Melamunkan Kejadian Kemarin Sore

“Marissa Indrawan bukan orang yang suka meratapi kesedihan.” Kukatakan itu di depan cermin tepat beberapa menit yang lalu sebelum keluar dari kamar.

Kalau bukan karena permintaan Mama, aku lebih baik tidur daripada harus pergi ke kantor Om Hasa dan bertemu dengan pria congkak itu lagi.

Semalam Om Hasa menelepon dan memintaku datang hari ini. Aku yakin Mama sudah mengadu kejadian kemarin pada pria yang sudah kuanggap seperti ayahku sendiri itu.

“Semoga hari ini hari keberuntungan kamu,” kata Mama di depan pintu ketika aku berpamitan.

“Semua hari sama, ketemu dengan cowok sombong itu pun, bukan hari sial Icha, Ma. Kalau hari ini ketemu lagi, Icha yakin, Tuhan hanya ingin menguji kesabaran Icha.” Aku tertawa.

Mama tersenyum lebar. “Mama bangga sama kamu.”

“Harus. Kalau bukan Mama, siapa lagi yang akan bangga sama Icha.”

“Diri kamu sendiri.” Mama menepuk bahuku. “Jangan lupa, almarhum Papa sama Kak Nana juga pasti bangga sama kamu.”

Aku tercenung menatap wanita lembut itu.

“Nanti kalau sudah sampai langsung temui Om Hasa. Mama percaya semua akan baik-baik saja.”

Aku hanya bisa menghela napas seraya mengangguk. Jika Mama sudah berkata begitu, aku yakin kalau semua akan baik-baik saja seperti yang Mama katakan. Meski sudah kehilangan muka sekaligus kehilangan kepercayaan diri untuk datang ke sana, tapi aku tak bisa berbuat apapun ketika Mama sudah memintanya. Mungkin semua orang sudah tahu bagaimana pria itu mengusirku kemarin.

“Udah, kamu berangkat. Hati-hati ya, nanti kalau sudah sampai kasih tahu Mama.”

“Mending Icha ke sana sama Mama aja. Biar Mama yang bicara langsung sama Om Hasa.”

“Aduh, Mama harus menyortir barang-barang kiriman semalam. Lagian, Mama, ‘kan sudah bilang sama Hasa.”

“Ya udah deh. Icha berangkat.”

Mama melambaikan tangan dan membiarkanku pergi mengendarai motor.

Jujur aku gugup dan takut kejadian kemarin akan terulang kembali. Bukan hinaan, cacian atau makian pria itu, tapi aku takut tak bisa bersabar menghadapinya, sehingga aku gagal menepati janji pada diriku sendiri untuk menjadi wanita yang sabar seperti Mama.

Jika bisa memutar waktu, aku akan kembali ke pesta pernikahan Ashilla dan Angkasa, di sana aku akan lebih berhati-hati dan tidak memuji Kak Edgar secara berlebihan, sehingga mungkin aku tidak akan kehilangan fokus dan tidak menumpahkan kopi ke jas pria sombong itu.

Hhhhh … tak ada gunanya menyalahkan keadaan untuk semua yang sudah terjadi. Meski di sisi lain hidupku kacau karena pria congkak itu, tapi hatiku sedang kasmaran karena kak Edgar melambungkannya jauh ke awan.

Kemarin setelah jalan-jalan dari taman yang tak begitu jauh dari tempat tinggalku, dia mengantarku pulang. Kak Edgar menepati janjinya pada Mama untuk mengantarku pulang pukul tujuh. Aku benar-benar bahagia karena satu keinginanku terwujud, yaitu bisa dekat dengan penulis idolaku.

Aku memang gagal mengajaknya pergi ke tempat yang sudah aku rekomendasikan. Dia takut tak bisa mengantarku pulang tepat waktu dan malah menghabiskan banyak waktu di jalan.

“Kita bisa pergi lain waktu, aku nggak enak sama Mama kamu,” kata Kak Edgar sore itu setelah kubilang kalau perjalannya cukup jauh, dari rumahku saja bisa satu setengah jam, itu juga jika tidak terkena macet.

Aku tak bisa berhenti mengaguminya.

“Jadi, sekarang kita pergi kemana?” tanyanya.

“Ke taman aja. Kakak cuma tinggal lurus, terus nanti belok kiri. Di sana ada taman yang cukup bagus.” Tak ada lagi yang bisa kupikirkan selain ke tempat itu, padahal aku bisa mengajaknya ke kafe dan minum kopi.

