Bias Rasa

Bias Rasa

Pria Angkuh

Sudah hampir satu jam aku duduk di lobi kantor Om Hasa, suami dari teman Mama. Aku satu dari tiga orang yang akan melakukan wawancara kerja pagi ini. Sialnya aku orang terakhir yang belum dipanggil. Dua orang sebelumnya keluar dengan wajah kecewa, mungkin mereka tak diterima bekerja di perusahaan itu. Namun, aku cukup yakin kalau aku akan diterima karena Om Hasa dan Tante Ira sudah berjanji akan menerimaku kerja di sana.

“Marissa Indrawan.”

Namaku dipanggil. Aku segera bangkit dan langsung masuk ke dalam sebuah ruangan. Aku tak bisa mendeskripsikan seperti apa ruangan tersebut karena aku hanya fokus pada seorang pria yang duduk di depan sebuah meja.

Jantungku bertabuh kencang. Kupikir orang yang akan mewawancaraiku adalah Om Hasa.

“Duduk,” kata pria itu tanpa menatapku dan malah sibuk menatap layar ponsel, seolah aku tidak penting. Pantas dua orang yang sebelumnya terlihat kecewa, ternyata seperti ini wawancara kerjanya.

“Kenapa masih berdiri?” Dia mengangkat wajah dan menatapku. “Kamu?”

Jantungku mencelus. Kupikir dia akan lupa padaku.

“Mau apa kamu di sini?” tanyanya angkuh.

“Baru jadi karyawan aja udah angkuh banget,” dengkusku seraya duduk. “Om Hasa mana?” tanyaku seraya menatap mata elangnya. Jangan dia pikir aku takut, meski tatapannya terlihat mengintimidasi, tapi aku tidak boleh menunjukkan kalau aku takut padanya.

“Saya yang menggantikannya.”

“Hah?”

“Kalau kamu tidak suka, silakan pergi.”

Jantungku kembali mencelus. Kalau bukan karena formalitas yang dikatakan Om Hasa sebelumnya, aku tidak akan mau duduk di depan pria berblazer coklat muda itu. Melihat mukanya saja sudah membuatku kesal, apalagi mendengar perkataannya.

“Jangan buang-buang waktu, pekerjaan saya masih banyak,” katanya tanpa menoleh dan malah sok sibuk membuka berkas.

“Marissa Indrawan.” Dia menyebut namaku. “Hah?” Tiba-tiba kedua alisnya bertaut dan wajahnya berubah masam. “Kamu membuat cv seperti ini?” Dia menatapku nyalang.

“Maksudnya?” Aku lekas melongok berkas yang dia pegang.

Kurasa tak ada yang salah dengan surat lamaran yang kubuat, meski memang sedikit asal-asalan karena kupikir tidak akan masuk seleksi yang ketat, lagi-lagi semua karena Om Hasa yang bilang kalau tanpa surat lamaran pun aku akan tetap bekerja di sana.

“Pengalaman berharga, pernah menjadi juara satu ajang pencarian bakat menyanyi?” Keningnya kembali bertaut, dia bahkan mengulangi kalimat tersebut sampai dua kali,  kemudian menatapku. “Kamu gila?”

“Loh.” Aku kembali duduk dengan tegak. “Gila gimana? Saya juara satu ajang pencarian bakat menyanyi yang ditayangkan di salah satu televisi nasional. Padahal waktu itu umur saya baru delapan tahun. Cuma kamu yang menganggap saya gila dengan pencapaian saya,” kataku sombong.

Pria sombong memang harus disombongin lagi, iya, ‘kan?

Tiba-tiba dia menjatuhkan berkasku dan memukulkannya ke meja. Jujur aku terkejut, bahkan aku sampai terkesiap dibuatnya.

“Kami mencari desainer interior, bukan penyanyi kelas teri, kamu pikir ini studio rekaman?” tanyanya tak berperasaan. “Perlu kamu tahu, yang ditulis di dalam surat lamaran kerja itu ya seharusnya pengalaman kerja, bukan pengalaman berharga!” Dia kemudian bangkit. “Keluar kamu!” titahnya sembari menunjuk pintu.

Aku hanya bisa mematung dan merasakan debaran yang bergemuruh di balik dadaku.

Seolah belum puas, dia kembali memaki dan menghinaku dengan keras. “Kalau memang kamu jago nyanyi, kenapa nggak jadi penyanyi, kurang laku kamu dipasaran?” cemooh pria bermulut pahit itu.

Aku tidak menyangka akan mendapat hinaan seperti ini. Dengan tetap berada di sana, aku seperti manusia tak punya harga diri. Namun, entah kenapa tubuhku malah tertahan di ruangan terkutuk itu. Seolah aku tengah memberi pria bangsat itu kesempatan untuk mencelaku lagi.

Mata elangnya terus terbeliak menatapku tajam. “Membuat surat lamaran kerja saja tidak becus! Bagaimana kamu bisa kerja di perusahaan ini?” Dia melempar berkas ke wajahku.

Aku terkesiap dan lagi-lagi hanya bisa diam membiarkan dia merobek-robek dan menguliti harga diriku.

“Saya tahu kamu tidak serius untuk pekerjaan ini, jadi, lebih baik kamu keluar dan jangan pernah menampakkan wajah kamu di depan saya!”

Cukup! Kesabaranku sudah habis menghadapi pria terkutuk itu. “Kalau memang ini karena kopi yang saya tumpahkan malam itu, saya sudah meminta maaf, ‘kan? Kenapa masih diperpanjang?”

Dia mendecih. “Begini cara kamu meminta maaf?”

Seperti ada energi yang masuk ke dalam tubuhku kali ini, sehingga aku bisa berdiri dengan tegak dan membuat pembelaan untuk diriku sendiri.

“Coba kamu ingat baik-baik. Saya sudah minta maaf dan saya tidak akan mengulanginya lagi. Kalau memang itu karena jas mahal kamu yang terkena tumpahan air kopi, kamu tinggal laundry saja, masa beli jas mahal mampu, tapi bayar laundry nggak?” cibirku.

“Ssstttt!” Dia mendekat dan menyeret tubuhku ke dinding. Aku akui ada sisi dalam diriku yang berhasil terintimidasi oleh sikap angkuh dan tatapan elangnya, apalagi saat dia mencengkram rahangku dengan satu tangan. “Perusahaan tidak membutuhkan manusia yang memiliki attitude buruk seperti kamu,” desisnya.

“Jangan merasa paling pintar.” Aku mencoba melepaskan cengkramannya. “Kamu tidak tahu siapa saya?” teriakku tak terima. “Keluarga saya cukup dekat dengan pemilik perusahaan ini, jadi, jangan mentang-mentang Om Hasa nunjuk kamu sebagai orang kepercayaannya terus kamu bisa seenak perut menghina saya.”

“Saya nggak peduli apapun hubungan kamu dengan pemilik perusahaan ini.” Dia menghempas rahangku kasar. “Sekarang lebih baik kamu pergi.” Dia lalu mencengkram dan menarik tanganku keluar dari ruangan tersebut.

Di depan pintu dan di depan semua orang dia mengusirku dengan kasar. Aku seperti manusia yang hina yang sudah tak memiliki harga diri.

“Begini cara kamu mewawancarai karyawan baru?” teriakku padanya.

“Nggak ada urusan. Terserah saya mau apa.”

Jantungku semakin bergemuruh penuh amarah. “Aku akan bilang perbuatan kamu sama Om Hasa.”

“Bilang saja, saya tidak takut,” tantang pria itu.

“Kamu akan menyesal. Selain surat peringatan kamu juga akan dipecat dengan tidak hormat, seperti yang sudah kamu lakukan pada saya.”

Bibir pria itu malah tersungging sinis. “Coba saja kalau bisa. Punya kuasa apa kamu di sini, hm?”

“Ingat ya, di atas langit masih ada langit. Jadi, kamu nggak usah sombong.”

“Sissy!” teriak pria itu lantang. “Sissy, kemari kamu!”

Aku terperangah. Ternyata bukan cuma padaku dia bersikap semena-mena, tapi juga pada karyawan lain. Kenapa Om Hasa masih mempertahankan karyawan seperti ini?

“Iya, Pak?” seru wanita yang berdiri di belakangku.

“Kamu buka lowongan kerja yang baru, kalau bisa ajukan persyaratan khusus.”

“Maaf, Pak, sebenarnya semua pelamar diminta untuk mengisi beberapa pertanyaan dan Bapak bisa cek, siapa yang paling bagus jawabannya.”

“Nggak ada yang bagus,” jawab pria itu tegas.

“Jadi, sekarang buka lowongan pekerjaan lagi, Pak?”

“Terserah kamu.” Pria itu hendak menutup pintu ruangannya, namun matanya tertahan padaku.

“Panggil security dan bawa dia keluar.”

“Hah?” Jantungku mencelus dan gemuruh di dada semakin kencang menggema.

Sissy menatapku.

Dongkol, kesal dan marah mengkal di dalam hati. Sial! Kenapa aku harus bertemu dengan pria itu lagi? Apa belum cukup pertemuanku dengannya di pernikahan Ashilla dan Angkasa? Kenapa Tuhan harus mengujiku lagi dengan kejadian ini?

Episodes
1 Pria Angkuh
2 Kerut Senyum di Wajah Mama
3 Ketika Dewa Amor Menancapkan Panahnya
4 Melamunkan Kejadian Kemarin Sore
5 Bergejolak Dipenuhi Amarah
6 Iyash Wiyahasa Ardhana
7 Kabar Duka
8 Melayat
9 Dua Pilihan
10 Pemilik Mata Elang
11 Salah Paham
12 Mengundurkan Diri
13 Pahlawan Berhelm
14 Darah
15 Pahlawan Bertopeng Helm
16 Menjaga Beruang
17 Hanya Membantu
18 Bertemu di Pesawat
19 Dunia Baru Saja Menghampiriku
20 Makan Malam
21 Bercak Darah di Ujung Pita
22 Menyangkal
23 Memberi Makan Beruang
24 Berkumpul
25 Bukan Lelucon
26 Bukan Pernikahan Impian
27 Perceraian Itu Bukan Tanggung Jawabku
28 Dipeluk Kesunyian
29 Buang Sial
30 Terjebak
31 Kembali Ke Sungai
32 Kedua Kalinya
33 Merasa Bersalah
34 Tersenyum Tipis
35 Pulang
36 Masa Laluku Adalah Kesalahanku
37 Sekeping Masa Lalu
38 Dia Orangnya
39 Terdaftar
40 Malam Pertama Di Hari Ketujuh Pernikahan
41 Ada Yang Aneh
42 Tak Seperti yang Terlihat
43 Menghadiri Acara Pertunangan Yuri
44 Galau
45 Tidak Pulang
46 Harus Disiram
47 Kehilangan Muka
48 Bohong
49 Susah Ditebak
50 Pesta Di Malam Minggu
51 Memikirkan Solusi
52 Menerima Tanpa Banyak Bertanya
53 Acara Kedua
54 Luka Terindah
55 Tentang Perasaan Yang Sulit Diungkapkan
56 Tidak Mengakui Suami
57 Sakit
58 Memperkuat Asumsi Orang
59 Hasil Pemeriksaan
60 Sebut Dia Mantan
61 Dua Orang Satu Identitas
62 Protektif
63 Sudah Pernah Dibahas
64 Kiriman
65 Sesak
66 Rumah Impian
67 Ibu Rumah Tangga
68 Dia Menginginkan Suamiku
69 Perjalanan Menuju Bekasi
70 Kejutan
71 Curang
72 Menghindar
73 Klarifikasi
74 Menceritakan Semuanya
75 Menumpang
76 Beban Pikiran
77 Obrolan Hangat
78 Pernikahan Yuri
79 Acara Bedah Buku
80 Cinta = Egois
81 Tidak Akan Pulang
82 Tanpa Maaf
83 Berkunjung
84 Makan Malam Romantis
85 Bulan Kelima
86 Berakhir
87 Pantulan Cahaya
88 Satu Bulan Setelah Dia Pergi
89 Meninggalkanku Dalam Gelap
90 Dikuliti
91 Di Penghujung Tahun Ketiga
92 Kembali Untuk Memaafkan Semuanya
93 Cucu Mama
94 Menerima Dengan Perlahan
95 Mencoba Berdamai
96 Bukan Ayah
97 Duduk Bersama Sunyi
98 Sore
99 Hanya Tentang Alisha
100 Meminta Kembali
101 Dua Bulan Terakhir
102 Bukan Jawaban
103 Pesan Abah
104 Kenangan Yang Tertanam Dalam Ingatan
105 Rest Area
106 Sampai
107 Kabar Mengejutkan
108 Berkumpul
109 Malam Terakhir
110 Titip Neng
111 Terlalu Memanjakan
112 Merasakan Detak Jantung Ayahnya
113 Bersiap Pulang
114 Perjalanan Pulang
115 Terlalu Kecil
116 Puncak Ego
117 Tiga Hari Kemudian
118 Merelakan Luka
119 Bayanganku Menghilang
120 Prosedur Pengobatan
121 Awal Dari Kisah Yang Indah
122 Pulang Umrah
123 Bukan Gengsi, Tapi Malu
124 Semakin Lebih Baik
125 Obrolan Di Siang Hari
126 Rahasia Apa Lagi?
127 Akan Selalu Menjadi Awal Dari Sebuah Pembelajaran Hidup
128 Pengumuman
Episodes

Updated 128 Episodes

1
Pria Angkuh
2
Kerut Senyum di Wajah Mama
3
Ketika Dewa Amor Menancapkan Panahnya
4
Melamunkan Kejadian Kemarin Sore
5
Bergejolak Dipenuhi Amarah
6
Iyash Wiyahasa Ardhana
7
Kabar Duka
8
Melayat
9
Dua Pilihan
10
Pemilik Mata Elang
11
Salah Paham
12
Mengundurkan Diri
13
Pahlawan Berhelm
14
Darah
15
Pahlawan Bertopeng Helm
16
Menjaga Beruang
17
Hanya Membantu
18
Bertemu di Pesawat
19
Dunia Baru Saja Menghampiriku
20
Makan Malam
21
Bercak Darah di Ujung Pita
22
Menyangkal
23
Memberi Makan Beruang
24
Berkumpul
25
Bukan Lelucon
26
Bukan Pernikahan Impian
27
Perceraian Itu Bukan Tanggung Jawabku
28
Dipeluk Kesunyian
29
Buang Sial
30
Terjebak
31
Kembali Ke Sungai
32
Kedua Kalinya
33
Merasa Bersalah
34
Tersenyum Tipis
35
Pulang
36
Masa Laluku Adalah Kesalahanku
37
Sekeping Masa Lalu
38
Dia Orangnya
39
Terdaftar
40
Malam Pertama Di Hari Ketujuh Pernikahan
41
Ada Yang Aneh
42
Tak Seperti yang Terlihat
43
Menghadiri Acara Pertunangan Yuri
44
Galau
45
Tidak Pulang
46
Harus Disiram
47
Kehilangan Muka
48
Bohong
49
Susah Ditebak
50
Pesta Di Malam Minggu
51
Memikirkan Solusi
52
Menerima Tanpa Banyak Bertanya
53
Acara Kedua
54
Luka Terindah
55
Tentang Perasaan Yang Sulit Diungkapkan
56
Tidak Mengakui Suami
57
Sakit
58
Memperkuat Asumsi Orang
59
Hasil Pemeriksaan
60
Sebut Dia Mantan
61
Dua Orang Satu Identitas
62
Protektif
63
Sudah Pernah Dibahas
64
Kiriman
65
Sesak
66
Rumah Impian
67
Ibu Rumah Tangga
68
Dia Menginginkan Suamiku
69
Perjalanan Menuju Bekasi
70
Kejutan
71
Curang
72
Menghindar
73
Klarifikasi
74
Menceritakan Semuanya
75
Menumpang
76
Beban Pikiran
77
Obrolan Hangat
78
Pernikahan Yuri
79
Acara Bedah Buku
80
Cinta = Egois
81
Tidak Akan Pulang
82
Tanpa Maaf
83
Berkunjung
84
Makan Malam Romantis
85
Bulan Kelima
86
Berakhir
87
Pantulan Cahaya
88
Satu Bulan Setelah Dia Pergi
89
Meninggalkanku Dalam Gelap
90
Dikuliti
91
Di Penghujung Tahun Ketiga
92
Kembali Untuk Memaafkan Semuanya
93
Cucu Mama
94
Menerima Dengan Perlahan
95
Mencoba Berdamai
96
Bukan Ayah
97
Duduk Bersama Sunyi
98
Sore
99
Hanya Tentang Alisha
100
Meminta Kembali
101
Dua Bulan Terakhir
102
Bukan Jawaban
103
Pesan Abah
104
Kenangan Yang Tertanam Dalam Ingatan
105
Rest Area
106
Sampai
107
Kabar Mengejutkan
108
Berkumpul
109
Malam Terakhir
110
Titip Neng
111
Terlalu Memanjakan
112
Merasakan Detak Jantung Ayahnya
113
Bersiap Pulang
114
Perjalanan Pulang
115
Terlalu Kecil
116
Puncak Ego
117
Tiga Hari Kemudian
118
Merelakan Luka
119
Bayanganku Menghilang
120
Prosedur Pengobatan
121
Awal Dari Kisah Yang Indah
122
Pulang Umrah
123
Bukan Gengsi, Tapi Malu
124
Semakin Lebih Baik
125
Obrolan Di Siang Hari
126
Rahasia Apa Lagi?
127
Akan Selalu Menjadi Awal Dari Sebuah Pembelajaran Hidup
128
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!