Keesokan paginya ketika sang ibu mulai meneriaki dunia mimpinya. Gadis itu tetiba terperanjat dari tidurnya dan menyeka keringat yang memenuhi kening, ia melihat tangannya yang tengah mengepal sesuatu.
"Jadi semalam bukan mimpi?" gumam Xing'er menatap sepasang gantungan kunci benang merah itu sambil mengingat ucapan kakek tua yang menyuruhnya untuk pergi ke hutan bambu.
Xing'er menggelengkan kepalanya, dia berpikir jika semalam dirinya sudah dikerjai oleh Jie Li dan gantungan kunci itu pasti Jie Li yang memberikannya.
Untuk memastikan kebenarannya Xing'er mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas dan menanyakan gantungan benang merah itu pada sahabatnya, tak perlu menunggu lama Jie Li pun menjawab jika dirinya kemarin malam pergi tanpa memberikan apapun pada Xing'er.
"Xing'er, cepatlah ke kantor CEO Yan Xun mencarimu," tambah Jie Li sekaligus memberikan Poto punggung Yan Xun yang sedang berdiri di depan meja Xing'er dengan kepala di edit memakai tanduk merah.
"Katakan padanya hari ini aku tidak akan masuk kerja, aku sakit gara-gara laporan keuangan itu," balas Xing'er meletakan ponselnya kembali.
Ia kembali menatap gantungan tersebut dengan bingung dan seketika suara kakek tua kembali terngiang-ngiang dalam ingatannya.
"Xing'er! Kamu masih belum bangun juga aku dobrak pintu kamar mu ini ya," teriak Jin Cai yang sejak tadi diabaikan oleh putrinya.
"Hah gawat, Niang pasti akan memarahiku karena semalam tidak menemui Mu Yao … aku harus buru-buru pergi dari sini."
Seperti tentara yang dibangunkan oleh komandannya, Xing'er pontang-panting kesana kemari mencari handuknya dan buru-buru untuk membersihkan tubuhnya yang sudah bau jigong.
Dibawah guyuran air yang mengalir jauh lewat pipa paralon rucika, Xing'er kembali memikirkan tentang kakek tua yang menyuruhnya untuk pergi ke hutan bambu dan menemukan jodohnya disana.
"Sst, masa iya sih di hutan bakal ketemu jodoh? Apa jangan-jangan kakek itu utusan siluman kera yang sengaja datang agar aku mau jadi permaisurinya? Ah nggak mungkin, sudahlah Xing'er lupakan hal itu jangan percaya siapa tahu orang itu berniat menipu dan ingin merampok disana, ehm pokoknya aku tidak boleh kesana," kata Xing'er melanjutkan kembali acara mandinya.
.
.
.
.
Hutan bambu Jade.
Sambil membawa ransel besar di punggung, sebelum memasuki hutan bambu Xing'er menatap pintu masuk hutan yang dipenuhi dengan tumbuhan bambu hijau yang menjulang tinggi serta rimbun.
Sepi dan sunyi yang ada hanya suara cuitan burung-burung kecil yang terdengar bernyanyi dari dalam sana.
"Masuk nggak ya? Nggak masuk tanggung, mau masuk tapi takut … foto dulu kali ya buat update, siapa tahu kalau aku hilang mereka bisa menemukanku setelah melihat postingan ini," ucap Xing'er mulai berpose selfie di depan kamera.
Cekrek ..
Cekrek..
"Oke, update dulu pake caption healing setitik semoga saja tidak jadi hilang … sudah selesai, yuk permisi numpang-numpang ya aku kesini cuman mau mastiin apa benar bisa cari jodoh disini," celoteh Xing'er berjalan secara perlahan.
Ia berjalan masuk ke dalam hutan yang sepi sambil berputar, karena takut jika di belakangnya ada orang jahat yang tiba-tiba muncul merampas harta benda miliknya.
Seokkk…
Suara gesekan daun bambu yang tertiup angin cukup membuat bulu kuduk Xing'er merinding. Wanita itu menelan ludahnya secara kasar, dan memasang sikap yang was-was.
"Hantu aku mohon jangan mendekat jangan ganggu aku, aku hanya ingin mencari jodoh … aku lelah dikatain terus perawan tua, kalian mengertikan maksudku … aahh apa itu?" pekik Xing'er berbalik ke belakang saat merasakan ada seseorang yang melintas di belakangnya.
Gadis itu tertawa kecil untuk menetralisir rasa takutnya dan kembali berdialog sendiri, berharap para penghuni disana tidak mengganggunya lagi.
Namun, semakin lama dan masuk lebih dalam lagi ke hutan keadaan semakin mencekam membuat Xing'er ketakutan sehingga ia berniat untuk keluar dari hutan dan tak ingin meneruskan perjalanannya dalam mencari jodohnya.
"Xing'er oh Xing'er sudah aku katakan tidak seharusnya kau mempercayai kata-kata orang tua aneh itu, kau mencari mati sendiri jika begini," gerutunya sambil berjalan cepat dan akhirnya ia berlari mencari jalan keluar.
Disaat wanita itu sedang berlari dengan keadaan panik, tanpa ia sadari sepasang gantungan kunci benang merah yang ia gantungkan di ranselnya tiba-tiba menyala kemudian kabut tebal pun turun menutupi area hutan dan di detik berikutnya—,
Grep.
Arrghhhh!
"Jie Li! Katakan kemana sebenarnya Xing'er pergi?" teriak Yan Xun pada Jie Li.
"A-aku—,"
"Jawab Jie Li!" sentak Yan Xun tak sabar.
"Aku tidak tahu, tadi dia hanya bilang sakit dan setengah jam yang lalu aku lihat dia sedang berada di hutan bambu Jade aku sudah bertanya tapi dia tidak menjawab," jelas Jie Li cepat.
"Apa, hutan bambu Jade?" Yan Xun begitu terkejut dengan keberadaan Xing'er hari ini yang berada di hutan larangan, dia memanggil Ti Jun agar menghubungi tim SAR untuk mencari Xing'er kesana.
Dengan penuh rasa khawatir, Yan Xun bergegas pergi ke hutan tanpa mempedulikan Yao Yao yang memanggilnya memberitahukan jika sebentar lagi rapat akan segera dimulai.
Sambil mengendarai mobilnya secara pribadi dia terus menghubungi ponsel Xing'er berulang kali, semakin tidak dijawab Yan Xun semakin cemas dengan keadaan Xing'er yang masuk ke hutan larangan seorang diri.
Hutan bambu Jade sejak jaman dulu memang terkenal dengan hutan yang tenang dan sunyi, tetapi dibalik ketenangan hutan itu timbul berbagai macam kabar yang mengatakan jika hutan itu sangat mematikan sebab pada masa yang jauh dari kata modern seperti sekarang banyak orang-orang mati mengenaskan disana.
Tidak ada yang tahu mereka mati karena apa, tetapi masyarakat sekitar hanya menyimpulkan jika para korban yang tewas dengan luka tercabik-cabik dan organ dalam hilang meninggal karena diterkam hewan buas dan ada beberapa orang pula yang mengatakan jika di dalam sana terdapat siluman mengerikan yang suka memakan organ dalam manusia yang berani masuk ke dalam hutan dan semenjak munculnya kabar-kabar itu hingga saat ini tidak ada yang berani masuk kesana.
Mengingat semua kabar mengerikan tentang hutan bambu itu, perasaan Yan Xun semakin tidak tenang ia sangat khawatir jika sesuatu terjadi pada teman sekolahnya itu.
"Xing'er, apa yang kau pikirkan kenapa kau bisa berpikir untuk datang ke hutan itu," gumam Yan Xun yang menaikan kecepatan mobilnya.
"Tuan, tim SAR sudah tiba dan langsung melakukan pencarian," laporan Ti Jun lewat sambungan telpon.
"Baik, sebentar lagi aku sampai … Ti Jun, beri tahu Jie Li agar tidak memberitahu orang tua Xing'er dulu tentang putrinya yang masuk ke hutan larangan," balas Yan Xun.
"Baik Tuan," pungkas Ti Jun mengakhiri panggilan teleponnya.
"Xing'er, bertahanlah," lirih Yan Xun.
Setelah menempuh jarak cukup jauh, Yan Xun akhirnya sampai di depan hutan larangan. Dia menatap cemas hutan bambu itu dan memikirkan bagaimana keadaan Xing'er saat ini.
"Tuan," seru Ti Jun menghampiri Yan Xun.
"Bagaimana, apa sudah menemukan Xing'er?"
"Belum Tuan."
"Ck, aku harus mencarinya sendiri."
"Tuan, tunggu tuan di dalam berbahaya biarkan petugas yang mencarinya," kata Ti Jun menahan tangan Yan Xun yang hendak masuk ke dalam hutan.
"Ti Jun lepaskan aku!"
"Tuan, ini berbahaya."
Yan Xun menepis tangan Ti Jun yang mencengkeramnya kuat. "Aku tahu ini berbahaya, mangkanya aku ingin mencari Xing'er … dia ada disana sendirian, mana mungkin aku diam saja disini."
"Tapi Tuan—,"
"Jika kau tidak mau membantu, maka diam disini dan awasi semuanya," dengus Yan Xun. Ia menerobos garis polisi dan masuk ke dalam hutan sambil menyerukan nama Xing'er berharap gadis itu akan menyahut dan menghampirinya dalam keadaan baik-baik saja.
.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments