah menatapnya curiga. "Siapa bilang kita bukan pasangan, kita itu pasangan paling serasi di dunia ini."
"Apa maksudmu?" Xing'er membulatkan matanya disertai kening berkerut.
"Yo Jie Li katakan, kenapa kau hanya tersenyum seperti itu!" dengus Xing'er sebal pada sahabatnya yang terus tersenyum penuh siasat.
Tangan Jie Li melambai meminta agar Xing'er mendekat padanya, lalu ia berbisik jika dirinya mengatakan pada pelayan restoran kalau ia dan Xing'er adalah sepasang kekasih.
"Apa! Cao ni ma," kesal Xing'er tak habis pikir dengan ide gila sang sahabat.
"Cao ni ma\= sebuah umpatan kasar)
"Ck Xing'er, kau tahukan daging sapi ini sangat enak dan mahal kapan lagi kita bisa makan hidangan ini dengan diskon yang sangat tinggi."
"Jie Li aku tahu, tapi setidaknya kau harus menjaga nama baikku … aku tahu aku sudah lama jomblo tapi aku tidak pernah mau berpikir untuk berpacaran dengan sesama jenis menggelikan," kesal Xing'er.
"Aku tahu, aku juga sama sepertimu masih normal tapi ini demi makan enak … ayolah Jiejie jangan marah hanya satu jam, hoh," bujuk Jie Li mengedip-ngedipkan kelopak matanya.
"Cih, jiejie aku tidak mau jadi kakakmu … sudahlah ini juga tidak buruk daripada aku harus berada di ruangan itu sendirian mengerjakan pekerjaan yang bukan milikku," gerutunya lagi.
"Hihi kau memang jiejie terbaik," puji Jie lie mengangkat kedua jempolnya.
"Cih," decak Xing'er sambil tersenyum lembut.
"Nona ini pesanan anda." Pelayan itu meletakan satu pot daging dengan bumbu coklat serta asap mengepul di atas meja yang ditempati Xing'er dan Jie Li. Pelayan itu memperhatikan kedua pelanggannya, mungkin pelayan pria itu heran dengan wajah kedua pelanggan tersebut mereka memiliki paras yang cantik tapi malah memilih jalan salah.
"Kenapa? Apa kau punya masalah denganku?" tegur Xing'er dengan suara sengaja dibuat berat.
Pelayan itu menggelengkan kepalanya cepat. "T-tidak ada … aku harus cepat pergi jika tidak dia akan membunuhku karena aku pernah dengar pasangan satu jenis lebih jahat dibanding pasangan normal," gumamnya dalam hati. Pelayan itu buru-buru pergi setelah memberikan pesanan milik pasangan tidak normal itu dalam keadaan takut.
Jie Li tertawa saat melihat pelayan itu takut pada Xing'er. "Jiejie, lihat dia takut padamu."
"Heuh jijie, berhenti memanggilku jiejie dan cepat makan aku harus kembali ke kantor."
"Hem," angguk Jie Li keduanya pun kini menikmati makanannya dengan sangat tenang dan diakhir makan malam mereka, Xing'er serta Jie Li mendapatkan sebotol arak gratis sebagai bonus karena menjadi pasangan yang beda di antara pasangan lainnya.
Awal niat mereka hanya untuk sekedar makan, tapi setelah mendapatkan hal baik yaitu arak terbaik di negaranya mereka pun akhirnya minum berulang kali sampai mabuk.
Waktu sudah menunjukan pukul 23,00. Jie Li mengajak Xing'er untuk segera pulang, tetapi Xing'er menolak karena mengingat jika malam ini dirinya harus menemui anak dari teman ibunya dan untuk menghindari perjodohan itu ia lebih memilih tetap di restoran tersebut.
"Baiklah, aku pulang duluan ya bye," pamit Jie Li dia pulang lebih dulu dengan langkah kaki terhuyung akibat mabuk.
Setelah kepergian Jie Li. Xing'er kembali menuangkan air yang ada dalam botol kaca ke cangkir kecilnya, ia menatap cangkir tersebut sambil tersenyum getir.
"Apa salahnya jika tidak menikah? Bukankah mengejar karir lebih hebat dibanding menikah … memiliki pasangan sangat merepotkan bahkan Jie Li saja sering menangis karena disakiti oleh pacarnya yang tidak setia, Niang memang tidak menyayangiku dia ingin aku mati berlumur air mata karena pernikahan," gerutu Xing'er sambil menenggak secangkir arak dalam satu kali minum.
Disaat wanita yang sedang kesal pada ibunya itu masih menggerutu, seorang pria tua dengan pakaian compang camping menghampirinya.
"Putus asa, sulit mendapatkankan pasangan karena ingin mengejar karir, dalam hati begitu banyak tekanan sungguh bernasib malang," cetus pria dengan jenggot panjang putih menghiasi dagunya yang keriput.
Xing'er mengangkat kepalanya dan menatap kakek tua itu setengah sadar. "Kamu siapa?"
"Kamu tidak perlu tahu siapa saya, saya kesini hanya ingin menyampaikan sesuatu." Kakek tua itu memberikan sepasang gantungan kunci dengan giok putih yang menyatu ke tangan Xing'er.
(contoh).
"Pergilah besok ke hutan bambu Jade arahkan kedua gantungan ini ke arah utara maka besok kamu akan menemukan jodohmu disana," papar kakek tua.
"Wah benarkah? Ffftt hahaha pak tua jangan pikir kau bisa menipuku disaat aku mabuk, meskipun aku terkapar di lantai aku tidak akan pernah tertipu oleh siapapun," ujar Xing'er yang merasa pria tua itu ingin mengambil hartanya.
"Terserah padamu saja, aku hanya sekedar membantumu dan ingat gantungan kunci benang merah itu hanya akan berbinar jika berada pada pria yang memang jodohmu."
"Omong kosong," dengus Xing'er mendelik.
"Sudahlah, aku hanya bisa membantumu sampai sini saja kau mau percaya atau tidak semua tergantung padamu," kata kakek tua tersebut, ia beranjak dari duduknya dan tiba-tiba menghilang ketika sudah berada diambang pintu.
"Cih, dasar orang tua sudah bau tanah bukannya tobat malah banyak membual," decak Xing'er meneguk kembali arak terakhirnya sebelum dirinya pulang ke rumah.
.
.
.
.
Bersambung.
Keesokan paginya ketika sang ibu mulai meneriaki dunia mimpinya. Gadis itu tetiba terperanjat dari tidurnya dan menyeka keringat yang memenuhi kening, ia melihat tangannya yang tengah mengepal sesuatu.
"Jadi semalam bukan mimpi?" gumam Xing'er menatap sepasang gantungan kunci benang merah itu sambil mengingat ucapan kakek tua yang menyuruhnya untuk pergi ke hutan bambu.
Xing'er menggelengkan kepalanya, dia berpikir jika semalam dirinya sudah dikerjai oleh Jie Li dan gantungan kunci itu pasti Jie Li yang memberikannya.
Untuk memastikan kebenarannya Xing'er mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas dan menanyakan gantungan benang merah itu pada sahabatnya, tak perlu menunggu lama Jie Li pun menjawab jika dirinya kemarin malam pergi tanpa memberikan apapun pada Xing'er.
"Xing'er, cepatlah ke kantor CEO Yan Xun mencarimu," tambah Jie Li sekaligus memberikan Poto punggung Yan Xun yang sedang berdiri di depan meja Xing'er dengan kepala di edit memakai tanduk merah.
"Katakan padanya hari ini aku tidak akan masuk kerja, aku sakit gara-gara laporan keuangan itu," balas Xing'er meletakan ponselnya kembali.
Ia kembali menatap gantungan tersebut dengan bingung dan seketika suara kakek tua kembali terngiang-ngiang dalam ingatannya.
"Xing'er! Kamu masih belum bangun juga aku dobrak pintu kamar mu ini ya," teriak Jin Cai yang sejak tadi diabaikan oleh putrinya.
"Hah gawat, Niang pasti akan memarahiku karena semalam tidak menemui Mu Yao … aku harus buru-buru pergi dari sini."
Seperti tentara yang dibangunkan oleh komandannya, Xing'er pontang-panting kesana kemari mencari handuknya dan buru-buru untuk membersihkan tubuhnya yang sudah bau jigong.
Dibawah guyuran air yang mengalir jauh lewat pipa paralon rucika, Xing'er kembali memikirkan tentang kakek tua yang menyuruhnya untuk pergi ke hutan bambu dan menemukan jodohnya disana.
"Sst, masa iya sih di hutan bakal ketemu jodoh? Apa jangan-jangan kakek itu utusan siluman kera yang sengaja datang agar aku mau jadi permaisurinya? Ah nggak mungkin, sudahlah Xing'er lupakan hal itu jangan percaya siapa tahu orang itu berniat menipu dan ingin merampok disana, ehm pokoknya aku tidak boleh kesana," kata Xing'er melanjutkan kembali acara mandinya.
.
.
.
.
Hutan bambu Jade.
Sambil membawa ransel besar di punggung, sebelum memasuki hutan bambu Xing'er menatap pintu masuk hutan yang dipenuhi dengan tumbuhan bambu hijau yang menjulang tinggi serta rimbun.
Sepi dan sunyi yang ada hanya suara cuitan burung-burung kecil yang terdengar bernyanyi dari dalam sana.
"Masuk nggak ya? Nggak masuk tanggung, mau masuk tapi takut … foto dulu kali ya buat update, siapa tahu kalau aku hilang mereka bisa menemukanku setelah melihat postingan ini," ucap Xing'er mulai berpose selfie di depan kamera.
Cekrek ..
Cekrek..
"Oke, update dulu pake caption healing setitik semoga saja tidak jadi hilang … sudah selesai, yuk permisi numpang-numpang ya aku kesini cuman mau mastiin apa benar bisa cari jodoh disini," celoteh Xing'er berjalan secara perlahan.
Ia berjalan masuk ke dalam hutan yang sepi sambil berputar, karena takut jika di belakangnya ada orang jahat yang tiba-tiba muncul merampas harta benda miliknya.
Seokkk…
Suara gesekan daun bambu yang tertiup angin cukup membuat bulu kuduk Xing'er merinding. Wanita itu menelan ludahnya secara kasar, dan memasang sikap yang was-was.
"Hantu aku mohon jangan mendekat jangan ganggu aku, aku hanya ingin mencari jodoh … aku lelah dikatain terus perawan tua, kalian mengertikan maksudku … aahh apa itu?" pekik Xing'er berbalik ke belakang saat merasakan ada seseorang yang melintas di belakangnya.
Gadis itu tertawa kecil untuk menetralisir rasa takutnya dan kembali berdialog sendiri, berharap para penghuni disana tidak mengganggunya lagi.
Namun, semakin lama dan masuk lebih dalam lagi ke hutan keadaan semakin mencekam membuat Xing'er ketakutan sehingga ia berniat untuk keluar dari hutan dan tak ingin meneruskan perjalanannya dalam mencari jodohnya.
"Xing'er oh Xing'er sudah aku katakan tidak seharusnya kau mempercayai kata-kata orang tua aneh itu, kau mencari mati sendiri jika begini," gerutunya sambil berjalan cepat dan akhirnya ia berlari mencari jalan keluar.
Disaat wanita itu sedang berlari dengan keadaan panik, tanpa ia sadari sepasang gantungan kunci benang merah yang ia gantungkan di ranselnya tiba-tiba menyala kemudian kabut tebal pun turun menutupi area hutan dan di detik berikutnya—,
Grep.
Arrghhhh!
"Jie Li! Katakan kemana sebenarnya Xing'er pergi?" teriak Yan Xun pada Jie Li.
"A-aku—,"
"Jawab Jie Li!" sentak Yan Xun tak sabar.
