#4

Udah sekitar 1 jam kami menempuh perjalanan, berarti tinggal 2 jam lagi.

"Mas, mas. Aku kebelet ini!" kata istriku yang sedang kuboncengi

"Tahan dulu dek. Ini masih hutan semua," ucapku

"Udah gak tahan mas." istriku bergerak gelisah

"Eh.. mas, itu di depan ada warung. Singgah situ dulu." ucap istriku tiba tiba menunjuk ke arah warung sederhana tepat dibelakang warung tersebut terdapat sebuah jurang

Seingatku tak ada warung di sekitaran sini. Ini masih dalam wilayah hutan lindung.

Warung sederhana berdinding papan Tanpa polesan cat sedikitpun, dan beratap Rumbia. Nampak sangat kuno sekali.

"Permisi!" ucap istriku memasuki warung

"PER.." ucapanku terhenti ketika ada seorang nenek keluar dari dalam warung

"Cari apa nak?" ucapnya dengan wajah tanpa ekspresi

"Ng.. anu nek. Mau numpang buang air boleh?" ucap istriku sungkan

"Lurus saja kedalam nak. Nanti kamu akan temukan sendiri."

"Terimakasih nek." ucap Istriku berlalu masuk

"Maaf nek. Apa disini ada air mineral?" Tanyaku, bekal air kami sudah habis sepanjang jalan tadi.

"Tidak ada. Hanya air sumur yang dimasak saja," jawabnya masih dengan tanpa ekspresi

"Oh, Ndak apa nek. Bisa saya beli per botol nya?" Tanyaku lagi pelan, takut ia tersinggung

"Ndak usa beli, ambil saja."

"Terimakasih nek," ucapku lalu melangkah ke teko yang terdapat air, kemudian mengisinya ke dalam botol milikku yang isinya telah tandas

"Mas. Ayo buruan mas. Kita tinggalin tempat ini." ucap istriku berbisik, entah kapan dia berada di dekatku

"Kenapa dek?" Tanyaku ikut berbisik

"Lihat nenek itu mas." ucap istriku. Spontan pandangan ku segera terarah ke nenek tersebut

"Astaghfirullah, ayo dek. Cepat naik," ucapku tergesa ingin segera meninggalkan warung ini

Kaki nenek tersebut sudah tak utuh lagi. Kaki nenek tersebut telah membusuk dan terdapat belatung menggerogoti kakinya. Sementara tangannya ternyata ter*potong dan masih mengeluarkan darah

Aku yang melihatnya menahan mual. Bahkan sedari tadi aku tak mencium bau amis darah

"Ayo. Lekas dek!" ujarku lagi pada istri yang baru saja akan menaiki motor

Sementara nenek tersebut telah memasang senyum misterius nya. Terlihat giginya telah menghitam dan dari mulut keluar beberapa belatung juga

Kami sudah berkendara cukup jauh dari warung tersebut, namun anehnya kami belum menemukan satupun rumah penduduk. Bahkan hutannya nampak sama dengan yang kami lalui sebelumnya

"Mas.. itu.. itu.. warung yang tadi mas," ucap istriku histeris menunjuk ke depan

Ucapan istriku benar..didepan kami masih warung yang sama, bukankah kami sudah melaluinya tadi ?

"Mas, gas motornya mas gas. Nenek itu terus menatap ke arah kita mas. Wedi aku!"(aku takut) ucap Laras panik

Nenek tersebut kini sedang duduk tepat di depan warungnya sembari terus menatap ke arah kami dengan senyum menyeramkan

Segera ku gas kembali motorku untuk melaju, namun yang terjadi adalah. Kami masih bertemu warung yang sama.

Ke berhentikan motor sejauh 30 meter sebelum warung tersebut.

"Dek. Kita masih di jalan yang sama," ucapku pada Laras

"Iya mas. Gimana dong?" laras masih panik

"Nduk, kamu salah bawa!"

Nenek tersebut tiba tiba sudah berada di sampingku sembari mempertontonkan giginya yang hitam dan terdapat belatung

"Aaaaaa!" teriakku dan istri bersamaan

Kulajukan kembali motorku tanpa perduli bahwa istriku hampir saja terjatuh akibat ulahku menarik gas tiba tiba

"Mas.. mas lihat itu." ucap Laras menepuk bahuku sambil menunjuk ke arah warung sang nenek

Betapa kagetnya kami, ternyata nenek tersebut sudah berada di tempat duduknya kembali. Bahkan seperti tak bergerak walau seinci pun dari posisi semula kami melihatnya.

"Ya Allah dek. Baca semua doa yang kamu tau. Jangan berhenti membacanya," titahku pada Laras

"Bismillahirrahmanirrahim!" ucapku kembali menarik gas sambil terus membaca ayat kursi dalam hati

Dan akhirnya setelah sekian waktu menempuh perjalanan dengan perasan was was, kamipun keluar dari hutan tersebut, dari jauh sudah nampak gerbang selamat datang ke desa kami.

"Alhamdulillah dek. Kita sudah sampai." ucapku bersyukur

"Iya mas," jawab singkat Laras

Rumah kami sudah terlihat dari kejauhan, ingin rasanya lekas sampai dan berbaring di kasur empuk kami.

Lelah sangat terasa badan ini, bukan hanya badan. Batin pun ikut lelah dan tersiksa oleh kejadian kejadian aneh yang kualami belakangan ini. Semoga tak ada lagi kejadian aneh menimpa ku.

Dari kejauhan kulihat ada kain putih yang di ikat di ujung bambu dan diberdirikan tepat di halaman rumah.

Aku tau pasti bahwa kain tersebut adalah pertanda bahwa keluarga tersebut tengah berduka akibat kehilangan.

Gas semakin ku tarik untuk lebih mendekat. Siapa gerangan tetangga yang meninggal tersebut. Jika di lihat dari mimpiku, maka itu adalah Bu Zulaikha.

Dan benar saja, rumah yang terpasang bendera putih tersebut adalah rumah milik keluarga Bu Zulaikha. Terdapat beberapa bapak bapak yang sibuk memasang tenda

"Pak, siapa yang meninggal?" Tanyaku pada salah satu bapak

"Loh, mas kok tetangga dekatnya Ndak tau sih. Itu, anak bungsunya buk Zulaikha menggal." jawabnya

"Astaghfirullah, kok bisa?" Tanyaku lagi

Kupikir yang meninggal adalah Bu Zulaikha. Apa itu benar benar hanya mimpi. Atau pertanda ??

"Yah, namanya juga ajal mas. Ndak ada yang tau. Tapi sebelum meninggal dia teriak teriak gitu. Hih, seram,"

"Teriak pak ? Emang dia teriak ngomong apa?"

"Katanya 'Ana sing nggawa bencana menyang desa iki' gitu mas!" ucapnya

Kata kata yang sama. Namun yang mengucapkannya berbeda.

"Mana, suaranya bukan seperti anak lelaki pada umumnya lagi. Suaranya seperti nenek nenek begitu. Haduh mas, saya sendiri yang cuman di ceritain ngeri. Apalagi kalau lihat langsung. Duh." ucapnya lagi memasang wajah ketakutan

"Masa sih mas?" Aku masih tak yakin

"Ya Iyo. Mas ini kesini mau bantu bantu kan. Kebetulan kami kurang tenaga. Banyak yang Ndak mau datang lantaran dengar berita yang saya sampaikan ke mas tadi"

"Oh iya mas, tapi saya ke rumah dulu. Simpan tas. Ini baru balik dari rumah mertua, semalam nginep" ujarku

"Lah, istrinya Ndak di bawa toh?"

Pertanyaan bapak tersebut jelas membuat ku bingung. Masa iya, dia tidak melihat istriku

"Loh, itu istri sa..." Ucapan ku terpotong kala melihat tak ada lagi sosok Laras di sekitar motor

Ah, mungkin bosan menungguku yang berbincang hingga ia berjalan lebih dulu menuju rumah

"Mungkin sudah jalan kaki tadi ke rumah pak. Saya pamit dulu, sebentar balik kesini" ucapku tak menghiraukan tatapannya yang seakan mengatakan aku 'wong aneh'

"Lah Laras kemana" ucapku ke diri sendiri

Sesampainya di rumah yang kudapati adalah pintu rumah yang masih tergembok.

Bukankah Laras sudah pulang lebih dulu tadi ?

Tin... Tin..

Terdengar bunyi klakson motor dari arah jalan depan rumah.

"Kamu ini loh mas. Masa aku di tinggal di rumah makan, untung ada pak Mujito tadi. Ish.. kamu mas" ucap istriku Laras Baru saja turun dari motor Scoopy pak Mujito

Jangan tanyakan perasaan ku saat ini. Tentu saja syok, kaget, bingung. Lantas sepanjang jalan tadi siapa yang duduk di belakang ku ?

.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!