Wanita Pengundang Petaka

Wanita Pengundang Petaka

wanita pengundang petaka

"Innalilahi wa innailaihi ro'jiun. Telah berpulang ke Rahmatullah atas nama ibu Zulaikha, istri dari bapak Nasrudin sore tadi, yang in sya Allah akan dikebumikan besok di pemakaman desa jam 10 pagi." Terdengar sebuah suara dari pengeras mesjid desa

Pengumuman tersebut sontak saja membuat aku dan istri terkejut dan saling pandang

Pasalnya nama yang baru saja disebutkan adalah tetangga yang pagi tadi bertandang kerumah sambil membawa setandan pisang di beri pada kami.

Namaku Rohiman, aku dan istri baru saja tiba di desa ini pagi kemarin. Yah, kami adalah penduduk baru di desa ini.

Desa ini masih asri karena terletak jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota, penduduknya yang ramah juga membuat kami memutuskan pindah jauh dari kota ke desa ini

Namun, entah mengapa perasaanku tiba-tiba saja menjadi tak enak setelah mendengar berita duka tersebut. Pasalnya baru sehari di desa ini, kami sudah di sambut dengan berita duka.

Entah, kepindahan kami ke desa ini sudah tepat atau tidak.

"Mas, kok masih bengong. Ayo" sahut suara istriku yang sudah berdiri di depan pintu, lengkap dengan jilbab instan menutupi rambutnya

"Loh, mau kemana dek" tanyaku bingung

"Piye to mas. aku loh ngajak sampean neng omae buk zulaikha. Bengong aja kamu tuh mas" ujar istriku dengan logat Jawa nya yang khas.

(Aku ngajak kamu ke rumah Bu Zulaikha)

Istriku berasal dari keluarga Jawa, yang berarti ia suku Jawa. Walaupun tinggal di kota, namun keseharian nya dalam rumah bersama orang tuanya tetap menggunakan bahasa Jawa.

Aku yang bukan dari suku jawapun sudah mengerti apa yang ia ucapkan, walau belum bisa mengucapkannya

"Lah. Masa sih" ujarku bingung namun tetap melangkah menuju istriku

"Ishh, kamu tuh mas. Masak ada tetangga meninggal kita Ndak ngeliat" kesal istriku

"Iya iya. Maaf, tadi mas bingung aja"

" Bingung ngopo mas?"

(Bingung kenapa mas)

"Masa iya kita baru sehari disini udah di sambut sama berita duka" ujarku sedikit berbisik, pasalnya saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah duka bersama beberapa warga desa ini

"Ish.. kamu tuh mas. Yo Ndak ada lah sangkut pautnya sama kedatangan kita. buk Zulaikha gak enek wes takdir e gusti Allah"

(Kematiannya Bu Zulaikha itu sudah takdir dari Gusti Allah)

Apa kata istriku ada benarnya, entah mengapa aku jadi parnoan. Aku merasa seperti dekat dengan hal mistis walau aku yakin tak pernah melihat dan mengalaminya

Terdengar Isak tangis dari dalam rumah Bu Zulaikha. Kami tak bisa memasuki rumah Almarhumah karena banyaknya tetangga yang ikut melihat kondisi jasad Bu Zulaikha

Aku lebih memilih bergabung bersama para bapak bapak yang sedang memasang tenda di halaman rumah Bu Zulaikha

Sementara istriku menyapa beberapa ibu ibu yang baru datang

Pekarangan rumah Bu Zulaikha lumayan luas dengan 2 pohon jambu tumbuh kokoh dengan daun yang lebat. Terdapat beberapa helai daun jambu berserakan di tanah, memenuhi sekitar pohon jambu tersebut

"Mas ini, penduduk baru kan. Perkenalkan saya Mujito," ucap seorang bapak menghampiri ku. Yang kutaksir umurnya sekitar 50an lebih

"Eh, iya pak. Saya baru pindah kemarin. Nama saya Rohiman" ucapku menyalami tangannya

"Mas ini yang tinggal 2 rumah setelah rumah Bu Zulaikha kan?" Tanya nya

"Iya mas" jawabku

Terdengar keributan dari arah dalam rumah Bu Zulaikha. Beberapa warga terlihat berdesakan hendak keluar

Sementara di dalam rumah tangisan keluarga Bu Zulaikha semakin kencang

Ada apa gerangan yang terjadi ?

Hingga telingaku menangkap sebuah teriakan dari arah rumah

"mlayu...mlayu!"

(Lari..lari..)

"Mlayu... Mayit e urip maneh!"

(Mayatnya hidup lagi)

Teriakan teriakan warga yang berhamburan keluar tentu saja membuat aku kaget bukan main.

Mengapa mayat bisa hidup kembali

Gegas aku mencari istriku Laras. Kudapati ia sedang berdiri kaku di samping pintu masuk rumah Bu Zulaikha

Raut wajahnya terlihat takut dengan mata terus menghadap ke jasad Bu Zulaikha yang sedang duduk memandang kosong ke arahnya

Tak ia perdulikan beberapa warga yang menyenggol bahunya keras karena berlari keluar dari rumah

Gegas ku tarik badannya menjauh dari tempatnya berdiri terpaku

Jasad Bu Zulaikha di letakkan di ruang tamu rumah ini. Sehingga orang lebih leluasa melihat keadaan jasadnya

"Dek.. dek.. sadar dek," panggilku namun tak mendapat respon darinya

"Dek.. istighfar, jangan sampai kosong pikiran adek," ku goyangkan tubuhnya. Namun nihil, pandangannya tak berubah sama sekali. Tetap kosong

Degh...

Sebua tangan memegang bahuku. Tangan putih dan keriput.

Dengan suasana seperti ini, tentu saja rasa takut lebih mendominasi diriku

"Mas. Sebaiknya istri sampeyan di bawa pulang saja. Dia terlihat syok. Mungkin ini pertama kalinya ia melihat mayat hidup kembali," ujar pak Mujito yang ternyata pemilik tangan tersebut

"I..iya pak. Sepertinya begitu. Kalau begitu saya permisi dulu." pamitku lalu membawa istriku yang masih belum sadar pulang ke rumah

"Aaaaaaaaaaaa!"

Masih setengah jalan kami berjalan, istriku sudah berteriak kencang sambil menarik rambutnya dengan raut wajah ketakutan

Membuat beberapa warga yang berjalan pulang melihat heran ke arah kami

"Dek.. ini mas dek. Istighfar dek. Astaghfirullah ha adzim," ucapku ke istri sembari memeluknyay

"Cepat bawa pulang istrinya mas. Mungkin syok mas." ucap salah satu wanita bertubuh tambun

"M.. mas.. aku takut mas. Takut!" ujar istriku dengan tubuh gemetaran

"Ndak apa apa dek. Ada mas disini" ujarku menenangkan walau aku sendiri sebenarnya takut bukan main

"Astaghfirullah, dek. Ya Allah"

Laras tiba tiba pingsan setelah kembali berteriak lagi. Segera ku bopong dirinya dan kubawa pulang

*****

Terang berganti gelap, dan aku masih setia menemani Laras istriku yang masih setia dengan mata terpejam. Dan betapa senang nya hati ini kala melihat mata cantik Laras mulai terbuka perlahan.

"Alhamdulillah, dek. Kamu sudah sadar. Ini minum dulu," ucapku memberi segelas air pada Laras

"Mas, aku kenapa?" Tanyanya

"Kamu pingsan setelah berteriak tak jelas tadi. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?"

"Mas.. mas.. aku takut mas!" Laras kembali gemetar dan langsung memelukku, mungkin ia telah ingat kembali apa yang terjadi di rumah Bu Zulaikha tadi

"Sudah. Ndak apa apa. Kita sudah di rumah. Coba cerita ke mas kamu kenapa." bujuk ku

"Tadi mayat Bu Zulaikha hidup lagi mas," ia mulai bercerita

"Ia, mas sudah tau. Banyak warga melihatnya,"

"Tapi Bu Zulaikha terus menatap ke arahku mas." jelasnya lagi

"Mungkin cuman kebetulan dek,"

"Tapi.. mas tau ndak apa yang ia katakan?" tanyanya

"Apa??"

"Ana sing nggawa bencana menyang desa iki,

" ucap istriku tentu saja membuat ku takut

(Seseorang telah membawa petaka dalam desa ini)

"Mas ngerti kan artinya??"

"Iya, mas ngerti dek. Tapi siapa?" bingungku

"Mas, Ing desa iki kita mung wong anyar. Apa maksude buk Zulaikah itu kita??" ucap istriku

(didesa ini hanya kita yang pendatang baru. Apa mungkin kita yang Bu zulaikha maksud)

"Ah, kamu dek. Tak mungkin, memangnya mengapa kita bisa membawa petaka pada desa ini,"

"Itu yang Ndak aku tau mas!"

Tok.. tok...

"Nuwun Sewu,"

(Permisi)

"Mas, itu ada tamu. Coba mas liat dulu."

Namun diriku masih terdiam di samping Laras. Tak ada niat sedikitpun ingin membuka pintu rumah

"Mas, kamu ini loh. Ada tamu itu," ujar istriku hendak bangun, namun gegas ku tahan tangannya

"Ndak mungkin ada tamu jam segini dek," ucapku gamang

"Jam pira iki mas?"

(Jam berapa ini mas?)

"Jam 2 malam," ucapku sembari menunjuk jam dinding yang ada di kamar kami

"Nuwun Sewu!"

(Permisi)

Kali ini suara tersebut lebih besar dan terdengar berat dengan diiringi gedoran pintu yang semakin kuat, seakan ia tahu bahwa kami yang berada di dalam tak ingin membukakan pintu untuknya.

"Mas..."

******

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!