"Aku tidak tahu, tadi dia hanya bilang sakit dan setengah jam yang lalu aku lihat dia sedang berada di hutan bambu Jade aku sudah bertanya tapi dia tidak menjawab," jelas Jie Li cepat.
"Apa, hutan bambu Jade?" Yan Xun begitu terkejut dengan keberadaan Xing'er hari ini yang berada di hutan larangan, dia memanggil Ti Jun agar menghubungi tim SAR untuk mencari Xing'er kesana.
Dengan penuh rasa khawatir, Yan Xun bergegas pergi ke hutan tanpa mempedulikan Yao Yao yang memanggilnya memberitahukan jika sebentar lagi rapat akan segera dimulai.
Sambil mengendarai mobilnya secara pribadi dia terus menghubungi ponsel Xing'er berulang kali, semakin tidak dijawab Yan Xun semakin cemas dengan keadaan Xing'er yang masuk ke hutan larangan seorang diri.
Hutan bambu Jade sejak jaman dulu memang terkenal dengan hutan yang tenang dan sunyi, tetapi dibalik ketenangan hutan itu timbul berbagai macam kabar yang mengatakan jika hutan itu sangat mematikan sebab pada masa yang jauh dari kata modern seperti sekarang banyak orang-orang mati mengenaskan disana.
Tidak ada yang tahu mereka mati karena apa, tetapi masyarakat sekitar hanya menyimpulkan jika para korban yang tewas dengan luka tercabik-cabik dan organ dalam hilang meninggal karena diterkam hewan buas dan ada beberapa orang pula yang mengatakan jika di dalam sana terdapat siluman mengerikan yang suka memakan organ dalam manusia yang berani masuk ke dalam hutan dan semenjak munculnya kabar-kabar itu hingga saat ini tidak ada yang berani masuk kesana.
Mengingat semua kabar mengerikan tentang hutan bambu itu, perasaan Yan Xun semakin tidak tenang ia sangat khawatir jika sesuatu terjadi pada teman sekolahnya itu.
"Xing'er, apa yang kau pikirkan kenapa kau bisa berpikir untuk datang ke hutan itu," gumam Yan Xun yang menaikan kecepatan mobilnya.
"Tuan, tim SAR sudah tiba dan langsung melakukan pencarian," laporan Ti Jun lewat sambungan telpon.
"Baik, sebentar lagi aku sampai … Ti Jun, beri tahu Jie Li agar tidak memberitahu orang tua Xing'er dulu tentang putrinya yang masuk ke hutan larangan," balas Yan Xun.
"Baik Tuan," pungkas Ti Jun mengakhiri panggilan teleponnya.
"Xing'er, bertahanlah," lirih Yan Xun.
Setelah menempuh jarak cukup jauh, Yan Xun akhirnya sampai di depan hutan larangan. Dia menatap cemas hutan bambu itu dan memikirkan bagaimana keadaan Xing'er saat ini.
"Tuan," seru Ti Jun menghampiri Yan Xun.
"Bagaimana, apa sudah menemukan Xing'er?"
"Belum Tuan."
"Ck, aku harus mencarinya sendiri."
"Tuan, tunggu tuan di dalam berbahaya biarkan petugas yang mencarinya," kata Ti Jun menahan tangan Yan Xun yang hendak masuk ke dalam hutan.
"Ti Jun lepaskan aku!"
"Tuan, ini berbahaya."
Yan Xun menepis tangan Ti Jun yang mencengkeramnya kuat. "Aku tahu ini berbahaya, mangkanya aku ingin mencari Xing'er … dia ada disana sendirian, mana mungkin aku diam saja disini."
"Tapi Tuan—,"
"Jika kau tidak mau membantu, maka diam disini dan awasi semuanya," dengus Yan Xun. Ia menerobos garis polisi dan masuk ke dalam hutan sambil menyerukan nama Xing'er berharap gadis itu akan menyahut dan menghampirinya dalam keadaan baik-baik saja.
.
.
.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!