Dek..." Panggilku pada Laras yang saat ini sedang mengeluarkan barang barang dari dalam tas
"Opo ?? Kamu tuh mas, kok bisa bisa nya ninggalin istri. Kalau gak ada pak Mujito gimana nasib aku," semprot Laras padaku.
"Tapi dek. Mas beneran gak ninggalin kamu. Mas tadi pulang bener bener boncengi kamu. Setelah kita singgah di warung makan dalam hutan lindung kan kamu yang ngajak pulang!" ucapku membela diri
Aku memang merasa tak meninggalkan nya
"Ndak ada apa apa di hutan lindung mas'e. Yang ada hanya hutan. Kita loh singgahnya di rumah makan 24 jam setelah keluar dari hutan lindung. Ngawur kamu mas," ucap Laras
"Lagian, kelakuan mu selama di rumah makan aneh loh mas," sambungnya
"Aneh gimana?" tanyaku
Laras berhenti sejenak dari kegiatannya lalu menatap serius ke arah ku
"Kamu Ndak inget mas. Beneran?" ucapnya
"Kamu tuh yah, mosok mbak mbak pelayan di sana kamu panggil nenek. Buta kamu mas!" oceh nya
"Terus yah, kamu ngapain ambil air di teko terus di salin di botol gitu. Malu maluin aja. Kan bisa beli air mineral yang botol mas," sambungnya
Cerita Laras sama persisi dengan yang kualami ketika di warung makan nenek tadi. Masa iya itu hanya halusinasi ku saja?
"Terus kamu tiba tiba lari ke arah motor, nancap gas ninggalin aku. Bawa motornya kenceng banget lagi. Sengaja kamu mas?" Laras masih dengan omelannya
"Tau ndak kamu. Aku malu dilihatin sama pelanggan lain. Hampir aja aku nangis, untung ada pak Mujito nyamperin aku," ucap Laras lagi
"Tapi dek, aku bener bener gak ngerasa ninggalin kamu. Yang aku alami itu..."
Menglirlah semua rentetan kejadian yang tadi kualami. Ku ceritakan pada Laras, agar ia tak salah paham padaku.
"Beneran mas?"
"Bener dek. Ndak mungkin aku ninggalin kamu sendirian di sana. Tapi, kok pak Mujito bisa ada di sana?"
"Yo ndak tau. Bisa jadi dia balik kampung juga hari ini. Kan kita semalam ketemu di warung bakso kota,"
"Tapi, apa kamu ndak curiga dek. Kok dia bisa ada di mana kita berada Yo?"
"Kamu itu loh mas. Pak Mujito udah baik nganterin aku, kamu malah su udzon sama dia. Ish kamu mas." kesalnya
"Bukan gitu dek.."
"Udah udah. Kamu Ndak mau pergi ke rumah duka mas." ujar Laras
"Kasihan mbak Zulaikha mas. Pasti sedih banget itu di tinggal anak. Mana anak laki mbak Zulaikha itu cuman si Farhan itu," ucap Laras tiba tiba
"Loh, kamu kok sudah tau. Tadi singgah disitu?" tanyaku heran.
"Enggak. Tadi di kasih tau pak Mujito dijalan." jawabnya
"Sana mandi. Terus pergi bantu bantu di rumah mbak Zulaikha." titah Laras padaku
"Kita ikut pemakamannya saja dek. Mas mau baring dulu Ndak lama. Lagian ini udah jam setengah 10. Gak lama lagi mayatnya di makamkan." ujarku.
"Ya sudah. Aku juga mau masak dulu," istriku berlalu menuju dapur
Betapa segar rasanya ketika air mengguyur tubuh ini. Menghilangkan rasa lengket di badan, penat, dan juga rasa takut yang sedari tadi masih hinggap.
Setelah ritual mandi, aku memilih berbaring sejenak sebelum ikut pergi memakamkan anak Bu Zulaikha.
"Mas.. mas. Bangun mas, udah mau jam 10 ini. Kamu gak ikut ke pemakaman" sahut istriku membangunkan ku
Kubuka mata secara perlahan. Perasaan tidur ku baru 5 menit. Mengapa jam sudah akan menunjukkan angka 10.
Sungguh waktu cepat berlalu
"Kamu itu loh mas, Kebiasaan. Nempel kasur dikit langsung molor. Cepat ganti pakaian, kita ikut ke pemakaman" titah istriku
Gegas ku bangun. Mencuci muka, dan mengganti pakaian. Dan bersama istri menuju rumah duka, terlihat keranda akan di angkat oleh empat orang. Dua di sisi kanan dan dua di sisi kiri.
Saat ini aku sedang berada di pemakaman umum. Ustadz sedang melantunkan surah Al-fatihah dikirim pada almarhum.
"Kamu sudah tau bukan"
Terdengar suara berbisik lirih di telinga ku. Gegas ku menoleh ke kiri dan kanan, namun tak kudapati sosok yg sedang berbisik padaku.
Semua orang terlihat sedang khusyu membaca surah Al-fatihah sambil menundukkan kepala.
Fuuhh...
Kurasakan seseorang meniup tengkuk ku, tubuhku seketika merinding. Dan mengapa orang orang di sekitar ku nampak seperti batu, tak bergerak sama sekali. Semua orang dalam posisi menunduk.
"Mas.. mas.." Laras mengejutkan ku
"Ayo pulang, itu semua orang udah pada pulang. Kamu malah bengong disini" ucap Laras
"Hah.. eh...ayo pulang" ucapku seperti orang linglung
Ya Allah. Apa yang terjadi padaku.
Sepanjang jalan aku masih dengan pemikiran ku yang berada di mana mana, mengapa rentetan peristiwa mistis ini terjadi padaku.
"Man. Rohiman" panggil seseorang yg kutaksir usianya tak jauh berbeda dengan ku
"Eh, iya. Maaf mas, mohon maaf, dengan mas siapa yah?" Tanyaku bingung
Pasalnya aku benar benar tak mengetahui siapa sosok yang mengajak ku bicara. Namun, nampaknya ia sangat akrab denganku, terbukti dari dia yang memanggil ku tanpa embel embel mas
"Lah, kamu ini pikun atau lupa ingatan. Kok bangun dari pingsan gak ngenalin aku toh." ucapnya. Namun, aku masih terdiam, menunggu ia menyebut namanya
"Ini aku loh. Tinan, imtinan. Mosok Ndak ingat sih. Aku loh yang sering bantu kamu nanem kacang di lahan mu ujung sana" ucapnya sembari memutar badan menunjuk ke arah lahan kosong di ujung desa
Lahan yang ia tunjuk memang merupakan lahan ku. Namun rasanya, lahan tersebut sama sekali belum kutanami apa apa.
Lahan tersebut memang sudah dibersihkan dengan menyewa beberapa anak muda untuk di gunakan tenaganya membersihkan lahan tersebut.
Anak muda yang ku sewa pun, ku bawa dari kota. Saat itu rumah yang kutempati sekarang sedang tahap renovasi.
"Tapi seingat ku lahan itu belum ku tanami" ucapku
"Belum ditanami bagaimana. Udah setengah lahan loh kita tanam. Eh, kamu malah pingsan. Dan sampai sekarang belum dilanjutkan"
"Itu yang mau aku tanya. Masih mau lanjut Ndak nanem nya ?? Soalnya aku juga mau nanem padi di sawahku" ucapnya lagi
"Eh.. iya, besok temani aku ke lahan saja. Rumah mu yang mana, nnti ke lahannya naik motor ku saja." usul ku
"Lah, rumahku saja kamu Ndak ingat. Itu loh di lorong sebelah rumah Bu Zulaikha. Pokok'e rumah pertama yang kamu lihat pas masuk lorong itu rumahku. Nanti aku saja yang jalan ke rumah mu, Ndak usah jemput"
Seingatku memang ada jalan kecil di samping rumah Bu Zulaikha.
Rumah Bu Zulaikha dan rumahku berada di jejeran yang sama. Tepatnya berada di jalan poros/utama.
"Oh iya. Apa kamu tau mengapa aku bisa pingsan ? Dan Dimana aku pingsan?" tanyaku
"Mana ku tau kenapa kamu bisa pingsan. Kamu itu pingsannya di lahan, lah wong kita lagi sama sama nanem kacang." Tinan mulai menjelaskan
"Tapi Yah, sebelum kamu pingsan iku. Seingatku ada bapak bapak yang nyamperin kamu, Ndak tau lah siapa bapak itu. Aku Ndak liat, cuman liat punggung nya saja," lanjutnya
Kembali aku terkejut dengan ucapannya. Sungguh, aku sama sekali tak mengingat dengan semua apa yang ia katakan.
Yang kuingat hanyalah semua kejadian yang kualami selama di mimpi.
Atensi ku teralih pada sosok jauh di dalam kebun kelapa sawit. Kebun kelapa sawit tersebut nampak tak terawat dan banyak tanaman liar tumbuh di dalamnya.
Sosok tersebut Nampak samar, namun aku masih ingat jelas siapa sosok itu.
Sosok yang sedang Berdiri diam di samping pohon sawit terdalam, memandang tajam ke arahku.
Nenek di warung kecil.
"Man.. man.. liatin apa toh?"
Pertanyaan Tinan membuatku terkejut dan beralih sejenak menatapnya.
"Itu.. kamu liat Ndak nenek nenek dis.." ucapanku terhenti kala tak lagi ku lihat sosok tersebut
"Jangan ngawur kamu man. Ndak ada siapa siapa disana. Jangan nakutin, kamu Ndak ingat apa 3 hari setelah kamu pindah ke sini, anak pak Ranto yang gadis itu didapat sudah Ndak ada nyawa di dalam sana." Ia menunjuk kebun sawit tadi dengan isyarat mulut
"Hah!"
"Hah hih, hah hih. Kan kamu man orang pertama yang dapat mayat'e." Imtinan berlalu pergi mendahului ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments