"Innalilahi wa innailaihi ro'jiun. Telah berpulang ke Rahmatullah atas nama ibu Zulaikha, istri dari bapak Nasrudin sore tadi, yang in sya Allah akan dikebumikan besok di pemakaman desa jam 10 pagi." Terdengar sebuah suara dari pengeras mesjid desa
Pengumuman tersebut sontak saja membuat aku dan istri terkejut dan saling pandang
Pasalnya nama yang baru saja disebutkan adalah tetangga yang pagi tadi bertandang kerumah sambil membawa setandan pisang di beri pada kami.
Namaku Rohiman, aku dan istri baru saja tiba di desa ini pagi kemarin. Yah, kami adalah penduduk baru di desa ini.
Desa ini masih asri karena terletak jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota, penduduknya yang ramah juga membuat kami memutuskan pindah jauh dari kota ke desa ini
Namun, entah mengapa perasaanku tiba-tiba saja menjadi tak enak setelah mendengar berita duka tersebut. Pasalnya baru sehari di desa ini, kami sudah di sambut dengan berita duka.
Entah, kepindahan kami ke desa ini sudah tepat atau tidak.
"Mas, kok masih bengong. Ayo" sahut suara istriku yang sudah berdiri di depan pintu, lengkap dengan jilbab instan menutupi rambutnya
"Loh, mau kemana dek" tanyaku bingung
"Piye to mas. aku loh ngajak sampean neng omae buk zulaikha. Bengong aja kamu tuh mas" ujar istriku dengan logat Jawa nya yang khas.
(Aku ngajak kamu ke rumah Bu Zulaikha)
Istriku berasal dari keluarga Jawa, yang berarti ia suku Jawa. Walaupun tinggal di kota, namun keseharian nya dalam rumah bersama orang tuanya tetap menggunakan bahasa Jawa.
Aku yang bukan dari suku jawapun sudah mengerti apa yang ia ucapkan, walau belum bisa mengucapkannya
"Lah. Masa sih" ujarku bingung namun tetap melangkah menuju istriku
"Ishh, kamu tuh mas. Masak ada tetangga meninggal kita Ndak ngeliat" kesal istriku
"Iya iya. Maaf, tadi mas bingung aja"
" Bingung ngopo mas?"
(Bingung kenapa mas)
"Masa iya kita baru sehari disini udah di sambut sama berita duka" ujarku sedikit berbisik, pasalnya saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah duka bersama beberapa warga desa ini
"Ish.. kamu tuh mas. Yo Ndak ada lah sangkut pautnya sama kedatangan kita. buk Zulaikha gak enek wes takdir e gusti Allah"
(Kematiannya Bu Zulaikha itu sudah takdir dari Gusti Allah)
Apa kata istriku ada benarnya, entah mengapa aku jadi parnoan. Aku merasa seperti dekat dengan hal mistis walau aku yakin tak pernah melihat dan mengalaminya
Terdengar Isak tangis dari dalam rumah Bu Zulaikha. Kami tak bisa memasuki rumah Almarhumah karena banyaknya tetangga yang ikut melihat kondisi jasad Bu Zulaikha
Aku lebih memilih bergabung bersama para bapak bapak yang sedang memasang tenda di halaman rumah Bu Zulaikha
Sementara istriku menyapa beberapa ibu ibu yang baru datang
Pekarangan rumah Bu Zulaikha lumayan luas dengan 2 pohon jambu tumbuh kokoh dengan daun yang lebat. Terdapat beberapa helai daun jambu berserakan di tanah, memenuhi sekitar pohon jambu tersebut
"Mas ini, penduduk baru kan. Perkenalkan saya Mujito," ucap seorang bapak menghampiri ku. Yang kutaksir umurnya sekitar 50an lebih
"Eh, iya pak. Saya baru pindah kemarin. Nama saya Rohiman" ucapku menyalami tangannya
"Mas ini yang tinggal 2 rumah setelah rumah Bu Zulaikha kan?" Tanya nya
"Iya mas" jawabku
Terdengar keributan dari arah dalam rumah Bu Zulaikha. Beberapa warga terlihat berdesakan hendak keluar
Sementara di dalam rumah tangisan keluarga Bu Zulaikha semakin kencang
Ada apa gerangan yang terjadi ?
Hingga telingaku menangkap sebuah teriakan dari arah rumah
"mlayu...mlayu!"
(Lari..lari..)
"Mlayu... Mayit e urip maneh!"
(Mayatnya hidup lagi)
Teriakan teriakan warga yang berhamburan keluar tentu saja membuat aku kaget bukan main.
Mengapa mayat bisa hidup kembali
Gegas aku mencari istriku Laras. Kudapati ia sedang berdiri kaku di samping pintu masuk rumah Bu Zulaikha
Raut wajahnya terlihat takut dengan mata terus menghadap ke jasad Bu Zulaikha yang sedang duduk memandang kosong ke arahnya
Tak ia perdulikan beberapa warga yang menyenggol bahunya keras karena berlari keluar dari rumah
Gegas ku tarik badannya menjauh dari tempatnya berdiri terpaku
Jasad Bu Zulaikha di letakkan di ruang tamu rumah ini. Sehingga orang lebih leluasa melihat keadaan jasadnya
"Dek.. dek.. sadar dek," panggilku namun tak mendapat respon darinya
"Dek.. istighfar, jangan sampai kosong pikiran adek," ku goyangkan tubuhnya. Namun nihil, pandangannya tak berubah sama sekali. Tetap kosong
Degh...
Sebua tangan memegang bahuku. Tangan putih dan keriput.
Dengan suasana seperti ini, tentu saja rasa takut lebih mendominasi diriku
"Mas. Sebaiknya istri sampeyan di bawa pulang saja. Dia terlihat syok. Mungkin ini pertama kalinya ia melihat mayat hidup kembali," ujar pak Mujito yang ternyata pemilik tangan tersebut
"I..iya pak. Sepertinya begitu. Kalau begitu saya permisi dulu." pamitku lalu membawa istriku yang masih belum sadar pulang ke rumah
"Aaaaaaaaaaaa!"
Masih setengah jalan kami berjalan, istriku sudah berteriak kencang sambil menarik rambutnya dengan raut wajah ketakutan
Membuat beberapa warga yang berjalan pulang melihat heran ke arah kami
"Dek.. ini mas dek. Istighfar dek. Astaghfirullah ha adzim," ucapku ke istri sembari memeluknyay
"Cepat bawa pulang istrinya mas. Mungkin syok mas." ucap salah satu wanita bertubuh tambun
"M.. mas.. aku takut mas. Takut!" ujar istriku dengan tubuh gemetaran
"Ndak apa apa dek. Ada mas disini" ujarku menenangkan walau aku sendiri sebenarnya takut bukan main
"Astaghfirullah, dek. Ya Allah"
Laras tiba tiba pingsan setelah kembali berteriak lagi. Segera ku bopong dirinya dan kubawa pulang
*****
Terang berganti gelap, dan aku masih setia menemani Laras istriku yang masih setia dengan mata terpejam. Dan betapa senang nya hati ini kala melihat mata cantik Laras mulai terbuka perlahan.
"Alhamdulillah, dek. Kamu sudah sadar. Ini minum dulu," ucapku memberi segelas air pada Laras
"Mas, aku kenapa?" Tanyanya
"Kamu pingsan setelah berteriak tak jelas tadi. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?"
"Mas.. mas.. aku takut mas!" Laras kembali gemetar dan langsung memelukku, mungkin ia telah ingat kembali apa yang terjadi di rumah Bu Zulaikha tadi
"Sudah. Ndak apa apa. Kita sudah di rumah. Coba cerita ke mas kamu kenapa." bujuk ku
"Tadi mayat Bu Zulaikha hidup lagi mas," ia mulai bercerita
"Ia, mas sudah tau. Banyak warga melihatnya,"
"Tapi Bu Zulaikha terus menatap ke arahku mas." jelasnya lagi
"Mungkin cuman kebetulan dek,"
"Tapi.. mas tau ndak apa yang ia katakan?" tanyanya
"Apa??"
"Ana sing nggawa bencana menyang desa iki,
" ucap istriku tentu saja membuat ku takut
(Seseorang telah membawa petaka dalam desa ini)
"Mas ngerti kan artinya??"
"Iya, mas ngerti dek. Tapi siapa?" bingungku
"Mas, Ing desa iki kita mung wong anyar. Apa maksude buk Zulaikah itu kita??" ucap istriku
(didesa ini hanya kita yang pendatang baru. Apa mungkin kita yang Bu zulaikha maksud)
"Ah, kamu dek. Tak mungkin, memangnya mengapa kita bisa membawa petaka pada desa ini,"
"Itu yang Ndak aku tau mas!"
Tok.. tok...
"Nuwun Sewu,"
(Permisi)
"Mas, itu ada tamu. Coba mas liat dulu."
Namun diriku masih terdiam di samping Laras. Tak ada niat sedikitpun ingin membuka pintu rumah
"Mas, kamu ini loh. Ada tamu itu," ujar istriku hendak bangun, namun gegas ku tahan tangannya
"Ndak mungkin ada tamu jam segini dek," ucapku gamang
"Jam pira iki mas?"
(Jam berapa ini mas?)
"Jam 2 malam," ucapku sembari menunjuk jam dinding yang ada di kamar kami
"Nuwun Sewu!"
(Permisi)
Kali ini suara tersebut lebih besar dan terdengar berat dengan diiringi gedoran pintu yang semakin kuat, seakan ia tahu bahwa kami yang berada di dalam tak ingin membukakan pintu untuknya.
"Mas..."
******
"Mas..." Panggil lirih suara misterius yang tadi memberi salam
Suasana hening sejenak dengan aura mistis yang terasa sangat kental
"Mas," lagi, suara lirihan tersebut kembali terdengar, nampak Laras yang seakan celingak-celinguk mencari sesuatu
"Tolong buka pintunya!"
Kini suara tersebut seperti berbisik, namun terasa benar benar dekat dengan kami
"Mas, suaranya dari jendela mas. Aku takut," bisik Laras
Walau sebenarnya nyali ini juga sudah sedari tadi menciut. Namun, tetap ku beranikan diri agar bisa melindungi Laras.
"Ndak usah dihiraukan dek. Pura pura ndak dengar saja."
"Yo Ndak bisa mas. Orangnya loh sudah disini." ucap istriku terkesan datar
Ucapan istriku sontak saja membuatku terkejut dan merinding di saat bersamaan.
Suasana di kamar seketika berubah menjadi suram dan serasa pengap. Tengkuk ku dingin secara tiba tiba
Dan kini aku merasakan aura seseorang yang sedang berdiri tepat di belakangku
"Dek. Kamu kenapa?" Tanyaku pada istri yang kini duduk diam mematung dengan tubuh kaku dan mata melotot
Akupun memberanikan diri memutar kepala ke arah belakang tubuhku, dan seketika membuat ku menyesal
"Astaghfirullah.. ya Allah!" ucapku terkejut hampir jatuh dari ranjang
Sementara istriku masih dalam posisi yang sama
Dihadapan ku kini berdiri sosok nenek yang sangat menyerupai tetangga ku yang baru saja meninggal, Bu Zulaikha. Namun, dengan usia yang lebih tua.
Rambutnya putihnya terurai kusut, berantakan tak teratur. Mata hitamnya melotot ke arahku.
Tangannya mulai terulur padaku. Nampak jelas kuku jarinya panjang dan menghitam.
"A..Allahulaiil.. ha.. i.. iii," lidahku kelu ketika akan membaca ayat kursi.
"TERKUTUK!"
ucap sosok tersebut dengan mulut lebar menganga, menampakkan gigi runcing nan hitam miliknya. Ia menerjang ke arahku, mencekikku.
"Aaaaaaaaa!"
"Tidak... Tolong, jangan," teriakku namun entah mengapa Laras seakan tak mendengar dan masih setia pada posisi semula
Hingga sayup sayup kesadaran ku mulai terkikis sejalan dengan nafasku yang mulai tersengal.
******
"Mas.. bangun mas," sayup kudengar suara Laras memanggilku
"Mas Rohim..." panggil Laras ketika aku sudah membuka mata
"Laras. Kamu Ndak apa apa?" Tanyaku segera bangkit dari pembaringan seraya memeriksa keadaan istriku
"Lah kok aku mas. Kamu yang apa apa. Kamu pingsan udah 2 hari loh mas. Kupikir kamu sudah meninggal mas," ucap Laras dengan mata memerah menahan tangis
"Hah, aku pingsan. Lah, bukannya kamu yang pingsan sehabis kita dari rum..." Ucapanku terjeda ketika menyadari ada sosok lain di dalam kamar kami
"Loh, pak Mujito?" kataku pada sosok pak Mujito yang sedang berdiri tegap di samping ranjang
"Loh, mas sudah tau saya toh. Padahal saya baru kali pertama ini loh ngeliat mas nya," ucap pak Mujito
"Mas kenal darimana?" Tanya istriku heran
"Kan tetangga kita dek," ucapku
"Tetangga sebelah desa mas. Emang mas udah pernah ke desa sebelah."
"Eh, Ng itu. Mas banyak dengar dari omongan orang tentang pak Mujidi," kilahku
Tak mungkin juga aku mengatakan jika ia kutemui dalam mimpi. Tapi mimpi tersebut benar benar terasa nyata. Hingga membuatku bingung dengan keadaan saat ini
Apakah aku masih dalam mimpi atau tidak
"Dek, coba cubit mas." titah ku pada Laras
" Ojo aneh-aneh mas, baru sadar malah minta cubit," kata Laras
"Cubit saja." titahku lagi
"Akh.. sakit dek!" keluhku mengusap paha bekas cubitan Laras
"Lah, tadi minta cubit." ujar Laras
"Pak Mujito ini jago akupuntur yah," ucapku ketika melihat pak Mujito membersihkan jarum jarum akupuntur nya, sepertinya habis ia gunakan untukku
"Lah, katanya kenal saya dari orang orang. Kok Ndak tau saya bisa akupuntur," kata pak Mujidi heran
"Oh.. itu.." aku tergagap, bingung mau jawab apa
"Suami saya Ndak apa apa kan pak?" Tanya Laras pada pak Mujidi
Terimakasih telah menyelamatkan ku Laras
"Melihat tindakan mas Rohiman ketika sadar tadi. Sepertinya dia Sudah sehat dan bugar kembali," jelas pak Mujidi
"akh.. it.. itu buk zulaikha kan!" kaget ku setelah melihat sosok yang baru saja melewati pintu kamar
Dia benar benar Bu Zulaikha. Jadi, aku benar benar hanya bermimpi
"Kamu kenapa sih mas. Iya itu bu Zulaikha. Bukannya udah biasa ketemu, kok kaya ngeliat hantu gitu sih mas," ucap Laras
"Kamu juga lihat dek yang barusan lewat?" tanyaku
"Ya iyalah aku lihat. Badan buk Zulaikha Segede itu mosok aku Ndak lihat mas." ucap istriku
"Ng.. ngapain Buk Zulaikha ke rumah kita dek?" Tanyaku lagi terbata
"Numpang nyuci. Mesinnya eror katanya," jawab istriku
Sementara aku masih terdiam merasa semua ini benar benar tak masuk akal. Jika iya itu hanya mimpi, mengapa pak Mujito benar benar ada di kehidupan nyata
"Mas.. kok malah bengong sih?"" Laras mengguncang tubuh ku
"Eh, iya dek. Loh, pak Mujito nya mana?" tanyaku ketika tak mendapati lagi sosok tersebut
"Sudah pulang mas. Kamu ini loh mas, tamu pamit kamu malah bengong gitu."
"Dek, mas lapar," keluh ku tak menghiraukan ucapannya
Perutku benar benar keroncongan dan leherku serasa sangat kering. Mungkin karena tidak di isi asupan apapun selama pingsan
"Oalah, tunggu mas, aku ambilin makanan.""
"Ndak usah dek. Siapin saja di atas meja. Mas makan di meja makan saja,"
"Kuat kamu mas?" Tanya Laras
"Iya, kuat. Udah sana kamu siapin makanan nya."
Kaki ini lemas ketika akan menginjak lantai, mungkin karena terbaring di ranjang selama 2 hari jadinya kaki terasa lemas. Atau karena diri ini sangat kelaparan?
"Dek. Ini pisang darimana?" Tanyaku pada Laras ketika Ku lihat terdapat setandan pisang di samping kulkas
"Oh, itu. Dari Bu Zulaikha, pagi tadi dia ngantar kemari," jawab Laras
Hal tersebut tentu membuatku terkejut, pasalnya kejadiannya sama persis dengan yang kualami dalam mimpi. Apa jangan jangan Bu zulaikha juga akan meninggal sore ini
"Dek, sekarang jam berapa?"
"Jam 10 pagi. Kamu kok jadi aneh mas?" Heran istriku
"Oh itu. Kamu abis ini siap siap yah. Mas mau ke rumah sakit buat cek kesehatan ke dokter. Masa iya, mas pingsan selama 2 hari."
Sebenarnya itu hanya alasan ku. Aku merasa baik baik saja. Namun, untuk menghindari berita duka yang mungkin akan tersiar sebentar sore. Aku lebih memilih memeriksa diri ke dokter
"Loh mas. Kan bisa ke pustu terdekat saja. Lagian apa mas kuat bawa motor jarak jauh ke rumah sakit?"
"Bisa. Pustu desa kan gak ada dokternya dek. Untuk lebih memastikan aja." jawabku sembari menyuap makanan ke mulut
"Mas, pendaftaran di rumah sakit loh tutup jam 12. Sementara perjalanan dari desa ke rumah sakit memerlukan waktu 3 jaman. Apa gak sebaiknya besok saja," usul istriku masih enggan pergi
"Kita masuk praktek nya saja dek. Nanti minep dirumah ibuk." usul ku
"Yowes, Aku nurut saja!"
Jawaban istriku tentu saja membuat ku lega. Jadilah kamu hari ini berangkat ke kota dengan alasan ku yang ingin ke praktek dokter di kota.
Kriett...
Pintu dapur yang terhubung ke halaman belakang. Tiba tiba saja terbuka.
"Ras, aku pulang dulu yo. Terimakasih sudah minjemin mesinnya" ucap seseorang yang baru saja masuk
"Astaghfirullah!" ucapku kaget berbarengan dengan Laras
"L.. loh mbak. Bukannya tadi mbak ud.. udah," istriku berkata terbata masih dengan suasana hati yang kaget
"Udah apa Ras. Kamu ini loh Ras, ngomong yang bener. Kayak abis lihat hantu aja. Emang mbak ini hantu apa," ucap Bu Zulaikha
"Ng... Nggak mbak. Tak kirain tadi mbak udah selesai nyucinya, udah pulang. Gitu loh mbak." ujar istriku
"Lah, pulang gimana. Mbak loh baru selesai njemur pakaian. Oh iya, mbak nebeng njemur pakaian sekalian Yo. Entar mbak ambil lagi. Sekalian isi pulsa listrik kamu," ucap Bu Zulaikha
"Eh, mbak. Aku sama mas Rohiman sebentar mau pergi ke kota mbak. Entar kalau mbak mau ambil jemuran nya lewat samping aja gak apa apa kan mbak?"
"Yo Ndak apa apa. Terimakasih loh ini Ras. Besok besok kalau butuh bantuan jangan sungkan sama mbak Yo," ucap Bu Zulaikha
Tempat menjemur pakaian memang agak jauh tempatnya dari tempat mencuci. Pantas saja tadi istriku ketika menyajikan makanan sama sekali tak menyadari kehadiran Bu Zulaikha
"Aku pamit Yo Ras. Mas Rohiman pamit dulu. Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!" jawabku bersamaan dengan Laras
"Mas, itu tadi beneran mbak Zulaikha kan?"
"Dari ciri cirinya memang itu buk Zulaikha dek" jawabku
"Lah terus yang kita lihat sebelumnya siapa mas?"
"Mas juga Ndak tau. Udah udah makan saja. Ndak usah dipikirkan."
..........
Sudah tamat di apk *** dengan judul di balik kematian mereka. Link ada di beranda pribadi.
"Assalamualaikum ibu bapak," salam istriku ketika memasuki rumah mertua
"Waalaikumsalam. Loh nduk, kok Ndak ngabarin kalau mau datang," ucap ibu mertua sembari memeluk istriku erat
"Sehat kamu nduk?" tanyanya padaku
"Alhamdulillah sehat buk," jawabku mencium tangannya
"Ayo mlebu, ibuk kangen kalian, lama Ndak kesini." ucap ibu mertua.
Padahal belum sebulan kami tinggal di desa dia sudah rindu.
"Ini loh buk, mas Rohiman mau berobat ke praktek dokter." ucap istriku
"Lah, jarene sehat. Kok saiki kowe arep menyang dokter?" tanya ibu mertua padaku
(tadi katanya sehat. Kok sekarang mau berobat ke dokter)
"Mas Rohiman baru bangun hari ini buk, pingsan rong dina. Takut aku buk." istriku menjawab
(pingsan selama dua hari)
"Kok iso, piye critane Man?"(Kok bisa, gimana ceritanya Man) ibu mertua mulai menuntut cerita
sementara aku sendiri tak tahu bagaimana ceritanya hingga aku bisa pingsan tak sadarkan diri. Karena yang ku tahu istriku lah yang pingsan.
Namun ternyata itu hanya sebuah mimpi, bahkan Bu Zulaikha pun masih hidup.
"Maaf buk. Aku juga tak tau kenapa bisa pingsan." ucapku jujur
Tak mungkin aku mengatakan kalau yang pingsan itu Laras.
Tatapan ibu mertua teralih pada Laras.
"Aku juga Ndak tahu buk. Tiba tiba ma Rohiman di gotong warga kerumah dalam keadaan pingsan." ucap istriku
"Harus dibawa ke dokter itu, malam ini tidur di sini saja!" ucap ibu mertua pada kami
"Inggih buk!"(iya Bu) jawabku berbarengan dengan istri
Jadilah malam ini aku dan istri mengunjungi praktek dokter. Tempat praktek yang aku dan istri kunjungi lumayan besar. Tempat prakteknya dilengkapi dengan laboratorium dan rawat inap juga.
"Hasil lab bapak semuanya normal, cek urin juga tak bermasalah. Selain pingsan apa bapak ada keluhan lain?" Tanya dokter padaku
"Gak ada dok. Saya gak punya keluhan lain." jawabku
"Saya sarankan bapak di Rontgen saja. Tapi kami tidak memiliki alat Rontgen, saya usulkan bapak ke rumah sakit untuk ronteng!" ucap dokter tersebut yang hanya ku angguki
"Saya resepkan vitamin saja yah pak. Wajah bapak terlihat pucat. Apa bapak kurang tidur?" Tanyanya lagi
"Lah, kurang tidur gimana dok. Suami saya ini loh tidur selama 2 hari. Baru pagi tadi bangunannya!" kali ini istriku yang menjawab
"Oh iya, maaf saya lupa. Ini resepnya pak buk. Silahkan tebus di apotek" ujar dokter
"Terimakasih yah dok. Kami permisi dulu" ujarku di susul oleh istri.
Setelah menebus resep di apotek, kami memutuskan berjalan jalan ke alun alun kota. Menghirup udara malam kita yang tak sejernih desa.
"Mas.. singgah di warung bakso langganan kita dulu yah!" ucap Laras menepuk bahuku
"Oke"
Setelah melewati beberapa tikungan, akhirnya kami sampai di warung bakso kami semasa pacaran dulu.
Dahulu aku kerja di perkantoran dengan posisi sebagai staff biasa. Beruntung aku mendapatkan Laras yang mau makan lesehan dipinggir jalan
'makanan di pinggir jalan lebih mengenyangkan dibanding restoran mewah mas' ucapnya kala itu saat ku tanya apa tak malu makan di emperan jalan
Bagai roda berputar. Saat usia pernikahan ku baru menginjak 3 bulan. Aku terkena PHK masal oleh perusahaan dan tanpa pesangon
Beruntungnya aku masih memiliki sejumlah tabungan kala itu. Dan memutuskan tinggal di desa sebagai petani bermodal
"Mas Rohim, mbak Laras. Baru keliatan lagi. Pesanannya seperti biasa too?" ucap mang Dadang. Penjual bakso langganan kami
"Ini mas. Monggo di makan!" ucapnya dengan menyuguhkan 2 porsi bakso pada kami
"Terimakasih mas." Aku dan istri mulai menyantap bakso.
"Mas.. mas. Itu bukannya orang desa yah. Siapa namanya mas. Aku lupa!" ucap istriku mnunjuk ke arah pintu masuk warung bakso.
"Loh iya ya. Pak Mujito itu!" ucapku sedikit heran, urusan apa yang membuatnya sampai ke tempat ini
"Permisi. Pak Mujito kan?" Ucap istriku tiba tiba sudah berada di dekat pak Mujito.
Warung ini memang tidaklah luas, jika orang berbicara dari pintu depan pun akan terdengar.
"Loh, eh. Mbak Laras, disini juga toh," ucapnya kaku.
Kurasa dia sedari tadi sudah mengetahui keberadaan kami, namun pura pura tak tau saat Laras menghampirinya.
Atau aku yang terlalu curiga ??
"Sini pak. Mari, gabung dengan kami saja. Itu ada mas Rohiman juga." Terlihat istriku menuntun pak Mujito untuk bergabung dengan kami dan kulihat pak Mujidi hanya mengangguk segan.
"Disini juga pak?" tanyaku ketika pak Mujito duduk di bangku sebrang kami.
Sementara Laras sedang memesan satu Porsi bakso lagi untuk pak Mujito.
"Iya mas. Ada urusan sedikit di kota" jawabnya.
"Mas Rohiman sendiri, ada urusan apa ke kota mas. Baru bangun dari pingsan kok langsung perjalanan jauh mas. Ndak baik, takutnya ada apa apa dijalan." ucapnya terlihat prihatin padaku
"Ndak apa apa pak. Ini mau lihat orang tua. Sudah kangen soalnya." bohongku
"Oalah, beruntung orang tuanya punya anak seperti mas ini. Anak anak saya semuanya pada ngerantau lupa pulang," pak Mujito mulai bercerita.
"Yang seumuran sama mas Rohiman apalagi. Saya Ndak tau dimana dia sekarang" lanjutnya dengan wajah sendu
"Anak bapak yang seumuran saya merantau juga?" tanyaku pelan
"Ndak.. di.." ucapan pak Mujito tertahan, matanya menatap terkejut ke arah pintu masuk warung.
Apa gerangan yang di lihatnya hingga terpaku seperti itu.
"Pak.. bapak Ndak apa apa kan?" Ucapku melambaikan tangan di wajahnya.
"Oh. Eh, iya Ndak apa mas. Saya pamit dulu. Ada kepentingan!" ucapnya tergesa lalu keluar dari warung dengan sedikit berlari.
"Loh itu pak Mujito mau kemana mas. Buru buru banget, baksonya udah dipesan," ucap istriku heran dengan tingkah pak Mujito.
"Ndak tau dek. Bakso nya tambah satu aja lagi, tapi dibungkus. Buat bapak sama ibuk" ucapku
Setelah selesai makan bakso kami memutuskan untuk pulang saja. Sebenarnya Laras Masih ingin berjalan jalan, namun aku beralasan kurang enak badan
Sedari tadi aku merasakan seperti ada yang memantau dan mengikuti. Maka dari itu aku lebih memutuskan pulang dan menyudahi acara jalan jalan ala istriku.
"Apa kata dokter man?" tanya bapak mertua ku setibanya kami dirumah.
"Sehat buk. Semuanya normal," ucapku
"Kecapekan mungkin kamu Man ngurusi lahan. Tinggal disini saja, kerja kantoran lagi" saran ibu mertua
"Yah Ndak bisa buk. Lahannya tinggal ditanami. Sudah beli bibit juga." ucap istriku memberikan dua mangkok bakso pada kedua mertuaku
"Terimakasih Yo nduk" ucap bapak mertua ke Laras
"Jadi pulang besok" tanya bapak mertua
"Jadi pak" jawabku
"Yasudah, sana istirahat besok perjalanan jauh." ucapnya lagi
Tukk...
Terdengar bunyi lemparan batu tepat di atas genteng tempat ku dan Laras tidur.
Tuk.. tuk..
Gegas ku bangun dan menghampiri jendela kamar untuk melihat siapa gerangan yang menggangu kami di larut malam seperti ini
"Heh, mas. Jangan iseng yah ngerjain orang. Sudah larut loh ini!" ucapku pada sosok yang kutaksir seumuran denganku sedang berdiri diam di bawah pohon halaman rumah mertua dengan wajah pucat
Sudah tua kok kelakuannya kaya anak anak. Apa dia sedang mabok ? Dan tidak sadar bahwa kelakuan nya sangat aneh
"Lekas lah pulang!"
ucapnya samar namun masih bisa tertangkap pendengaran ku.
"Mas, ngapain buka jendela tengah malam gini?" ucap istriku sudah berada tepat di sampingku.
"Adek kok bangun?"
"Gimana gak kebangun, suara kamu besar sekali mas," ucapnya
"Ngomong sama siapa mas?" lanjutnya
"Itu, mas yang it.." ucapanku terhenti ketika tak mendapati sosok tersebut lagi.
"Jangan nakutin deh mas. Gak ada siapa siapa siapa disitu."
"Tapi... Tadi ada dek. Beneran!" aku bersikukuh
"Udah, ayo tidur lagi." ajak Laras lantas ku iyakan. Tak ingin memperpanjang persoalan apa yang ku lihat tadi.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!