Bab 20: Pencarian Cahaya
Sulis dan Ahmad berjalan bersama-sama menuju pohon kesayangan mereka, di mana mereka biasa duduk bersama dan mengobrol. Hari itu, mereka berdua tampak agak murung dan cemas. Sulis menatap langit yang mendung sambil menggenggam erat buku harapannya.
Sulis: Ahmad, apakah kamu pernah merasa seperti kita kehilangan arah? Seperti segala harapan dan impian kita tiba-tiba hilang entah ke mana?
Ahmad: (menganggukkan kepala) Ya, Sulis. Terkadang, hidup terasa begitu sulit dan kita merasa terjebak dalam kegelapan. Tapi, kita tidak boleh menyerah. Mungkin hanya butuh waktu dan upaya lebih untuk menemukan cahaya di tengah kegelapan tersebut.
Sulis: (menatap Ahmad dengan harap) Bagaimana cara kita menemukan cahaya tersebut, Ahmad? Aku merasa semakin terbenam dalam keputusasaan.
Ahmad: Pertama-tama, kita harus mencari di dalam diri kita sendiri, Sulis. Apa yang membuat kita bahagia dan bersemangat? Apa impian sejati kita yang masih belum terwujud? Kita harus mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Sulis: Tapi, apa jadinya jika jawaban-jawaban tersebut tidak membawa kita ke mana-mana? Bagaimana jika harapan yang ada terasa semu dan tak bisa diwujudkan?
Ahmad: (mengulurkan tangan, menenangkan Sulis) Sulis, janganlah terlalu keras kepada dirimu sendiri. Setiap perjalanan memiliki rintangan dan tantangan. Tidak semua harapan akan langsung terwujud dengan mudah. Tapi, dengan ketekunan dan kegigihan, kita pasti akan menemukan cara untuk memperjuangkan dan mewujudkannya.
Sulis: (mengangguk perlahan) Aku percaya padamu, Ahmad. Kita harus bersama-sama mencari cahaya di dalam diri dan di sekeliling kita. Mungkin, jika kita saling mendukung dan mengingatkan satu sama lain, impian-impian kita bisa menjadi kenyataan.
Ahmad: Itulah sebabnya kita selalu dapat mengandalkan sahabat. Kita ada untuk saling mendukung, memberi harapan, dan menginspirasi satu sama lain.
Sulis dan Ahmad duduk di bawah pohon, memandangi langit yang semakin cerah. Meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi, mereka merasa yakin bahwa cahaya harapan akan hadir di hidup mereka. Dalam kebersamaan dan tekad yang kuat, mereka pun mulai berjalan ke arah baru, mencari cahaya yang akan mengarahkan mereka pada tujuan hidup yang sejati.
Sulis dan Ahmad berjalan beriringan menyusuri pinggiran pantai. Sudah beberapa hari sejak mereka berpisah setelah acara peresmian toko buku Sulis. Sulis masih terlihat bersemangat dan penuh harapan, sementara Ahmad terlihat sedikit lelah dan khawatir.
Ahmad: Sulis, aku harus mengakui bahwa diriku khawatir dengan keputusanmu membuka toko buku. Aku takut kamu akan menghadapi banyak tantangan dan kesulitan di dunia bisnis.
Sulis tersenyum lembut kepada Ahmad, mencoba menguatkan hati sang sahabat.
Sulis: Ah, Ahmad, aku mengerti kekhawatiranmu. Tapi kamu juga harus tahu, aku sudah memikirkan ini dengan matang. Dan aku yakin, jika aku tidak pernah mencobanya, aku akan selalu merasa menyesal. Membuka toko buku adalah impianku sejak lama, dan aku ingin memberikan kontribusi dalam dunia literasi.
Ahmad: Aku tahu, Sulis, dan aku selalu mendukungmu. Tapi aku juga hanya ingin melindungi mu, mengingatkanmu tentang kemungkinan kegagalan dan risiko yang mungkin kamu hadapi.
Sulis menghentikan langkahnya sejenak, lalu memandang langsung ke dalam mata Ahmad.
Sulis: Ahmad, kegagalan tak akan pernah menghentikan ku. Jika aku jatuh, aku akan bangkit kembali. Kamu adalah sahabatku yang paling baik, dan aku tahu kamu hanya ingin yang terbaik untukku. Akan ada tantangan dan risiko, itu pasti. Tapi aku berani mengambil risiko karena aku percaya pada mimpiku, dan aku percaya pada kualitas buku-buku yang aku jual di toko ini. Jika aku tidak mencoba, aku akan selalu menyesal dan bertanya-tanya, "Dan jika aku berhasil?".
Ahmad terdiam sejenak dan tersenyum bangga pada keberanian Sulis.
Ahmad: Kamu benar, Sulis. Aku sangat percaya kamu mampu menghadapi semua ini. Saya bangga menjadi temanmu. Aku akan selalu ada di sampingmu, memberikan dukungan dan mengatasi bersamamu setiap tantangan yang mungkin kamu hadapi.
Sulis tersenyum dan merasa begitu bersyukur memiliki sahabat sebaik Ahmad.
Sulis: Terima kasih, Ahmad. Sangat berarti bagiku memiliki dukunganmu. Ayo kita jalani bersama-sama perjalanan ini, dan bersama-sama menciptakan lembaran harapan yang indah untuk toko buku ini.
Lalu, mereka berjalan kembali menyusuri pinggiran pantai dengan semangat dan harapan baru. Persahabatan mereka semakin kuat dan penuh semangat untuk menghadapi masa depan yang menantang.
Sulis duduk sendirian di teras rumahnya, pandangannya melayang ke perbukitan yang menjulang di kejauhan. Hatinya masih terbebani oleh kehilangan yang dirasakannya akibat perpisahan dengan Ahmad. Meski sudah beberapa bulan berlalu, Sulis tak bisa menghilangkan kerinduan yang terus menerus menyelimuti dirinya. Ahmad, yang tiba-tiba muncul dengan membawa secangkir teh hangat, menghampiri Sulis yang sedang dalam lamunan. "Sulis, apa kabar?" Ahmad bertanya dengan nada lembut. Sulis menoleh dan tersenyum lemah. "Ahmad, aku baik. Meski hatiku masih sulit menghadapi semua ini." Ahmad duduk di kursi sebelahnya, pelan-pelan meletakkan secangkir teh di samping Sulis. "Sulis, aku ingin bicara denganmu. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu kita yang membuatmu seperti ini." Mendengar kata-kata Ahmad, Sulis menatapnya dalam-dalam. Matanya berkaca-kaca, mengingat kejadian-kejadian lama yang tak pernah ia lupakan. "Ahmad, kita pernah sangat bahagia bersama. Aku merasakan kecintaan yang teramat dalam untukmu. Tapi, suatu ketika aku mengetahui bahwa kau telah melakukan kesalahan besar padaku. Kau telah mengkhianati ku dengan wanita lain." Ahmad menyesap tehnya, mencoba menyerap semua kata-kata Sulis dengan hati yang tegar. "Sulis, aku menyadari kesalahanku. Aku memang telah membuat kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku menyesal dan aku berjanji, itu adalah masa lalu yang tak akan pernah terulang lagi." Sulis menghela nafas dan melanjutkan, "Tapi, Ahmad, cintaku yang teramat dalam tak bisa segera menghapus semua luka itu. Aku masih merasakan kecewa, sakit, dan takut. Aku takut untuk jatuh cinta lagi, takut untuk membuka hatiku padamu." Ahmad memandang Sulis dengan penuh penyesalan. "Sulis, aku berharap kau bisa memberikanku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku telah berubah. Aku tidak ingin kehadiranmu hanya menjadi lembaran harapan yang tak pernah terwujud." Sulis menatap Ahmad selama beberapa saat, merenung dan memikirkan perasaannya. Akhirnya, ia menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Ahmad, aku masih mencintaimu. Tapi kesakitanku belum bisa hilang begitu saja. Kita harus melalui banyak hal untuk memperbaiki apa yang rusak di antara kita." Ahmad tersenyum lega. "Aku bersedia melakukan apa saja, Sulis. Aku akan membuktikan padamu, dengan perasaan yang tulus, bahwa aku telah belajar dari kesalahan ini. Biarkan aku mengikuti langkahmu dalam menggapai kembali lembaran harapan yang pernah kita miliki." Sulis tersenyum, namun masih ada keraguan dalam matanya. "Janjimu tak cukup, Ahmad. Kita perlu waktu untuk membangun kembali kepercayaan dan menjalin kembali cinta yang dulunya begitu kuat." Ahmad mengangguk mengerti. Mereka lalu duduk berdampingan, mengepalkan tangan mereka yang penuh harapan, memulai perjalanan yang panjang untuk menyembuhkan hati yang terluka dan mencari kembali kebahagiaan mereka yang pernah hilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments