POV ZIDAN
“Pa.. besok jangan lupa kita belanja bulanan ya!” ucap Aruna seraya mengantarkan nasi goreng buatannya dan segelas kopi kesukaanku.
Beginilah moment yang terjadi di setiap pagi hari dalam rumah kami yang cukup besar ini. Sudah dalam dua tahun terakhir ini aku benar-benar merasakan ingin rumah ini diisi oleh suara bising anak-anak. Ya.. kami sudah sepuluh tahun berumah tangga, tetapi kami belum juga memiliki keturunan. ‘Apa mungkin sebenarnya Aruna itu mandul?’ batinku.
“Pa.. Hey pa!!” tepukan Aruna di pundakku sontak membuat ku terkejut dan tersadar dari lamunan.
“Iya ma.. Papa besok pulang dari kantor seperti biasa di jam dua siang. Mama mau dijemput dirumah atau langsung bertemu di Mall saja? “jawabku sambil menikmati kopi nikmat buatan Aruna.
“Tidak usah pa, kita langsung ketemu saja disana. Mama mau bertemu dengan teman mama dulu. Boleh kan pa?” tanyanya.
“Baik, jangan terlalu lama keluar rumah ya ma..” jawabku lembut.
Tak lama sarapan kami pun habis. Aku bergegas pergi ke kantor dan meninggalkan rumah.
“Papa pergi ya ma..” pamitku.
* * * * * * * *
“Iya Ran?” sahutku menjawab panggilan telepon dari HR dikantorku.
“Selamat pagi pak Zidan, saya sudah mendapatkan 1 kandidat calon sekretaris bapak. Saat ini siap untuk di interview oleh pak Zidan. Apakah boleh saya pertemukan sekarang pak?” terangnya.
“Oh iya, hari ini aku ada jadwal untuk melihat hasil akhir seleksi Rani untuk calon sekretarisku” gumamku pelan.
Sudah 3 bulan ini aku bekerja cukup keteteran karena tidak memiliki sekretaris.
“Baik, bawa dia masuk sekarang!” perintahku.
“Baik pak.” jawab Rani singkat.
Tok Tok Tok …
“Masuk!” jawabku sedikit keras.
Dan Rani pun masuk dengan seorang wanita yang memiliki paras nan cantik, serta hidung yang mancung membuat jantungku tiba-tiba berdetak lebih cepat.
“Silahkan duduk!” ucapku dengan tegas.
Sepertinya aku tidak perlu menyelidikinya lebih dalam. Pilihan Rani kali ini membuatku merasa wanita ini cukup mengerti diriku.
“Dengan Sofie Oktavia?” tanyaku.
“Benar pak.” jawabnya singkat.
“Saya Zidan Arsalan Dhananjaya, saya tidak perlu menanyakan banyak hal. Saya rasa kamu juga sudah mendapati kesepakatan yang baik dengan HR saya. Saya hanya menanyakan 1 hal saja. Apakah sebelumnya sudah pernah bekerja dibidang ini?” ucapku dengan jelas.
“Baik pak Zidan, saya sudah pernah bekerja dibidang ini selama 7 tahun. Saat ini saya melamar ke perusahaan ini karena visi misi perusahaan yang baik dan bagus serta kebetulan saya pindah daerah tempat tinggal.” jawab Sofie dengan baik. Kulihat dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki, betapa indah dan cantik wanita ini. Ada rasa ingin dekat dengannya.
“Baik, kamu bisa mulai bekerja besok. Terimakasih.” terangku. Aku tidak bisa menyianyiakan wanita cantik ini.
“Terimakasih pak Zidan, saya pamit.” timpal Sofie dengan cepat.
Dia pun berlalu pergi meninggalkan ruangan. Aku tidak sabar bekerja bersama dengan Sofie dalam satu ruangan ini. Tetapi saat kulihat CV milik Sofie, wanita ini tinggal di daerah yang sama dengan Aruna. ‘Apakah ini hanya sebuah kebetulan?’ batinku penasaran.
* * * * * * *
Pagi ini aku merasa bersemangat sekali, entah mengapa aku tidak sabar ingin secepatnya sampai kantor. Aku pun dengan cepat pergi keluar kamar untuk sarapan.
“Pagi ma..” sapaku sembari mengecup pucuk kepala Aruna.
“Pagi pa.. kayanya hari ini semangat banget, ada hal apa?” tanya Aruna mengejek.
“Tidak ada ma, papa hanya merasa lega. Akhirnya papa sudah punya sekretaris per hari ini.” jawabku dengan cepat.
Tak lupa aku memakan sarapan buatan Aruna. Kali ini Aruna membuatkan roti lapis panggang.
“Syukurlah.. Oh iya, jangan lupa ya hari ini jam dua siang!” pesan Aruna mengingatkan janji yang sudah ku sepakati dengannya.
“Siap buk!” jawabku mengejek. Tak lama aku pun segera pergi ke kantor.
* * * * * * *
Tok Tok…
“Masuk!” teriakku.
“Permisi pak..” sapa Sofie dipagi hari ini.
“Baik Sofie, disana adalah meja kerjamu. Disitu sudah ada beberapa berkas dan jadwal yang dapat kamu kerjakan. Hari ini saya tidak ada pertemuan dengan siapapun. Dan saya akan pulang lebih awal hari ini di jam dua siang. Sebelum saya pulang tolong infokan saya untuk jadwal saya esok hari.” terangku.
Jam menunjukkan pukul setengah dua siang, aku pun sudah menerima pesan dari Aruna yang berisikan bahwa dia sudah diperjalanan menuju swalayan yang kami tuju.
“Pak Zidan.. Besok bapak memiliki pertemuan dengan pak Eros di jam sebelas pagi untuk mempresentasikan pengajuan proposal kerjasama dalam peluncuran produk baru. Lalu ada rapat dengan tim pemasaran di jam 3 sore. Berikut beberapa dokumen keuangan yang perlu anda tanda tangani.” ucap Sofie dengan jelas.
Dengan cepat aku mengambil berkas yang diberikan Sofie, saat hendak Sofie melepaskan berkas tak sengaja ia menjatuhkan bingkai fotoku bersama Aruna. Aku melihat ia mengambil kembali bingkai tersebut dan berbicara pelan. ‘Apakah Sofie mengenal Aruna?’ batinku.
“Kamu bilang apa Sof?” tanyaku.
“Tidak pak, maaf saya tidak sengaja menjatuhkannya.” jawabnya sedikit panik.
“Tidak apa-apa. Baik berkas ini akan saya tanda tangan besok pagi sebelum bertemu dengan pak Eros. Sekarang kamu boleh pulang.” perintahku.
Sengaja aku melakukannya agar dia melihat bahwa atasannya yang tampan sepertiku ini baik hati.
“Sofie, kamu sudah memiliki pacar?” tanyaku menyelidik.
Aku ingin tahu apakah aku bisa dekat Sofie tanpa ada gangguan.
”Belum pak.” jawab Sofie singkat.
“Baiklah. Hati-hati dijalan.” ucapku.
Seperti takdir saja. Aku tersenyum seraya berjalan meninggalkan ruang kerjaku.
Aku sudah sampai di Mall terbesar di kota ini, hanya membutuhkan waktu dua puluh menit untuk sampai dari kantorku. Jarak yang tidak begitu jauh dan pemilihan waktu yang tepat membuat aku sampai dengan cepat. Ya.. di jam dua siang kebanyakan orang kantoran belum turun meramaikan jalanan.
“Ma!!” panggilku kepada Aruna yang tengah duduk di kursi coffee shop kesukaannya.
“Bagaimana pa? Sekretaris bekerja dengan baik?” tanya Aruna.
Aruna memang wanita yang sangat perhatian. Selain membantu ku memberikan ide-ide untuk memajukan perusahaan, dia selalu menanyakan keadaan pekerjaanku.
“Good ma, kinerjanya sejauh ini lumayan.” jawabku santai.
“Kapan- kapan jika ada acara kantor, papa akan mengenalkan dia denganmu.” timpalku.
“Oke, boleh saja.” jawab Aruna dengan senyum yang manis.
* * * * * *
Aku tidak mengerti, mengapa aku sangat bersemangat akhir-akhir ini bekerja. Aku pun tidak lagi melamun tentang betapa sepi nya rumah dari suara bising yang sangat aku dambakan. Semenjak ada Sofie, aku merasa ingin berlama-lama saja dikantor.
Ceklek!!
Aku terpesona saat melihat wajah cantik Sofie yang sedang makan potongan sandwich sibuk menyeka remahan roti tersebut disekitar bibirnya. Saat aku mendengar Sofie memberikan sapa hormat nya, tanpa sadar aku menghampirinya dan mengambil roti lapis itu. Padahal perutku sudah terisi sarapan enak yang dibuatkan oleh Aruna pagi ini.
“Apakah perlu saya belikan yang baru pak?” tanya Sofie pelan.
“Tidak perlu Sof, saya suka yang ini.” jawabku seraya mengedipkan satu mataku.
Aku akui, aku sedang menggoda nya. Tidak bisa kuhindari keinginan untuk menggoda dan merayunya.
Satu jam kemudian, Sofie datang menghampiri mejaku. Aku selalu memperhatikan gerak-gerik Sofie, saat dia menatap PC di meja kerja nya. Menata rambutnya, bahkan merapikan riasan pada wajahnya.
“Apa dia sedang menggodaku juga?” gumamku pelan.
“Pak, semua berkas yang dibutuhkan sudah siap. Supir sudah menunggu di Lobby. Apakah kita dapat jalan sekarang pak?” tanya Sofie dengan sedikit menggoda. Dengan sengaja Sofie memainkan rambutnya untuk menunjukkan parasnya yang cantik.
“Baik kita jalan sekarang.” jawabku dengan sigap ku raih tangan Sofie.
“Maaf, saya bermaksud untuk mengambil berkas yang ada ditanganmu.” ucapku membuat alasan saat aku melihat Sofie yang hanya terdiam dan melihat tanganku mengenggam tangannya.
* * * * * * *
Pertemuan selesai, keputusan akhir klien kami menyukai 2 konsep produk dari 2 perusahaan yang berbeda. Pak Eros meminta waktu untuk menimang produk mana yang akan memenangkan investasi yang akan diberikan olehnya. Tentunya.. Dengan menggelarkan acara besar untuk pengumumannya, sebab ini akan menjadi kerjasama yang sangat besar dan dinantikan oleh setiap perusahaan Manufaktur seperti perusahaan yang kujalankan saat ini.
“Sofie, kita mampir keperempat diujung jalan sana. Saya ingin makan direstaurant steak ditepi jalan itu.” pintaku sambil menujuk arah yang dituju.
“Baik pak.” jawabnya.
Dengan sigap Sofie pun mengarahkan supir kami.
“Kita sudah sampai pak.” ucapnya pelan.
“Baik, ayo kita makan bersama.” ajakku.
Setelah kami memasuki restauran tersebut dan diarahkan pada meja makan oleh salah satu pelayan. Aku melihat Sofie duduk di meja sebelah mejaku, seketika aku mengerutkan dahi kebingungan dan menoleh ke wajah Sofie seraya mengangkat kedua alisku.
“Kamu lagi ngapain disitu?” tanyaku.
“Saya tidak enak duduk bersama dengan pak Zidan, selaku atasan saya yang bahkan CEO perusahaan pak.” jawab Sofie sungkan.
‘Sopan sekali dia. Bukankah dia menyambut rayuan ku dan balik menggodaku? Apa saat Ini dia sedang menarik perhatian ku?’ batinku.
“Saya tidak akan selera makan jika kamu tidak duduk disamping saya, atau mungkin kamu mau saya pangku?” ucapku menggoda.
“B..baik Pak.” jawab Sofie sedikit terkejut.
Membuatku sedikit menahan senyuman, polos sekali ekspresinya itu membuatku gemas saja.
“Sofie, untuk kedepannya temani aku makan siang! Ini perintah, jangan dibantah!” pintaku mengatasnamakan perintah.
Belum ada seminggu aku bekerja dengannya, aku rasa aku menyukainya.
Sesampainya di kantor, aku dihampiri Elvan dengan ekspresi wajah penuh dengan rasa penasaran. Sepertinya dia sudah menyiapkan beberapa pertanyaan.
“Bagaiman Dan? Kita menang?” tanyanya dengan cepat.
“Sofie, bisa tolong tinggalkan kami sebentar. Dan tolong belikan dua Ice Americano di coffee shop sebrang jalan ya.” perintahku.
Dengan cepat Sofie mengangguk dan bergegas pergi meninggalkan ruangan.
“Pak Eros menyukai konsep dari kita dan perusahaan Devan. Hasil akan diberitahukan segera oleh mereka.” jawabku.
Membuat Elvan sedikit kecewa. Elvan Putra Marendra adalah sahabat sekaligus Manager diperusahaanku.
“Gue kira kita menangi tender besar ini. Ternyata masih dipertimbangkan. Sepertinya lawan kita tak pernah luput dari Devan ya Dan.” ujar Elvan sedikit kesal.
“Van, gue sepertinya menyukai Sofie. Gue jatuh hati padanya saat pertama kali melihatnya.” ucapku dengan santai, membuat Elvan membulatkan matanya dengan sempurna.
“Lo gak lagi mabuk kan Dan?” tanyanya mengejek.
“Ya enggak lah! Siang bolong gini. Ngaco! Emang ada lo cium nafas gue bau alkohol?” sanggahku.
“Gue cuma menyukainya aja, awalnya gue hanya ingin menggoda nya aja. Tapi ternyata dia menyambutnya dan menggoda gue balik. Gue rasa dia juga suka sama gue.” timpalku penuh percaya diri.
“Hati-hati Zidan, lo udah punya Aruna. Istri lo juga enggak kalah cantik dibandingan Sofie. Makanya jadi laki jangan merasa tampan kalo udah beristri! Jadi nya malah suka beneran kan! Saran gue nih ya.. jangan dilanjutkan deh. Nanti lo bisa kehilangan Aruna.” jawab Elvan mengingatkan.
“Enggak bakal lah.. gue juga tau batasan. Sayang Van, wanita cantik kalo gak di goda!” ujarku lagi.
“Terserah lo Zidan Arsalan Dhananjaya, yang penting gue sebagai sahabat lo sudah mengingatkan!” jawab Elvan sedikit kesal.
“Udah ah, gue balik ke ruangan. Bye!” timpalnya seraya meninggalkan ruanganku.
Saat Elvan membuka pintu tepat didepan nya ada Sofie yang membawakan minuman pesananku dan Elvan dengan cepat mengambil 1 gelas dan melanjutkan langkahnya pergi.
* * * * * * *
Sudah 1 tahun berlalu, kami pun semakin dekat satu sama lain. Chat yang intens sehingga aku menyatakan bahwa aku menyukai Sofie dan tak ingin membiarkan Sofie lepas dari pandanganku sedetik pun.
Aku pergi mengunjungi kedua mertuaku bersama Aruna, selama 3 hari disana aku merasa bosan dan teringat akan Sofie yang memiliki interaksi begitu akrab dengan Rino. Aku tahu bila Rino menyukai Sofie, terlihat dari sikap dan pandangannya kepada Sofie. Aku tidak akan membiarkan Rino memiliki Sofie. Aku rasa aku sudah mulai mencintai Sofie. Aku ingin Sofie milikku seutuhnya. ‘Ya.. aku mencintaimu Sofie.. Aku merindukanmu!’ batinku.
“Pa.. kamu kenapa? Apa ada masalah dikantor?” tanya Aruna yang lagi-lagi menyadarkan ku dari lamunan.
“Tidak ada ma..” jawabku singkat.
Dengan cepat terlintas dipikiranku alasan yang tepat untuk segera pergi dari rumah mertuaku dan kembali pulang kerumahku.
“Eumm, sebenarnya ada sih ma.. tadi Elvan menghubungiku untuk mengadakan rapat mengenai iklan kami yang baru, katanya ini sangat penting untuk memajukan produksi produk kita” jawabku dengan serius.
Terlihat dari mata Aruna yang percaya dengan kata-kataku. ‘Akhirnya aku dapat bertemu dengan Sofie.’ batinku bersorak.
“Yasudah pa, kita pulang saja sekarang. Kebetulan masih jam segini. Papa masih sempat hadir di rapat itu.” jawab Aruna.
Kami pun bergegas pamit dengan kedua mertuaku itu dan pergi meninggalkan tempat itu.
“Ma, kita lewat kantor saja ya. Baru kerumah. Atau mama mau menunggu papa di kantor?” ajakku agar Aruna tidak curiga.
”Tidak usah pa, setelah antar papa aku langsung pulang saja.” pintanya.
Aku tersenyum dan mengecup pucuk kepala nya.
Selama dua jam kami menempuh perjalanan dari rumah mertuaku sampai dikantor. Dengan cepat aku bergegas turun dari mobil. tak lupa pamit dengan Aruna. Ketika aku bergegas memasuki lobby kantor, aku melihat Sofie sendang bersenda gurau dan tertawa sangat senang dengan Rino. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka tertawakan, tetapi hati ku terasa sangat panas dan penuh dengan amarah. Aku terkejut melihat saat Sofie terjatuh dan ditangkap oleh Rino, membuat amarahku memuncak, aku tidak bisa menahan ekspresiku yang tergambar penuh emosi.
Aku melangkahkan kaki mendekati mereka, tak lama Rino menyadari keberadaanku dan bergegas pergi tanpa menyapaku.
“Dimana sopan santun dia sebagai staff diperusahaanku?” lirihku.
“Selamat siang pak. Apakah ada yang diperlukan pak? Mengingat pak Zidan seharus nya sampai ke kota ini malam dan langsung pulang kerumah.” tanya Sofie sedikit gugup.
“Ikut saya keruangan!” ucapku dengan penuh penekanan.
Aku berjalan mendahului Sofie, terdengar suara langkah kaki Sofie mengikuti ku dari belakang dengan terburu-buru. Setelah kami memasuki ruangan kerjaku, aku dengan cepat mengunci pintu ruangan dan memposisikan diriku menghadap Sofie yang terpojok di meja kerjanya.
“A..ada a..apa pak?” tanya Sofie terbata-bata.
Terdengar Sofie menelan air liur dengan pelan, membuatku merasakan getaran ingin menyentuhnya.
Cup!
Aku mencium bibir Sofie dan melanjutkan dengan sedikit melumat lembut bibir mungilnya itu. Terasa Sofie mendorongku dengan sekuat tenaga dan melihat mataku dengan tajam.
“Apa yang sedang kamu lakukan mas?” tanya Sofie sedikit membentak.
Dengan cepat aku memeluk erat Sofie, aku merasakan sangat senang saat telingaku mendengar kata ‘Mas’ dari bibirnya itu.
“Aku tidak suka kamu disentuh oleh lelaki manapun! Bahkan Rino sekalipun!” ucapku dengan penuh rasa cemburu.
Tanpa memberikan jeda yang lama, aku mencium kembali bibir Sofie dan melumatnya. Tanpa sadar tanganku menjelajahi tubuh Sofie yang seperti ingin mendikte apakah ada yang hilang dari sana.
“M..mas.. apa yang ingin kamu lakukan? Aaarghh..” tanya Sofie dengan suara yang nyaris mendesah nikmat.
“Aku akan memberikan tanda bahwa kau milikku! Mmmhh…” ucapku yang sudah kembali kedalam pekerjaan diantara kancing kemeja Sofie.
Aku membuat tanda yang begitu banyak, seperti diriku sedang memberikan hukuman kepadanya. Aku tidak sanggup lagi menahan perasaan ini.
“Mmmhh.. Arghh.. Mas, apakah tidak akan jadi masalah kamu melakukannya disini mas?” tanya Sofie.