“Oke.”

“Kakak nggak apa-apa, ‘kan ke taman? Atau mau ke kafe aja?”

“Nggak-nggak usah.”

Sesampainya di sana, Kak Edgar segera memarkirkan mobil di tepi jalan, lalu kami turun dan langsung mencari tempat duduk.

Kami duduk di atas rumput menikmati senja yang perlahan meredup. Bayangan jingga sore itu terpantul di atas permukaan air danau.

“Kamu suka es krim?” tanya Kak Edgar tiba-tiba.

Aku menatapnya beberapa detik, kemudian mengangguk.

“Rasa apa?”

“Vanilla.”

“Coklat vanilla?” tanyanya memastikan.

“Strawberry vanilla.”

“Oke. Tunggu ya.” Dia kemudian bangkit dan pergi. Arah pandangku mengikuti kepergiannya, tiba-tiba dia berhenti dan mengantri di stand es krim.

Tak sampai lima menit, dia kembali dengan membawakan es krim cone. Kupikir pria dewasa sepertinya tak akan melakukan hal itu. Atau jangan-jangan aku terlalu suka saat pria itu memperlakukanku persis seperti dia memperlakukan Asa?

“Aku jadi kayak Asa dijajanin es krim,” kataku kikuk seraya meraih es krim yang dia berikan.

“Aku nggak pernah jajanin Asa es krim vanilla, dia sukanya coklat,” kata Kak Edgar sembari duduk kembali.

Aku tersenyum melihat betapa manisnya dia meski sedang berkata dengan kalimat datar seperti itu.

“Ngomong-ngomong Kak Edgar dekat banget sama Asa?” tanyaku penasaran.

Dia tengadah menatap birunya langit dengan awan-awan putih persis seperti permen kapas.

Rahangnya yang tegas, kulitnya yang tidak begitu putih juga tidak begitu hitam membuatnya terlihat gagah. Bagiku semua porsinya serba cukup. Cukup tampan, cukup manis, cukup kaya, cukup pintar dan cukup, Ya Tuhan, aku cuma ingin dia. Hahaha!

Tiba-tiba kulihat jakunnya bergerak, naik dan turun saat dia hendak mengatakan sesuatu. Meski aku suka melihatnya seperti itu, tapi aku berharap Tuhan menjagaku agar tetap waras.

“Asa,” Dia memberi jeda, aku kembali fokus mendengarkannya tanpa memikirkan apapun lagi. “Dia adalah alasan aku pulang setiap habis keliling dari berbagai kota di Amerika.”

“Oh my God,” gumamku kagum.

“Sekarang dia adalah alasan aku tinggal di Jakarta, tapi malah ikut sama Ashilla tinggal di rumah Angkasa, rumah Opa jadi sepi nggak ada anak kecil,” keluhnya.

“Di rumahku nggak ada anak kecil, tapi nggak sepi karena aku sering cosplay jadi anak-anak.”

Kak Edgar tersenyum menatapku. Seketika aku merasa Dewa Amor kembali menancapkan panahnya di dadaku.

 “Kamu memang kayak gini ya?” tanyanya ambigu.

“Gimana?”

“Nggak,” jawabnya seraya mengalihkan pandangannya dariku dan kembali menatap birunya langit. Aku mengikutinya menatap awan-awan yang perlahan berarak terbawa angin sore.

“Kak Edgar nggak jajan es krim?” tanyaku seraya menatap ke arah lain.

“Nggak,” jawabnya singkat.

Aku menoleh mendengar suara datarnya. “Nih.” kusodorkan es krimku padanya agar bisa dinikmati berdua persis seperti di iklan-iklan.

Kak Edgar malah terdiam menatapku.

“Ini … masa aku makan sendiri.” Aku kembali mendekatkan es krim kedepannya.

“Nggak apa-apa, makan aja.”

“Beneran?”

“Iya.”

“Hhhh ….” Kupikir dia sengaja membeli satu es krim agar bisa menikmatinya berdua seperti di iklan, tapi kurasa–

Tiba-tiba lamunanku buyar dan aku tergemap saat dia ******* es krimku. Aku ingin meloncat kegirangan.

Dia tersenyum dan memalingkan pandangan dariku. “Pipi kamu merah,” gumamnya.

“Hah?” Jantungku menggelepar dan aku lekas tertunduk.

Kejadian kemarin sore benar-benar membuatku tak bisa tidur dan tak bisa berhenti memikirkannya. Sekarang aku tak hanya jatuh cinta pada buku-bukunya, tapi juga pada orangnya.

Episodes
1 Pria Angkuh
2 Kerut Senyum di Wajah Mama
3 Ketika Dewa Amor Menancapkan Panahnya
4 Melamunkan Kejadian Kemarin Sore
5 Bergejolak Dipenuhi Amarah
6 Iyash Wiyahasa Ardhana
7 Kabar Duka
8 Melayat
9 Dua Pilihan
10 Pemilik Mata Elang
11 Salah Paham
12 Mengundurkan Diri
13 Pahlawan Berhelm
14 Darah
15 Pahlawan Bertopeng Helm
16 Menjaga Beruang
17 Hanya Membantu
18 Bertemu di Pesawat
19 Dunia Baru Saja Menghampiriku
20 Makan Malam
21 Bercak Darah di Ujung Pita
22 Menyangkal
23 Memberi Makan Beruang
24 Berkumpul
25 Bukan Lelucon
26 Bukan Pernikahan Impian
27 Perceraian Itu Bukan Tanggung Jawabku
28 Dipeluk Kesunyian
29 Buang Sial
30 Terjebak
31 Kembali Ke Sungai
32 Kedua Kalinya
33 Merasa Bersalah
34 Tersenyum Tipis
35 Pulang
36 Masa Laluku Adalah Kesalahanku
37 Sekeping Masa Lalu
38 Dia Orangnya
39 Terdaftar
40 Malam Pertama Di Hari Ketujuh Pernikahan
41 Ada Yang Aneh
42 Tak Seperti yang Terlihat
43 Menghadiri Acara Pertunangan Yuri
44 Galau
45 Tidak Pulang
46 Harus Disiram
47 Kehilangan Muka
48 Bohong
49 Susah Ditebak
50 Pesta Di Malam Minggu
51 Memikirkan Solusi
52 Menerima Tanpa Banyak Bertanya
53 Acara Kedua
54 Luka Terindah
55 Tentang Perasaan Yang Sulit Diungkapkan
56 Tidak Mengakui Suami
57 Sakit
58 Memperkuat Asumsi Orang
59 Hasil Pemeriksaan
60 Sebut Dia Mantan
61 Dua Orang Satu Identitas
62 Protektif
63 Sudah Pernah Dibahas
64 Kiriman
65 Sesak
66 Rumah Impian
67 Ibu Rumah Tangga
68 Dia Menginginkan Suamiku
69 Perjalanan Menuju Bekasi
70 Kejutan
71 Curang
72 Menghindar
73 Klarifikasi
74 Menceritakan Semuanya
75 Menumpang
76 Beban Pikiran
77 Obrolan Hangat
78 Pernikahan Yuri
79 Acara Bedah Buku
80 Cinta = Egois
81 Tidak Akan Pulang
82 Tanpa Maaf
83 Berkunjung
84 Makan Malam Romantis
85 Bulan Kelima
86 Berakhir
87 Pantulan Cahaya
88 Satu Bulan Setelah Dia Pergi
89 Meninggalkanku Dalam Gelap
90 Dikuliti
91 Di Penghujung Tahun Ketiga
92 Kembali Untuk Memaafkan Semuanya
93 Cucu Mama
94 Menerima Dengan Perlahan
95 Mencoba Berdamai
96 Bukan Ayah
97 Duduk Bersama Sunyi
98 Sore
99 Hanya Tentang Alisha
100 Meminta Kembali
101 Dua Bulan Terakhir
102 Bukan Jawaban
103 Pesan Abah
104 Kenangan Yang Tertanam Dalam Ingatan
105 Rest Area
106 Sampai
107 Kabar Mengejutkan
108 Berkumpul
109 Malam Terakhir
110 Titip Neng
111 Terlalu Memanjakan
112 Merasakan Detak Jantung Ayahnya
113 Bersiap Pulang
114 Perjalanan Pulang
115 Terlalu Kecil
116 Puncak Ego
117 Tiga Hari Kemudian
118 Merelakan Luka
119 Bayanganku Menghilang
120 Prosedur Pengobatan
121 Awal Dari Kisah Yang Indah
122 Pulang Umrah
123 Bukan Gengsi, Tapi Malu
124 Semakin Lebih Baik
125 Obrolan Di Siang Hari
126 Rahasia Apa Lagi?
127 Akan Selalu Menjadi Awal Dari Sebuah Pembelajaran Hidup
128 Pengumuman
Episodes

Updated 128 Episodes

1
Pria Angkuh
2
Kerut Senyum di Wajah Mama
3
Ketika Dewa Amor Menancapkan Panahnya
4
Melamunkan Kejadian Kemarin Sore
5
Bergejolak Dipenuhi Amarah
6
Iyash Wiyahasa Ardhana
7
Kabar Duka
8
Melayat
9
Dua Pilihan
10
Pemilik Mata Elang
11
Salah Paham
12
Mengundurkan Diri
13
Pahlawan Berhelm
14
Darah
15
Pahlawan Bertopeng Helm
16
Menjaga Beruang
17
Hanya Membantu
18
Bertemu di Pesawat
19
Dunia Baru Saja Menghampiriku
20
Makan Malam
21
Bercak Darah di Ujung Pita
22
Menyangkal
23
Memberi Makan Beruang
24
Berkumpul
25
Bukan Lelucon
26
Bukan Pernikahan Impian
27
Perceraian Itu Bukan Tanggung Jawabku
28
Dipeluk Kesunyian
29
Buang Sial
30
Terjebak
31
Kembali Ke Sungai
32
Kedua Kalinya
33
Merasa Bersalah
34
Tersenyum Tipis
35
Pulang
36
Masa Laluku Adalah Kesalahanku
37
Sekeping Masa Lalu
38
Dia Orangnya
39
Terdaftar
40
Malam Pertama Di Hari Ketujuh Pernikahan
41
Ada Yang Aneh
42
Tak Seperti yang Terlihat
43
Menghadiri Acara Pertunangan Yuri
44
Galau
45
Tidak Pulang
46
Harus Disiram
47
Kehilangan Muka
48
Bohong
49
Susah Ditebak
50
Pesta Di Malam Minggu
51
Memikirkan Solusi
52
Menerima Tanpa Banyak Bertanya
53
Acara Kedua
54
Luka Terindah
55
Tentang Perasaan Yang Sulit Diungkapkan
56
Tidak Mengakui Suami
57
Sakit
58
Memperkuat Asumsi Orang
59
Hasil Pemeriksaan
60
Sebut Dia Mantan
61
Dua Orang Satu Identitas
62
Protektif
63
Sudah Pernah Dibahas
64
Kiriman
65
Sesak
66
Rumah Impian
67
Ibu Rumah Tangga
68
Dia Menginginkan Suamiku
69
Perjalanan Menuju Bekasi
70
Kejutan
71
Curang
72
Menghindar
73
Klarifikasi
74
Menceritakan Semuanya
75
Menumpang
76
Beban Pikiran
77
Obrolan Hangat
78
Pernikahan Yuri
79
Acara Bedah Buku
80
Cinta = Egois
81
Tidak Akan Pulang
82
Tanpa Maaf
83
Berkunjung
84
Makan Malam Romantis
85
Bulan Kelima
86
Berakhir
87
Pantulan Cahaya
88
Satu Bulan Setelah Dia Pergi
89
Meninggalkanku Dalam Gelap
90
Dikuliti
91
Di Penghujung Tahun Ketiga
92
Kembali Untuk Memaafkan Semuanya
93
Cucu Mama
94
Menerima Dengan Perlahan
95
Mencoba Berdamai
96
Bukan Ayah
97
Duduk Bersama Sunyi
98
Sore
99
Hanya Tentang Alisha
100
Meminta Kembali
101
Dua Bulan Terakhir
102
Bukan Jawaban
103
Pesan Abah
104
Kenangan Yang Tertanam Dalam Ingatan
105
Rest Area
106
Sampai
107
Kabar Mengejutkan
108
Berkumpul
109
Malam Terakhir
110
Titip Neng
111
Terlalu Memanjakan
112
Merasakan Detak Jantung Ayahnya
113
Bersiap Pulang
114
Perjalanan Pulang
115
Terlalu Kecil
116
Puncak Ego
117
Tiga Hari Kemudian
118
Merelakan Luka
119
Bayanganku Menghilang
120
Prosedur Pengobatan
121
Awal Dari Kisah Yang Indah
122
Pulang Umrah
123
Bukan Gengsi, Tapi Malu
124
Semakin Lebih Baik
125
Obrolan Di Siang Hari
126
Rahasia Apa Lagi?
127
Akan Selalu Menjadi Awal Dari Sebuah Pembelajaran Hidup
128
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!