NOT MINE
POV ZIDAN
Sudah seminggu aku tidak ada berkomunikasi dengan istriku. Sikapnya yang berubah secara drastis dalam waktu satu minggu ini membuatku merasa tertekan, aku tidak tahu apa penyebab dari kebisuannya itu. Ya.. istriku yang berparas cantik dan manis memiliki nama Aruna Maheswari Gunawan. Aruna adalah sosok wanita yang hangat, cerewet, bawel dan juga penuh perhatian. Akan tetapi semua itu telah hilang begitu saja, seperti bukan dirinya yang kukenal selama tujuh tahun ini.
Selepas pulang kerja, aku menghampiri Aruna yang tengah asyik dalam lamunannya. Dia termenung di tengah taman kecil rumah kami. Tidak ada respon apapun yang diberikan Aruna dalam sapaku.
“Ma.. papa pulang!” sapaku. Namun, wanita yang telah tujuh tahun lamanya disisiku hanya mematung tak berganti posisi. Sejenak ia mendongakkan wajahnya ke arahku kemudian bergegas masuk ke dalam rumah. ‘Ada apa ini?’ batinku bertanya. Dengan pikiran penuh tanda tanya, aku pun berjalan menyusulnya ke dalam.
Trekk!
Aku berdiri dan mencoba membuka pintu kamar. Namun, pintu itu tidak dapat terbuka, yang hanya aku tetap berdiri disana. Aruna dengan cepat menguncinya dari dalam.
“Ma, buka…” pintaku sambil mengetuk pintu itu dengan pelan.
Tapi usahaku seperti tidak membuahkan hasil, percuma saja. Beberapa kali aku mencoba, Aruna tidak juga membukanya. Aku hanya termenung didepan pintu kamar dengan pikiran dipenuhi tentang sikap Aruna, tiba-tiba saja ponselku bergetar. Dengan malas kuraih ponsel itu dari dalam saku celana.
“Halo Sof?” sapaku pada sosok wanita yang ada disebrang telpon sana, beberapa hari lagi wanita ini akan menjadi istri keduaku. Perempuan yang akan menjadi madu istriku itu langsung berceloteh dengan manja, menceritakan semua tentang persiapan pernikahan yang sudah semua nya hampir ia selesaikan.
Selama tujuh tahun aku menikah dengan Aruna, tapi yang kurasa rumah tangga kami begitu hampa. Tidak dihiasi dengan suara tangis dan canda anak-anak. Aruna juga seorang sosok wanita yang baik, memiliki jiwa sosial yang tinggi juga ramah. Terutama pada kalangan yang membutuhkan, Aruna akan dengan senang hati memperlakukan mereka seperti keluarga.
“Mas, aku baru saja mengambil pesanan baju pengantin kita. Semuanya sudah beres. Aku saat ini seneng banget, akhirnya ya mas! Dalam beberapa hari lagi aku akan sah jadi istri kamu. Aku janji, aku akan menjadi istri sempurna untuk kamu mas. Aku akan hormat dan menyayangimu. Aku juga akan menyayangi mbak Aruna.” ucap Sofie.
Wanita itu adalah teman dekat istriku sejak kecil di kampung halamannya. Aku merasa ini seperti takdir karena Sofie kebetulan melamar dan bekerja sebagai sekretaris dikantorku.
Ketika aku dan Aruna menghadiri salah satu acara kantor, saat itu mereka berdua pertama kalinya kembali bertemu, keduanya saling menyapa dan ternyata saling mengenal satu sama lain. Sejak hari itu aku memliki kesempatan untuk semakin akrab dengannya di kantor. Kami sering keluar bareng untuk sekedar makan siang dan juga bareng ketika hendak berangkat ataupun pulang dari kantor. Semakin lama kami akrab, semakin dalam aku menyukai Sofie. Jauh sebelum Aruna dan Sofie bertemu diacara kantor tersebut. Aku sudah memberanikan diri untuk menghubunginya dan berkirim pesan. Dan itu jelas tanpa sepengetahuan Aruna.
Aku dan Sofie sadar jika itu salah. Namun aku menyembunyikannya secara rapat-rapat, bahkan aku membuat Aruna percaya dan tidak mencurigai hubungan diantara kami berdua. Seiring berjalannya waktu, timbul perasaan nyaman, kangen, sayang dan rasa ingin memiliki dalam diriku. Aku ungkapkan perasaanku pada Sofie, dan ternyata Sofie juga memiliki perasaan yang sama. Aku sadar perasaanku padanya adalah perasaan yang salah. Sofie pun sadar akan hal itu. Setelah kami bertemu dan berbicara, akhirnya kami memutuskan dan aku membawa Sofie ke rumah lalu meminta izin pada Aruna untuk menikahi teman dekatnya itu. Dengan tidak adanya kehadiran seorang anak di rumah tangga kami, menjadi satu alasan yang kuat untukku saat ini.
***flashback***
“Kok mas dan Sofie datang secara bersamaan gitu? Ada apa?” tanya Aruna saat itu seraya berjalan menuruni anak tangga rumah kami. Saat kami bertiga sudah duduk bersama di ruang tamu. Sofie dengan posisi tertunduk, sementara aku yang saat ini merasa leher seperti tercekik memberanikan diri untuk membuka suara.
“Ma..,” lirihku.
“Ada apa, pa?” tanya Aruna. Wajah cantik itu menengang.
“Ma.. maafin papa..” ucapku yang tengah menghampiri Aruna dan bersimpuh dikakinya.
“Maaf? Untuk apa pa?” Wajahnya yang teduh itu mulai terlihat panik. Sementara Sofie tetap pada posisi tertunduk.
“Maaf karena papa sudah menghianati hati mama. Papa mencintai Sofie. Papa tidak ingin bermain dibelakang mama, jadi papa ingin menikahi Sofie. Dan saat ini papa mau minta izin sama mama. Maaf ma. Papa tidak pandai berbasa basi, maka langsung saja papa mengatakan inti pembicaraan ini.” dengan tegas aku mengatakannya pada istriku ini.
Aruna tercengang dan membawa dirinya mundur kesandaran sofa serta membuang padangannya kelangit-langit rumah kami. Terlihat jelas dia sangat kecewa. Kutatap dalam manik mata perempuan itu. Dari sana telah terlihat bulir bening mengepung dan siap untuk terjatuh. Aku sadar, mendegar ini membuat hati Aruna sangat terluka. Tapi aku harus bagaimana lagi? Aku mencintai Sofie dan aku sangat menginginkannya.
“Aku wanita yang sempurna! Aku bahkan mampu memberikan Mas Zidan keturunan.” timpal Sofie saat itu.
Seketika membuat wajah Aruna memerah. Namun, Aruna hanya menatap Sofie tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“Kamu wajib mengijinkan aku karena kamu tidak bisa memberikan aku sosok penerus.” tekanku.
“Bahkan agama kita pun mengizinkan lelaki untuk melakukan poligami.” imbuhku yang sok mengerti tentang agama.
Memang seperti itu yang aku ketahui. Poligami tidak dilarang. Jika Aruna menyetujuinya, maka surga imbalannya. Seharusnya dia bersyukur karena aku telah memberinya surga dengan cuma-cuma.
“Kamu tidak punya hak untuk melarang kami mbak! Daripada kami berselingkuh di belakangmu? Itu pasti akan lebih menyakitkan bagimu. Tolong mbak mengerti! Mbak jangan egois! Mbak harus tau kami saling mencintai. Dan aku berjanji akan menjadi madu yang baik untukmu mbak! Aku mohon! Aku pun berjanji tidak akan merebut apalagi menyingkirkan mbak Aruna. Aku akan menghormati mbak Aruna sebagai maduku!” tekan Sofie dengan menimpali serangkaian janji yang lebih mengarah permintaan untuk dirinya sendiri.
Aku pun segera bangun dari posisi bersimpuh dan kembali duduk di samping Sofie. Mata cantik Aruna sudah tidak mampu lagi menahan bendungan air matanya. Hingga bulir bening itu pun dengan cepat menetes derasnya. Membasahi pipi mulusnya. Ada perasaan sakit melihatnya menangis. Namun, egoku menahan semua keinginan hatiku untuk memeluknya.
“Bagaimana ma? Kamu jangan hanya berdiam saja ma..” Kuberanikan diri untuk bertanya.
“Mama ijinkan atau tidak jika papa menikahi Sofie?” tanyaku.
Aruna dengan cepat menganggukkan kepalanya. Kemudian pergi dari tempat duduknya dan berjalan menaiki anak tangga ke arah kamar kami. Aku dan Sofie saling melempar pandang lalu mengulum senyum bahagia.
“Akhirnya mas!! Aku janji akan menyayangi dan menghormati mbak Aruna. Pokoknya aku tidak akan pernah menjadi istri muda seperti dalam cerita. Dimana istri muda yang jahat.” ucap Sofie seraya menyandarkan kepalanya di dadaku.
'Terimakasih Aruna, telah memberiku izin. Kamu memang wanita penghuni surga.' batinku. Sejenak ku memikirkan anggukkan kepala Aruna yang membuatku masih tidak percaya dengan persetujuan yang ia berikan tanpa amarah sedikitpun.
************
“Halo! Mas! Haloo!! Kamu dengar nggak sih?? Aku kan lagi ngomong!! Aku itu sudah mengambil pesanan baju pengantin kita yang akan kita kenakan besok lusa!” ucapnya sedikit membentak. Mungkin kesal karena aku tidak menanggapi ucapannya. Entahlah.., aku larut ke dalam lamunan.
“Iya Sayang. Iya! Mas sudah dengar kok.” ucapku dengan lembut.
“Oh iya! Mas ke rumah deh. Ambilkan baju ini dan berikan kepada mbak Aruna untuk dipakainya nanti di hari pernikahan kita.” pinta Sofie.
“Oke, Sayang.” jawabku. Setelah sambungan terputus, aku mengetuk kembali pintu kamar kami.
“Ma, buka pintunya. Mama jangan seperti ini sama papa. Kenapa papa merasa kehilangan sosok mama yang dulu? Ma, ayolah! Cepat buka pintunya!!” ucapku terus mengetuk pintu.
Tidak terdengar sahutan apapun darinya. Yang ada hanya ada suara hening. ‘Ya Allah, ada apa dengan istriku ini? Kenapa dia hanya diam membisu? Bahkan akhir-akhir ini wajahnya tampak pucat. Mungkinkah dia sakit? Kenapa dia tidak lagi mau sedikitpun berbicara padaku? Apa salahku padanya?’ batinku bergumam.
“Mama! Jangan siksa papa seperti ini! Apa yang harus papa lakukan agar kamu mau membuka suara? Buka pintunya ma!! Kalau nggak papa dobrak pintunya sekarang juga!” ancamku.
Beberapa menit kemudian, saat aku bersiap untuk menendang pintu, Aruna lebih dulu membuka pintunya hingga aku pun mengurungkan niat untuk menendang pintu itu.
“Apakah tawaran untuk aku akan mewujudkan apapun yang kamu inginkan masih berlaku?” ucap Aruna dengan menatap tajam kedua bola mataku.
Terlihat dengan jelas kesedihan mendalam di wajah wanita yang sudah tujuh tahun mendampingiku itu.
“Iya ma. Apapun itu akan papa wujudkan! Asal mama jangan mendiamkan papa seperti ini lagi!. Papa sangat menyayangimu ma...” ucapku yang hendak meraih tubuh Aruna ke pelukanku. Namun, wanita itu langsung menghindarinya.
“Jawab permintaan aku dulu!” singkatnya tanpa menyebutkan panggilan kami mama ataupun papa.
“Katakan ma..” jawabku.
“Batalkan sekarang juga pernikahan kamu dan Sofie! Apa papa bisa mewujudkannya?” pintanya membuat tenggorokanku terasa kering dan jantungku terasa berhenti saat itu juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Junedi S Pakpahan
ceritanya gemesin thor..
2023-09-06
1