Dengan cepat aku mengangkat tubuh Sofie dan membawanya kedalam ruangan yang ada disamping meja kerjaku. Terlihat raut wajah yang terkejut dengan apa yang kulakukan. Segera aku menjatuhkan tubuh Sofie keatas kasur yang ada didalam ruangan tersebut. Segera aku membuka pakaianku dan Sofie, tubuhku dengan cepat mengarah kearah bawah perut Sofie, menekukkan kedua kaki Sofie. Dengan cepat aku menuangkan gairahku padanya. Tak kusangka Sofie mempertahankan kesuciannya. Kulihat ekspresi wajah Sofie yang begitu puas menikmati aktivitas kami yang lihai bermain. Tak kusangka Sofie mampu membalas alunan dengan sedikit aksi yang menggoda padaku.
“Aarghh.. Aku mencintaimu Sofie. Kamu milikku sekarang!” tekanku saat aku berhasil membuat hasratku mencapai titik batas kenikmatannya.
Saat aku hendak merentangkan tubuhku disamping tubuh Sofie aku mendengar Sofie berkata sesuatu.
“Iya Sof?” tanyaku seraya aku menarik tubuhnya dan memeluknya dengan erat.
“Tidak ada mas.. Ini ruangan apa mas? Mengapa ada kasur didalam ruangan ini?” tanya Sofie penasaran.
“Ruangan ini sengaja kubangun untuk aku melakukan aktifitas seks dengan istriku setalah kami menikah.” jawabku santai.
“Kupikir kamu sengaja melakukan ini untuk melakukan kesemua staff sekretarismu mas..” ketus Sofie. Terlihat wajah Sofie menyelidik.
“Tidak Sof, baru kamu wanita kedua yang ada dalam aktifitas diruangan ini.” ucapku meyakinkannya.
“Aku mencintaimu Sof, aku ingin kamu menjadi milikku. Aku ingin kamu selalu ada disampingku.” ucapku seraya mengelus pucuk kepala Sofie.
“Bukankah kamu sudah memiliki istri mas? Kupikir kamu hanya menjadikanku selingan saja. Sebab aku tidak tahu arah tujuan mu dihubungan kita ini. Sikapmu yang begitu manis dan baik membuatku bertanya-tanya.” ketus Sofie lagi.
“Apa kamu ingin pembuktian Sof?” tanyaku spontan. Dengan cepat Sofie mengangguk pelan.
“Aku akan menikahimu, tapi aku tidak tahu apakah kamu mau jadi yang kedua?” timpalku ragu.
“Aku mau mas! Aku mau jadi istrimu! Aku mau jadi yang kedua, asalkan kamu tetap mencintaiku.” jawab Sofie.
“Tapi bagaimana dengan mbak Aruna mas? Apakah dia mau menerima keputusanmu ini?” timpal Sofie.
“Aku akan berbicara dengan Aruna, aku berhak melakukan poligami. Agama pun tidak melarangnya. Dan juga aku dengan Aruna belum memiliki keturunan, aku menginginkan seorang anak Sof..” lirihku teringat apa yang sudah ku dambakan selama ini.
“Mas.. aku juga mencintaimu. Aku akan memberikanmu anak lebih dari satu.” ucap Sofie dengan lembut.
“Apa kamu mau kerumah? Aku akan berbicara dengan Aruna dan memintanya untuk mengizinkan kita menikah.” ajakku tanpa ragu.
“Baik mas, aku setuju.” jawab Sofie penuh senyum.
* * * * * *
Kami pun sampai dirumah, dengan cepat kami memasuki rumah megah itu dan duduk disofa ruang tengah tersebut.
“Kok mas dan Sofie datang secara bersamaan gitu? Ada apa?” tanya Aruna saat itu seraya berjalan menuruni anak tangga rumah kami.
Saat kami bertiga sudah duduk bersama di ruang tamu. Sofie dengan posisi tertunduk, sementara aku yang saat ini merasa leher seperti tercekik memberanikan diri untuk membuka suara.
“Ma..,” lirihku………..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments